"Udah ih, jangan kek anak kecil. Pada nangis, bukan perpisahan terakhir kali." Ujar Zefanya pada Khaibar yang sedang meneluk Inara.
"Namanya juga sahabat." Lirih Inara sewot. "Lo aja nangis tadi kan pas gua peluk!" Sindir Inara menggoda.
"Haih, gua ga separah itu kali." Ujar Zefanya memutar mata.
"Udah-udah, yang penting semua sehat. Jaga kesehatan yah nak, sering kabarin Mamah sama Abang, jangan lupa makan, tidur yang cukup, Mamah sayang kamu. Doa Mamah ga bakalan ninggalin kamu. Jangan lupa Sholat juga!" Ucap Daisy, mengelus puncak kepala Inara lembut, lalu memeluknya dan mengecup dahinya. Tanpa sengaja butiran air jatuh dari pelupuk matanya. Inara mengusap air itu, lalu memeluk Mamahnya itu erat.
'Penerbangan Untuk pesawat Sport Air akan di lepas landaskan 5 menit lagi, di mohon untuk para penumpang pesawat untuk segera stay dan Take off di area Pesawat untuk persiapan penerbangan'
Siaran itu menandakan pesawat Inara akan segera lepas landas. Daisy melepaskan pelukannya dan mencoba untuk tegar.
"Ayoo, waktunya kamu berangkat. Jangan sampe kamu ketinggalan pesawat. Inget kata-kata Mamah!" pesannya tak kuasa menahan rasa sedih untuk melepas putrinya. Inara menangguk dan memeluk Abangnya yang berdiri di samping Daisy.
"Jangan nakal-nakal. Inget kata Mamah! Abang bakalan sering telfon Ina biar kangen terus sama Abang, terus ngebet pen balik karna ga betah. Hahaha." Goda Syevan melepas pelukan Inara. Inara hanya menangis, lalu dia menjauhi keempat orang yang dia sayangi dengan koper-koper miliknya. Inara masih terlihat sendu saat pergi. Namun, Daisy berusaha untuk kuat dan menahan tangisnya. Dia berusaha tersenyum agar Inara tak terlalu memikirkannya. Setelah Inara sudah sangat jauh, air mata Daisy tak berhenti mengalir. Syevan mencoba untuk menenangkan ibunya dengan memeluknya.
"Mah, udah jangan sedih kek gini. Doain Inara sukses, jangan tangisin." Ujar Syevan menenangkan.
***
'Pesawat akan lepas landas, Untuk para penumpang harap tenang dan alat elektronik di matikan untuk sementara, terimakasih.' Ucap Pramugari cantik dengan gaya anggunnya.
Inara duduk di sebelah kaca pesawat yang menampakkan langsung pemandangan langit. Dia menatap ke arah kaca dengan wajah sedih.
"Kalo emang niat pengen sukses, gausah sedih jauh dari orang yang kita sayang." Ucap orang yang duduk di samping Inara. Ya, Inara tidak tau siapa yang duduk disampingnya. Dia melihat orang itu aneh.
"Kenapa bak? Kok liatin saya?"
"Aiman." Jerit pelan Inara. Sampang orang di sekitarnya memandang ke arah mereka berdua.
"Shuuuuuuut, jangan berisik. nanti lo di usir tau rasa."
"Kok bisa satu pesawat?" tanya Inara bingung.
"Adadeh, kepo." Ledek Aiman. Inara berdecak kesal dan memutar matanya malas.
***
Flash back on....
"Jadi, Lo berangkat hari ini?" Tanya Khaibar.
"Yaa, nanti malem penerbangannya." Ujar Aiman.
"Waiiiiit, berarti barengan dong sama sahabat lo Bar." Ujar Danendra
"Inara." Tebak Aiman.
"Yess,"
"Gue boleh minta sesuatu ga ke lo?!" Pinta Khaibar sambil menepuk pundak Aiman lembut.
"Apa?"
"Selama lo disana, dan deket sama Inara. Tolong jagain dia, jangan biarin dia banyak pikiran." Pinta Khaibar.
"Lo suka sama Inara?" Tanya Aiman
"Udah lama, makanya Khaibar ga pernah tertarik sama cewe lain selain Inara." cetus Danendra. Aiman terkejut mendengar hal itu.
"Kenapa ga lo utarain?"
"Inara ga mau punya hubungan lebih selain sahabat. Inara juga terobsesi buat ngeraih impiannya jadi seorang Arsitek sama seorang interpreneur terkenal. Dia pen buktiin ke ayahnya kalo perempuan itu ga lemah." Jelas Khaibar.
"Ayah Inara kenapa?" Tanya Danendra.
"Selingkuh."lontar Khaibar. Danendra dan Aiman terdiam.
"Maka dari itu, Inara ga percaya sama omongan gombal cowo atau janji atau apalah itu. Dia ngerasa semua cowo itu sama-"
"Inara butuh waktu untuk melihat kenyataan bahwa ga semua cowo punya sifat brengsek itu." Potong Aiman.
Danendra mengangguk setuju atas ucapan Aiman.
"Terus, selama ini gue gagal buat Inara percaya? Tapi, gapapa lah. Kalo emang Inara jodoh orang lain. Semoga jodoh Inara adalah ello!" Cetus Khaibar.
"Apaan lo,Tiba-tiba bilang gitu. Ga lucu, jangan coba-coba ngelawan takdir." Ujar Aiman mengingatkan.
"Yaudah lah lupain. Intinya, gua minta banget pertolongan lo. Tolong jagain Inara, jangan sampek dia frustasi atau kecapean lagi. Sehari sebelum kelulusan Inara jalan sama gue, Dia pingsan waktu itu. Gua pikir dia cuman kecape'an, ternyata mentalnya juga lagi sakit. Dia butuh psikiater, tapi dia gamau. Cuman gue yang tau soal ini, keluarga Inara ga ada yang tau. Sekarang kalian juga tau, tolong jagain rahasia ini." Mohon Khaibar tulus. Aiman dan Danendra langsung merasa terharu karena-nya.
"Oke. Gue turutin semua permintaan lo. Tapi, lo ga boleh sedih. Gue bakalan kasih tau detail keseharian Inara. Oya, Inara tinggal di hotel kan, atau di apartemen?"
"Apartemen. Lebih jelasnya, gue kirim alamatnya ke lo nanti lewat chat."
"Oke." jawab Aiman setuju. Khaibar pun tersenyum tipis, diikuti oleh kedua temannya yang ikut bahagia.
"Oya, kalian lanjut kemana?" Tanya Aiman tiba-tiba, keduanya diam berpikir.
"Gua lanjut ke militer." Ujar Khaibar. "Tapi, sambil kuliah di UI." Sambungnya lagi sumringah.
"Gua lanjut mondok lagi." Cetus Danendra kesal. Khaibar dan Aiman saling melirik.
"Kok bisa?"ujar mereka bersamaan.
"Abah gue maksa. Padahal gue kan udah gede, umur gue aja yang masih muda. Apalagi udah dari kecil gue di kurung di penjara suci. Sekolah SMA aja gue masih sambil mondok. Kemungkinan sekarang bakalan pindah ponpes." Jelas Danendra.
"Mondok di ponpes mana sekarang?" Tanya Aiman lagi.
"Ponpes keluarga lo."
"Pfffffffft, Hahahaha." Kali ini Aiman dan Khaibar tertawa bersama.
Danendra memutar mata malas"Kan, ketawa. Emang dasar ga ada akhlak." Ketus Danendra kesal.
"Jadi lo mondok di ponpesnya Abi, pffft." Ujar Aiman menahan tawa.
"Tapi," ucap Danendra gantung.
"Tapi apa?" Tanya keduanya penasaran.
"TAPI BOONG, HAYYUK... HAHA KENAAAAAA" teriak Danendra puas mengerjai kedua temannya. Aiman dan Khaibar langsung berubah menjadi kesal dan menjewer kedua telinga Danendra.
"A-Awwww sakit kampret." Jerit Danendra.
"Makanya orang nanya serius malah main-main."
"Ehe, becanda doang kaliiiiii. Nanti, tegang tuh otot-otot wajah yang ganteng kalo sering serius." Goda Danendra.
"Mau gue pukul?!" Ujar Khaibar menampakkan kepalan tangan kepada wajah Danendra.
"Ampun deh bang. Jangan malak saya dong, ehehe" ujar Danendra cengengesan mengangkat kedua tangannya.
"Hahahahahaha" mereka bertiga pun tertawa bersama.
Flash back off...
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimum (AiRa) (End)
Random"Aighaaaaaaaam!" Teriak Chaira frustasi. Melihat Aigham tidur disaat belajar bersama di rumah Chaira. "Parah sih Aigham." Lirih Zefanya tersenyum miris. Chaira menggoyangkan tubuh Aigham yang tidur di atas buku. "Banguuuuuuuun." Aigham masih saja...