Sang lelaki berambut pirang - Zafina

5 0 0
                                    

Sang lelaki berambut pirang
By: Zafina Auliyaa Rimadani
Taniya Rahmawati, itulah namaku. Aku berumur 15 tahun, uh, sebenarnya aku akan berulang tahun ke 16 minggu ini, ya seperti itulah. Aku hidup bersama nenek dan kakak tiriku yang tercinta di kampung luas nan indah ini. Salam kenal.
GEDUBRAK! "Oooow ow ow! Mengapa sekarang, argh!!" Aku terjatuh ke dalam sawah, kebayaku berlumuran lumpur dan aku berbau tidak enak, seandainya saja aku berjalan mengahadap ke depan.
Ckreek! Suara jepretan kamera terdengar di kejauhan.
"Argh, siapa itu!" Aku pun buru - buru membenarkan baju kebayaku dan langsung berdiri sembari mengangkat rok kebayaku selutut. "Oh maaf - maaf, sepertinya aku memfoto mu secara diam - diam," Jawab sang lelaki dari kejauhan itu. Dia tampak mengenakan kemeja blouse biru dan celana putih . Saat itu sore menjelang malam, jadi aku tidak terlalu bisa melihatnya dengan jelas "Hey hentikan!" Aku mulai berlari menuju sang lelaki, namun dia tidak berlaku selayaknya anak pada biasanya, pada umumnya anak seumuranku berlari menjauh, namun dia hanya berdiri diam tidak bergeming. "Nona maafkan aku, ini fotomu, kau terlihat lucu disitu." Tanpa basa basi ku tampar mukanya. "Terimakasih, namun apa - apaan?!" Ku rebut kamera miliknya dan ku lihat, "Tidak jelek, namun mengapa memfotoku?!." Dia pun tersenyum dan memberikanku selembar cetakan foto tadi. "Ambilah, anggap saja ini ungkapan perminta maafanku untukmu, lagipula aku memfotomu karena kau terlihat cantik." Dan sang lelaku berambut pirang itupun pergi meninggalkanku tanpa sepatah katapun. Laki - laki memang aneh
Keesokan harinya aku pergi ke tempat yang sama untuk menemui sang lelaki tersebut, namun ia sepertinya tidak datang. Aku pergi ke lokasi dimana aku jatuh ke dalam sawah sama persis seperti kemarin, bahkan waktu yang sama. Tiba - tiba ada suara dari arah kiri bahuku, "Kau terjatuh ke sawah lagi?" Ucap sang lelaki pirang tersebut selagi tertawa. "Siapa namamu?" Aku bertanya balik kepadanya tanpa memandangnya. "Alfred, namaku Ghirga Alfred, kalau nona?" Namanya terdengar asing untukku, sepertinya ia bukan orang sini."Taniya, Taniya Rahmawati." Ucapku dengan nada datar.
Aku dan Alfred duduk bersebelahan sembari memandang cakrawala sore hari di pinggiran sawah tanpa mengobrol. Tiba - tiba Alfred menyanyakan sesuatu kepadaku, "Ya, aku bukan orang sini." Kemudian Ia memberiku selembar postcard bergambarkan kincir angin dan bunga tulip. "Aku sebenarnya orang Belanda, aku ke Indonesia hanya untuk berlibur musim panas bersama keluargaku disini." Aku melihat ke belakang postcard dan melihat nomor telefon. "Jadi... karena musim panas akan berakhir, aku akan kembali ke Belanda, dan aku tidak mau pertemanan kita berakhir." Sang lelaki berambut pirang itu berdiri. "Kau beda dari yang lain, perempuan lain selalu terlihat anggun dengan kebaya miliknya, sedangkan kau... kau berbeda." Aku pun menatapnya dengan sinis. "Berbeda? Apa maksudmu itu dengan 'berbeda'?" Lelaki Belanda tersebut menghela nafasnya, "Maksudku bukan begitu Nyonya Taniya, aku suka dengan perilaku milikmu." Ia menatapku sembari menunjukan nomor yang berada di belakang postcardnya. "Kalau bisa... kapan - kapan kau menelfonku ya." Jarinya menekuk seperti mengisyaratkan untuk menelfonnya. Cih, apakah dia tidak tahu harga menelfon di sini mahal? Dasar orang Belanda!. "Akan kuusahakan, jadi kapan kau akan pulang ke Belanda?" Dia menjawab. "Besok, aku akan pulang ke Belanda besok dengan kapal."
Langit mulai menggelap dan terdengar suara ibu - ibu dari belakang kami. "Tuan Alfred! Kemana saja kau! Madam Hellen mencarimu kemana - mana!" Ia terlihat seperti pembantu Alfred dan ku tebak Madam Hellen adalah ibunda Alfred. "Baik nyonya Bonnet, Nona Taniya aku akan berkunjung kemari setiap musim panas, jangan lupakan aku." Ia melambaikan tangan sembari tertawa canggung kepadaku selagi tangannya ditarik oleh pembantunya.
Karena aku iba dengannya, jadi ku temani kepergiannya ke pelabuhan tempat ia pulang. "Nona Taniya, tidak kusangka kau akan menemaniku jauh - jauh kesini, maafkan aku jika aku mebuatmu keberatan, akan kuberikan sekuncup bunga tulip kepadamu sebagai hadiah perpisahan kita." Lalu Alfred pun menaiki kapal dan melambaikan tangannya sebagai tanda berakhirnya pertamuan kami berdua tahun ini. "Bye bye! Nona Taniya bye bye!" Aku pun berfikir. "Hm, boleh juga."

Tidak kusangka itu 10 tahun yang lalu yang berarti aku dan Alfred sudah berteman selama itu. Tidak terasa juga jika kita berdua sudah berpacaran sejak 2 tahun yang lalu, waktu berjalan begitu cepat. Dia melamarku selagi ia sedang sakit, betapa anehnya.
Cekrek!
"Hey!"
"Oh maaf, sepertinya aku memfoto mu secara diam - diam, lagipula kau terlihat tampan disini Alfred, haha."
"Inilah mengapa aku mencintaimu, Taniya."

-The end-

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang