Jam menunjukkan pukul 12.30 malam dan sekarang Elsyra dan teman-temannya baru mau pulang dari McD Sudirman Jogja. Memang dasar ya manusia-manusia ini rebel banget. Tengah malem bisa-bisanya nyelinap keluar hotel buat makan-makan.
"Gue masih terngiang-ngiang sih roti sobeknya Frater." Ujar Agnes secara tiba-tiba sambil bengong memandang langit. "Duh minta dijilat banget gak sih itu perut."
"Mulut lo anjing." Tegur Nikki. "Ni perempuan satu binal banget dah."
"Diem lo." Agnes menyibakkan rambutnya. "Iri kan lo karena semalem lo malah vidcallan sama pacar lo jadi gak liat roti sobek Frater?"
Nikki menatap Agnes tak suka. "Pacar gue juga ganteng. Jadi bodoamat."
"Pacar lo jelek jir."
Agnes mulutnya sungguh tidak beradab ya bund.
"Si bangsat." Nikki menjewer kuping Agnes.
"STOP UDAH!" Keluh Ribka. Memang ya yang paling waras di sini ya Ribka. Yang paling kalem dan alim, ya Ribka. Yang jadi mami dari lima anak monyet ini, ya tentu saja Ribka. "Tengah malem begini jangan berisik, jangan sampe lo berdua di gebukin warga cuma gara-gara ributin Frater."
Yovie ikut geleng-geleng kepala. "Udah masuk lobby hotel nih, mending pada diem dari pada nanti ketauan kita cabut."
Mereka pun naik ke lantai 5 menuju kamar mereka masing-masing. Setibanya Elsyra di depan kamarnya, ada Joseph lagi senderan di depan pintu sambil main handphone. Joseph terlihat sedang menunggu Elsyra untuk pulang.
"Hi Ra," Sapa Joseph sambil tersenyum saat dia melihat Elsyra berjalan ke arahnya. Matanya sembab dan nada bicara Joseph lesu.
"Lo ngapain di sini?" Elsyra memandang Joseph. Ini orang beneran keras kepala banget dah, heran. Gak cape-cape apa sama penolakkannya Elsyra?
"Could you give me a minute, please? I promise I won't take too long. Just around 5 minutes."
"Lo nangis Sep?" Belum sempat Elsyra menjawab pertanyaan Joseph, Echa sudah lebih dulu menimpanya dengan pertanyaan lain.
Joseph memberikan senyum lemahnya ke Echa. "Gitu deh Cha."
Agnes sama Echa pandang-pandangan sebentar, kemudian menatap Elsyra. Hanya dengan pandangan, mereka bertanya apa yang harus mereka lakukan dengan Joseph. Elsyra menghela napas sebentar kemudian menyuruh Echa dan Agnes untuk masuk duluan ke kamar. Yovie, Nikki, dan Ribka kamarnya berbeda dari Agnes, Echa, dan Elsyra. Makanya sekarang hanya sisa mereka berempat dengan Joseph di sini.
"Sebelum lo sama gue ngobrol," Hadik Elsyra saat Joseph ingin membuka suara. "Promise me this will be the last time for us to see each other like this."
Mendengar ucapan Elsyra tersebut, Joseph tak sanggup menahan dirinya lagi. Ia menutup wajahnya dengan tangannya kemudian isakkan tangis mulai terdengar dari dirinya.
Elsyra tidak bergeming walau melihat Joseph menangis. Setelah semua yang dia lalui, rasanya mustahil untuk kembali berempati pada Joseph. Bahkan di dalam benak Elsyra masih terbayang-bayang reka ulang kejadian Joseph mematahkan hidung Micah. Elsyra membuang pandangannya ke arah kolam renang di bawah balkon—tempat dia dan teman-temannya bersenang-senang tadi—agar pikirannya kembali jernih sembari menunggu Joseph menenangkan dirinya.
"Sorry." Ucap Joseph setelah lebih berhasil menenangkan dirinya, namun tetap dalam kondisi menangis. "I couldn't take it anymore. My tears won't stop."
"Hmm," Elsyra menanggapi tanpa mengalihkan pandangannya dari kolam.
"Ra," Joseph menyentuh bahu Elsyra, membuat Elsyra mau tak mau menoleh ke arahnya. "Aku gak bisa begini Ra. I can't do anything without you."
"Well," Dengan sorot mata yang dingin Elsyra menatap Joseph dalam-dalam. "It's over. We're done, Joseph."
"Engga Ra aku gak kuat." Joseph meraih tangan Elsyra kemudian mendekapnya dan kembali terisak. "Kasih aku kesempatan lagi Ra, please.."
Elsyra mendengus. "How funny."
"Ra, aku tau aku salah. Aku tau selama ini aku sering kebawa emosi sama kamu. Aku udah bikin kamu sakit berkali-kali, dan iya aku sadar akan semua hal itu. Tapi sekarang aku ingin memperbaiki semuanya Ra, I want to fix myself —no, rather than that, I want to fix us. Please kasih aku kesempatan terakhir buat buktiin ke kamu kalau aku mampu berubah."
Elsyra memutar bola matanya dengan malas lalu menepis tangan Joseph. "Coba lo hitung nih ya, selama kita pacaran berapa kali lo tampar gue? Selama kita pacaran berapa kali lo pukul gue sampe gue memar? Berapa kali lo jambak rambut gue ketika lo marah sambil teriak-teriak?"
"Gak cuma itu loh. Whenever things didn't turn your way, you always blame me! Cewek tolol, cewek bego, murahan, dan semua kata-kata gak pantes lainnya keluar dari mulut lo! Lo sadar gak sih?!"
"Aku sadar Ra aku salah," Joseph kembali terisak. "Sumpah aku janji bakalan berubah. I'm really sorry for what I've done to you, but please give me one more chance."
"I can't. I'm sorry." Elsyra kembali menatap Joseph dengan dingin. "Sekarang setiap gue ngelihat muka lo, gue gak bisa lepasin bayang-bayang mukanya Micah yang berlumuran darah dari kepala gue. Well, thanks to you that i can hate you even more right now."
"No Elsyra. No no no please... Don't do this to me. I can't do anything without you, so please.."
"Joseph, gue merasa gak pantes lo perlakuin begini." Elsyra menatap Joseph dengan tajam. Raut wajah yang dingin serta nada bicara yang tegas adalah ciri khasnya ketika marah. "Gue jauh lebih menghargai diri gue dari yang lo kira Sep. Dengan cara abusive behavior lo begini, I really really think that you need a professional help. Gue merasa ini bukan tugas dan tanggung jawab gue untuk memperbaiki diri lo." Elsyra mengepalkan tangannya, sekedar menyalurkan emosinya. "Jujur banget nih, selama ini gue juga gak merasa diri gue bahagia pas sama lo. I didn't find anything that I'm looking for in yourself, plus I deserve to be happy as well. So this time, let's end it here already."
Tanpa menunggu jawaban Joseph Elsyra melangkah ke arah kamar, berniat meninggalkan Joseph seorang diri di depan. Tapi bukan Joseph namanya kalau gampang menyerah. Ia meraih badan Elsyra kemudian memeluknya dari belakang.
"It's too bad because I can't let you go." Joseph meletakkan kepalanya di bahu Elsyra. "Aku bakal buktiin ke kamu kalau aku bisa berubah Ra. Setelah aku buktiin ke kamu, baru kamu boleh ambil keputusan buat hubungan kita."
"Kenapa gue gak boleh ambil keputusan sekarang?" Elsyra melepaskan rangkulan Joseph dan kembali menatap tajam matanya. "Enough is enough, you damn psycho! I don't want to have anything related to you anymore!! We. Are. Done!"
"Kamu bisa bilang kita putus sekarang and that's okay, aku terima. Tapi aku bakal tetep buktiin ke kamu kalau aku bisa berubah menjadi lebih baik. Itu final dari aku, terserah kamu mau terima apa engga." Sepersekian detik, Joseph memberikan ekspresi yang sulit ditebak namun kemudian ia kembali memasang senyumnya. "Kalau gitu aku balik dulu ya." Pamitnya sambil mengelus pundak Elsyra sedikit.
Belum sempat Elsyra membalas kata-kata Joseph, dia sudah langsung cabut dari hadapan Elsyra. Apanya yang berubah? Sekarang saja Joseph tetap ambil keputusan sendiri seperti ini tanpa peduli dengan pendapat Elsyra. Haduh...
Dengan tangan yang mengusap wajahnya sendiri, Elsyra membuang napas lega. Setidaknya dia berhasil meyakinkan Joseph untuk mengakhiri hubungan mereka, walau tidak sepenuhnya berhasil.
"Capek banget dah gue." Keluhnya sebelum masuk kembali ke kamar hotelnya.
✨✨✨
1103 words
Sunday, 9 January 2022happy sunday blessed peoplee <333
oiya sekedar mau ingetin aja cerita gue emang lama updatenya karena gue sibuk kuliah dan organisasi :'))) tapi gue janji bakal kelarin cerita ini, walau emang agak lama updatenya huhu..
so please stay tuned guys, gak bakal gue stop kok ceritanya. bakal tetep gue lanjut sampe kelar. but we still have a really looooong waaayy to go menuju ending wkwkwkw jadi take it slow aja yaaa.
the sinner,
mochi <333
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love
RomantizmPastor. Begitu mereka menyebutnya. Pastor adalah sosok pemimpin Imam dalam Gereja Katolik. Seorang Pastor haruslah dekat dengan Tuhan, berbelas kasih, bijaksana dan memegang janji untuk hidup selibat, yaitu tidak menikah dengan wanita manapun. Menja...