Malam itu ditempat (krisar, dipisah, di tempat ✓) yang redup dan samar-samar terlihat pemuda-pemudi sedang bersenang-senang untuk melepas kegundahan hati. Suasana disitu ramai tidak seperti biasanya. Disudut ruangan ada empat laki-laki tampan, tapi satu diantara ( di antara ✓) mereka tidak suka berada ditempat itu. Dia berada disini karena temannya yang memaksa mengajaknya ke tempat ini, agar dia segera melepas status jomblonya. Padahal ia tidak mempermasalahkan status jomblonya.
“Tan, Aku pulang ya ?" kata Arva.
"Ngapain pulang? udah jauh-jauh ke sini," ujar Sultan.
"Aku nggak nyaman ditempat ini," jawab Arva dengan wajah muram.
"Dinikmatin aja lah Va," sahut Arif.
"Nanti lo habis dari sini, pasti nggak lama lagi pacaran," lanjut Arif.
"Malas melihat cewek-cewek yang ada disini, aku nggak suka," ucap Arva.
"Lo kan baru datang sekali ketempat ini, makanya lo sering kesini, pasti nanti lo terpikat sama cewek-cewek disini," kata Rafi.
"Ah lo itu ngajarin anak polos yang nggak-nggak," ucap Sultan sembari tertawa.
Tiba-tiba tidak jauh dari mereka duduk terdengar suara gaduh yang membuat mereka terkejut. Disana terdapat dua perempuan, yang satu perempuan dengan penampilan sopan, dan yang satunya dengan penampilan yang kurang sopan.
"GUE BILANG NGGAK MAU YA NGGAK MAU"
"Kakak capek Nin, kakak harus bilang apa lagi ke kamu biar kamu percaya sama ucapan kakak," ujar sang kakak dengan frustasi.
Arva dan teman-temannya terkejut melihat kegaduhan itu, kemudian mereka mendekati tempat itu. Ia terkejut melihat wanita yang telah ia kenal sebelumnya disini.
Lho kok Nindy, tapi dulu dia tidak berpakaian seperti itu, batin Arva
"Kakak nggak usah ngomong lagi, gue udah muak," ujar Nindy.
Setelah itu ia keluar meninggalkan sang kakak yang masih dalam keadaan bercucuran air mata dan frustasi.
"Duh cakep-cakep amat tuh cewek, pasti ngerebutin gue nih," ucap Arif dengan pede.
"Mereka kenal lo aja kagak," balas Sultan.
"Yang cewek tadi bodynya mantap gila," kata Rafi.
Kemuadian Arva menuju tempat itu, dan ternyata benar itu Nindy. Perempuan yang pernah memikat hatinya dua tahun yang lalu. Arva mendekat dan melepas jaketnya, lalu memakaikannya di pundak perempuan itu. "Malam-malam cewek nggak baik pakai baju terbuka kayak gini."
"LO SIAPA BERANI SENT---," ucapan Nindy terpotong tatkala melihat orang yang memakaikannya jaket.
"LO," lanjut Nindy dengan terkejut, "kenapa lo disini?"
"iya ini aku," jawab Arva.
"Apa yang terjadi pada dirimu saat ini? jangan menangis," lanjut Arva sembari menghapus air mata Nindy.
"Gue udah capek, muak sama keluarga gue. Gue pengen seperti anak-anak yang lain yang punya keluarga utuh, dan bahagia. Setiap gue pulang ke rumah, rasanya itu bukan lagi rumah," ungkap Nindy sembari menunduk memegang kepala.
Arva memegang bahu Nindy, lalu menghadapkan ke arahnya. "Udah nggak usah sedih lagi, orang diluaran sana banyak yang punya masalah lebih dari kamu, kamu bisa mencari solusinya dengan kepala dingin, dan kamu punya orang-orang yang sayang sama kamu."
“Nggak ada yang sayang sama aku Va, aku nggak punya teman, bahkan keluarga."
"Itu semua nggak bener Nin, ada orang yang sayang sama kamu, dia nggak mau kehilangan kamu."
"Nggak ada Va."
"Ada Nin." Nindy menatap Arva dengan penuh tanya.
Arva menghela napas panjang, dia memberanikan diri untuk meneruskan kata-katanya. "Aku orangnya."
"Lo pasti bercanda."
Arya berdiri, lalu berjongkok di depan nindy sembari memegang kedua tangannya.
"Aku belum pernah mencintai seorang perempuan selain ibuku, dan untuk pertama kalinya wanita hebat yang berada dihadapanku ini berhasil memikat hatiku. Aku mencintaimu, tapi aku ragu mengatakan hal itu, karena aku merasa bahwa aku bukanlah tipe orang yang cocok denganmu. Will you my girlfriend? jika kamu tidak suka kepadaku tolaklah aku, aku tidak ingin ada kata terpaksa dalam hubungan ini."
Nindy hanya diam terpaku, kemudian perlahan Arva melepaskan tangannya.
Nindy meraih kedua tangan Arva sembari berkata, "Yes, I will. Jujur, gue juga cinta lo."
Nindy terharu, bagaimana tidak? laki-laki polos yang telah dikenalnya 2 tahun yang lalu kini menjadi kekasihnya.Ternyata masih ada orang yang mencintainya dengan tulus, Nindy benar-benar bahagia, seperti ia menemukan kembali kebahagiannya setelah sekian lama hilang. (Setelah tanda tanya, lanjut pakai kapital)
"Aku akan selalu disampingmu dalam keadaan susah dan senang, kita jalanin hari-hari kita dengan kebahagiaan, aku nggak mau melihat air mata ini membasahi pipi bidadariku," kata Arva sambil menyentuh pipi Nindy. Nindy tersenyum sembari mencubit pinggang Arya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Kepala Yang Kehilangan Tubuh
Short StoryKumpulan tugas cerita pendek Mi Casa