Perpisahan

20 4 0
                                    

A story by :: Gitapuspitadara4698

•••

Apa yang kalian ketahui tentang perpisahan? Pergi, tidak lagi bersama. Itulah yang dialami oleh gadis kecil kelas 4 sekolah dasar. Bukan tentang ia yang ditinggalkan kekasih, bukan tentang ia yang ditinggalkan sahabat. Namun saat kedua orangtua nya tak lagi bersama, menjauh dan pergi.

Tanpa mereka ketahui gadis kecil itu menangis tiap malamnya, berharap semuanya hanya bunga tidur. Walau tak ada adu mulut, tak ada pukulan namun hanya saling diam. Perang dingin dimulai.

Gadis kecil yang bernama Dara Azzahra sangat teramat terpukul. Karena ada wanita penggoda yang menghancurkan keluarga ayah ibunya. Seperti malam ini Dara tak melihat ayahnya ia hanya melihat ibunya yang sedang menahan air mata yang ingin keluar. Dara si gadis kecil hanya bisa murung, memeluk guling kesayangannya. Ia hanya berceloteh tentang kenapa ayah dan ibunya saling mendiami satu sama lain. Tak ada yang peduli dengan Dara. Ia hanya bisa memakan nasi dan garam jika ibunya memang memasak nasi. Jika tidak memasak terpaksa Dara hanya minum air putih sampai kenyang.

Sampai hari itu terjadi dimana dengan resmi Ibu Dara menyatakan cerai, Ayah bahkan hanya diam tak menyahut perkataan Ibu Dara. Di pagi hari Ibu Dara langsung mengemasi barang-barangnya. Dara pun di perintah sang Ibu bahwa dirinya harus pergi bersamanya. Hati Dara tersayat namun tak ada darah. Ia ingin menangis namun apalah daya setiap hari ia menangis tapi tidak kali ini. Dirinya harus tegar, dirinya harus menuruti kemauan sang Ibu.

Akhirnya mereka pergi ke rumah Nenek dan Kakek. Orang tua Ibu Dara tahu apa yang telah terjadi pada rumah tangganya. Ibu Dara langsung bersujud di telapak kaki Nenek dan Kakek untuk meminta maaf. Dara hanya bisa diam menundukkan kepalanya. Sampai ada seorang anak laki-laki yang mengajaknya bermain.

Dara pun menyetujui keinginan anak laki-laki itu. Ia bermain namun tanpa mimik kebahagiaan. Kebahagiaannya telah direnggut oleh wanita penggoda itu. Ibu serta Ayahnya telah berpisah. Dara melihat ke arah anak laki-laki itu, ia melihat banyak sekali raut kebahagiaan yang terpancar. Sedangkan dirinya?

Dara menunduk seraya meratapi kehidupannya. Dirinya masih kecil tapi mengapa kejadian ini harus terjadi? Mengapa saat semua orang berbahagia dirinya tidak? Sungguh semua itu membuat hatinya kembali teriris.

"Kamu kenapa?" tanya anak laki-laki itu. Dara menggelengkan kepalanya. Dirinya tak ingin menceritakan apa yang sedang ia alami saat ini.

"Mengapa diam? Aku tanya sekali lagi kamu kenapa?" Sungguh Dara sangat jengkel kepada anak laki-laki dihadapannya ini. Apakah ia tidak bisa melihat bahwa dirinya sedang bersedih? Lalu mengapa ia terus saja bertanya.

Dara tidak menjawab, lalu ia pergi dari hadapan anak laki-laki itu menuju rumah sang Nenek.

"Dara kamu dari mana nak?" tanya sang Ibu. Mata Dara berkaca-kaca saat melihat Ibunya. Dara pun memeluk erat sang Ibu. Ia menangis sejadi-jadinya. Dosa apakah yang Dara tanggung saat ini.

"Hey, mengapa kamu menangis Dara? Coba cerita sama Ibu?" tanyanya kembali. Dara mengangguk dan mulai bercerita diiringi segukan akibat tangisnya tadi.

"Bu, kenapa Ibu sama Ayah berpisah? Apakah Ibu sama Ayah gak sayang sama Dara? Apakah ibu dan Ayah tidak pernah memikirkan perasaan Dara? Dara tahu Ayah selingkuh di belakang Ibu tapi Dara mohon bu, Ibu harus mendengarkan penjelasan Ayah dulu," ujar Dara.

"Dara sayang, dengerin ibu ya. Ibu sangat sayang sama Dara. Tapi Ibu gak berjanji jika harus bersatu kembali dengan Ayah kamu."

Duarr.

Sungguh diluar ekspetasi Dara. Ia tidak bisa menyatukan kembali Ayah dan Ibunya. Dara kembali menangis tapi kali ini ia berlari menuju kamarnya. Dara bertekad untuk tidak menangis lagi. Ia akan tunjukkan kepada semuanya bahwa dirinya baik-baik saja saat dihadapan mereka.

***

4 bulan berlalu. Dara baru saja pulang dari sekolahnya. Semua orang yang berpapasan dengan Dara selalu menyapa Dara dan Dara pun hanya mengulas senyum manisnya.
Semua orang tidak tahu apa arti dari senyuman itu. Senyum manis yang selalu terukir di wajahnya adalah senyuman pahit, sakit, perih, terluka.

Dara telah sampai di rumah Neneknya dan menyalimi tangan Neneknya. Ibu? Ibu Dara pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di luar kota. Ibunya pergi 2 bulan lalu karena dirinya harus membiayai keperluan Dara yang banyak.

Dara mengehela nafasnya berat. Sungguh kehidupannya sangat kejam. Anak kecil yang harus menerima orangtuanya berpisah. Dara mengganti seragamnya dengan baju khas anak-anak.

"Dara, ayok kita makan. Nenek sudah buatin makanan kesukaan kamu," ucap Nenek Dara.

Dara pun menghampiri sang Nenek di ruang makan. Ia mengulas senyum manisnya lagi di depan sang Nenek.

"Assalamualaikum." Suara lembut yang sangat Dara kenali. Dara langsung saja mendongakkan kepalanya. Matanya kembali berkaca-kaca, senyum hangat tanpa kepedihan dan rasa sakit mulai menghilang.

Dara berlari dan langsung mendekap kedua orang yang sangat Dara sayangi. Tangisannya pecah, ia senang dan bercampur haru.

"A ... ayah, I ... ibu Dara sayang kalian berdua," ujar Dara segukan.

Ya kedua orang itu adalah Ayah dan Ibu Dara. Sebenarnya Dara bingung dengan keberadaan Ayahnya sekarang namun sekali lagi ia tak peduli. Ia hanya peduli tentang bersatunya kembali Ayah dan Ibunya.

"Iya Dara, Ayah dan Ibu sudah rujuk. Maafkan Ayah karena Ayah telah menyakiti perasaan Dara, maafkan Ayah karena Ayah telah menyakiti perasaan Ibu kamu. Maafin Ayah sayang." Ayah Dara memeluk Dara erat.

Mungkin dalam kata perpisahan tidak ada kata kembali. Tapi jika seseorang yang sangat berarti baginya pergi ia akan berjuang mati-matian untuk kembali, kembali bersatu, kembali bersama. Itulah yang dialami oleh seorang anak kecil 4 sekolah dasar. Saat perpisahaan itu terjadi kini ia kembali bersama. Bersama dalam kata keluarga lengkap.

Tamat

Bukan Kepala Yang Kehilangan TubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang