Percobaan 30 Hari - Dinda

24 2 1
                                    

Percobaan 30 Hari
adinthinaa

Darl berteriak frustasi, ia merasa kesal, mungkin sedikit emosi, hatinya kacau sebab mengingat perbuatan yang sungguh ia ingin lupakan saja selama-lamanya, tidak ingin ingat, tidak ingin dihantui lagi. Tadi siang, ketika waktu pulang sekolah, melakukan tindakan bodoh yang memalukan hanya demi menarik perhatian gadis yang disukainya.

Berbuat apa saja dengan berbagai tingkah aneh dan kekanakan yang pada akhirnya hanya akan membuat malu dirinya, adalah hal yang Darl lakukan kala jatuh cinta. Terlebih, ini adalah jatuh cinta pertamanya, jatuh cinta yang membuatnya merasa jikalau perasaan yang timbul di hatinya benar-benar nyata. Sebagai seseorang yang selama 15 tahun tidak pernah benar-benar tertarik dengan siapa-siapa, membuatnya nyaris seperti orang gila pada peristiwa menaruh hati saat kali pertama. Duh, perasaan anak remaja yang tengah dimabuk cinta memang sulit dimengerti, ya. Bahkan si pemilik rasa juga sulit mengerti akan keadaan hatinya.

Darl kemudian menepuk-nepuk pelan pipinya, mencoba mengembalikan lagi kewarasan yang sempat hilang. Ia mungkin memang sudah gila sebab berani-beraninya mengungkapkan perasaannya dengan berteriak di depan semua orang, apalagi sampai membuat si gadis cantik kesukaannya memerah pipinya, ia hanya dapat menyesali perbuatannya sambil berlari kencang-kencang meninggalkan area sekolah. Sial, berkali-kali teringat akan kejadian memalukan itu tidak pernah menyenangkan. Tetapi yang lebih sialnya lagi, saat ekspresi terkejut gadis cantiknya terekam kembali dalam kepala Darl, lelaki itu justru mendapati jantungnya tengah berdetak abnormal, lalu bibirnya tidak sengaja menciptakan senyuman. Aneh, ya? Tadinya malu setengah mati, sekarang lalu tersenyum-senyum sendiri. Benar-benar gila!

Darl menghembus napas, melangkah ke arah meja belajarnya, memandangi kertas yang sudah ia tempelkan di sana, tulisan 'percobaan 30 hari untuk memikat gadis impian' yang mendominasi kertas itu. Darl bertekad kuat-kuat, ia pasti bisa mencapai tujuannya.

Hari demi hari sudah ia habiskan untuk menjalankan rencana percobaannya, sampai ia sudah cukup dekat dengan si gadis, Amy namanya. Darl bahkan sudah mulai hapal dengan kebiasaannya, sudah ingat luar kepala. Mulai membersamainya dalam waktu yang lama ketika di sekolah, sampai Amy bahkan terbiasa dan tidak lagi mempermasalahkan.

Siang itu Darl mencari-cari Amy yang sejak pagi belum ia lihat eksistensinya, padahal biasanya, istirahat pertama gadis cantik itu sedang mengisi perut di kantin dekat kelasnya. Setelah kakinya lelah mengelilingi area sekolah yang luas, akhirnya ia menemukan Amy sedang duduk sendirian di kursi penonton lapangan basket yang kosong. Darl bergegas menghampirinya, dan setelah laki-laki itu menyadari kalau Amy sedang menangis, raut wajahnya berubah khawatir dan segera mendudukkan diri di sebelah si gadis, merangkul sembari menepuk pelan pundaknya, menenangkan Amy lalu dengan sabar menungguinya sampai ia tenang, sampai tangisannya mereda.

"Hei, kenapa, hm?" Laki-laki itu bertanya sembari menatap Amy lekat, di wajahnya masih tampak raut khawatir yang kentara.

Tetapi tatapan yang Darl beri begitu jelas menyiratkan bahwa si pemilik sedang menuntut jawaban, Amy yang menyadarinya hanya terkekeh, ia tersenyum manis sekali, sampai membuat laki-laki di sebelahnya terpesona, untuk yang kesekian kali.

Amy menggeleng, "Tidak, hanya sedikit masalah di rumah." Dan setelah mengucapkan kata-kata itu ia lalu mengalihkan pandangan, membuat Darl seketika melepaskan rangkulan, baru menyadari kalau ia ternyata melakukannya tadi.

Laki-laki itu jadi canggung, "Ehm, maaf, hehe." Bertingkah seperti anak-anak yang kedapatan melakukan kesalahan. Tetapi Amy di sebelahnya tidak menoleh sama sekali, dan Darl pikir itu adalah isyarat bahwa ia tidak begitu mempermasalahkan yang sebelumnya terjadi.

"Kau sudah pernah berpacaran sebelumnya, Amy?" Darl sengaja bertanya demi mengalihkan suasana.

"Em, aku belum pernah pacaran. Lagipula aku tidak ingin."

"Ah." Darl mengangguk. "Aku juga belum pernah, baru kali ini juga merasa aku benar-benar jatuh cinta."

Terdiam beberapa saat sampai Darl kembali berucap, "Indah ya, kalau setiap rasa suka seseorang itu terbalaskan. Aku suka kamu, seandainya kamu juga begitu."

"Em? Tahu darimana kalau aku juga begitu?"

"Eh?" Darl terkejut, tentu saja. Amy lalu menatapnya. "Apa yang membuatku tidak suka kamu? Kamu kan lucu, seperti anak kera, hahaha!"  Setelahnya Amy terbahak-bahak, tapi itu indah, Darl senang karena setidaknya ia bisa membuat Amy sejenak lupa akan tangisannya beberapa saat lalu.

"Bercanda." Amy melanjutkan setelah selesai tertawa.

"Kita sepertinya cocok, Darl. Sayang, itu kan arti namamu? Namaku Amy, artinya---" Ucapan itu terpotong, lawan bicaranya yang melanjutkan. "Yang disayang, yang tercinta." Mereka bertatapan, setelahnya sama-sama tertawa.

Kini, kedua manusia itu hanya terdiam sembari menatap ke arah yang sama, lapangan basket yang kosong. Meski tanpa kata, Darl tahu kalau mereka berdua sedang dalam keadaan hati bahagia.

Darl kemudian teringat, lalu berpikir lagi, ini masih percobaan hari ke-21, apa mungkin ia sudahi saja, ya, rencananya, bukannya perasaannya sudah terbalaskan?

End.

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang