Ruang Ujian

20 4 0
                                    

A story by :: Meliamell

•••

Dengan suasana hati yang cerah bak habis mendapat lotre jutaan rupiah. Pasalnya hari ini adalah hari dilaksanakannya ujian akhir semester di sekolahku, bukan karena ujianya yang membuatku bahagia, tetapi karena ujian kali ini kami satu ruangan dengan kakak kelas, kapan lagi sih bisa lihat penderitaan kakak-kakak kelas saat kebingungan tidak bisa menjawab soal. Adik kelas ga ada akhlaq memang.

"Clarisa Gayatri, Clarisa Gayatri, Clarisa Gayatri." Aku terus bergumam mencari mejaku mengelilingi penjuru kelas, dan yah akhirnya aku temukan mejaku yang terletak di bagian pojok ruangan.

"Yah, jadi penghuni bangku pojok dong gue," ucapku sambil menghela nafas panjang. Kecewa tentu saja, bangku pojok tuh biasanya tak pernah lepas dari pantauan pengawas ujian.

Sementara pengawas ujian belum datang, aku membuka kembali materi yang ku pelajari semalam untuk sekedar mengingat.

Beberapa menit kemudian pengawas ujian masuk, dan setelah kusadari ternyata teman-teman terdekatku tidak ada yang satu ruangan ujian denganku. Alamat gak dapet contekan nih ceritanya.

"Sendirian lagi dong gue," gumamku, pasalnya setiap ujian aku tidak pernah satu ruangan dengan teman terdekatku, karena nomor absen kita terpaut cukup jauh.

***

Pulang sekolah adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu, apalagi masa-masa ujian begini. Bel pulang sudah menjadi surga dunia, yang bisa menguapkan semua penat karena ujian yang membuat otak berasap.

"Risa pulang bareng, kan?" Risma bertanya sambil berjalan ke arahku, yang masih berada didepan gerbang sekolah.

"Biasanya juga gitu kan, Ris"

Risma dan aku sering pulang dan berangkat sekolah bersama, mungkin karena komplek perumahan kita sama. Bukan hanya dengan Risma saja, kita biasanya juga bersama dengan Sintia dan Dea.

"Ris, lo satu ruangan sama Kak Anta bukan sih?" tanya Risma.

"Ciee … ada apa nih, lo tanya soal Kak Anta."

"Belakangan gue deket sama Kak Anta, belum lama sih. Lo mau 'kan bantuin gue, gampang kok, lo cuma harus beritahu gue, gimana Kak Anta pas ujian. Mau ya, plis .…" ucapnya dengan memohon.

"Apa sih yang enggak buat Risma."

Jadi mulai besok, gue resmi dong jadi mata-matanya Kak Anta, udah kayak detektif aja gue. Tapi demi sahabat apapun akan gue lakuin, walaupun nyawa harus jadi taruhanya, ya enggaklah bercanda ding.

***

Hari dimana gue menjadi mata-mata Kak Anta pun sudah dimulai. Gue harus selalu pasang mata buat selalu ngawasin gerak-gerik Kak Anta pas di ruang ujian.

Kring

Bel pertanda dimulainya ujian berbunyi.

Oke Risa waktunya menjalankan misi.

Berhubung Kak Anta duduknya di depan, jadi semakin mudah aku untuk mengawasi semua gerak-gerik kak Anta. Setelah melewati satu mata pelajaran, dari yang ku lihat sikap Kak Anta tuh biasa aja, kayak murid apa umunya, gak ada yang istimewa. Kini saatnya masuk ke jam pelajaran yang kedua.

Tiba-tiba kak Anta melihat ke arahku. Apa dia tau ya kalau aku selalu memperhatikanya? Dan tanpa di sangka Kak Anta tersenyum kearahku, astaga mana senyumnya manis banget, duh jadi baper nih aku disenyumimin kek gitu.

"Risa, tutupin tuh jawaban lo!" ucap kakak kelas yang kebetulan satu meja denganku. "Daritadi, dicontek tuh sama anak sebelah," terangnya.

"Iya kak, makasi."

Gara-gara terlalu terbui dengan senyumanya Kak Anta yang kelewat manis, jawabanku jadi ilang dicolong tetangga sebelah. Tapi, tak apalah yang penting udah dapat senyum manis pangeran yang memikat hati.

Tanpa terasa, kini jam pulang telah didepan mata, aku segera membereskan alat tulisku dan bergegas untuk segera pulang.Tetapi teriakan Risma mengurungkan niatku.

"RISA!" Risma berteriak, dan ternyata dia berdiri di ambang pintu.

"Tumben, lo nyamperin gue ke kelas. Biasanya kan, lo nunggu selalu didepan?"

"Mmm … soal Kak Anta gimana? Cerita dong!"

"Kak Anta pas ujian tuh, biasa aja kayak siswa pada umunya. Kalau masalah nyontek sih, udah pasti lah ya. Tapi kasian sih, dia duduknya didepan, depan meja guru pula. Mana temennya yang duduk dibelakangnya tuh, suka banget tau tanya jawaban ke dia, pernah sampai ketahuan pengawas lagi, parah, kan?" Aku bercerita sepajang jalan kenangan.

"Tau tuh, emang parah banget temen-temenya," jawab Risma dengan sangat antusias, bahkan kedua matanya sudah menampakkan binar-binar bahagia.

***

Tak terasa kini waktu seminggu sudah terlewati, dan itu artinya sekarang adalah hari terakhir sekolahku mengadakan ujian, waktu-waktu menegangkan saat mencontek sudah terlewati, tidak akan ada lagi temen yang tiba-tiba datang lalu menghilang—iya, yang datang pas butuh contekan doang, kalau udah selesai ya udah kembali seperti orang asing—dan berarti misiku untuk mema-matai Kak Anta udah selesai.

Seharusnya aku senang dong, misi untuk jadi detektif  dadakan udah kelar. Tetapi kenapa aku merasa ada yang hilang, mana sebentar lagi Kak Anta udah jadi alumni. Kenapa malah kepikiran Kak Anta sih? Jangan-jangan aku udah masuk dalam pesona seoarng Antaka, oh ayolah sadar Risa, Kak Anta udah resmi jadi kekasih temanmu sendiri.

Memang kemarin Risma mengatakan kalau sekarang dia dan Kak Anta sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Tetapi sebelum janur kuning melengkung, masih halal ‘kan ya, untuk ditikung. Sadar Risa apakah kau mau jadi pelakor?

Sebelum keluar dari ruang ujian, ku sempatkan untuk melihat seluruh ruangan sekedar merekam memori saat aku mejadi mata-mata Kak Anta, mungkin itu bisa menjadi memori bersejarah bagiku. Dan ternyata Risma sudah menungguku di ambang pintu.

"Makasi Ma, lo udah ngasi misi berharga buat gue."

"Loh, kan seharusnya yang bilang makasi itu gue?" tanya Risma heran.

Aku tak menjawab dan langsung meninggalkan Risma yang mungkin masih bingung ditempatnya, aku merasa menjadi sahabat yang bodoh karena mengagumi kekasih sahabatnya sendiri.

TAMAT

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang