*GRUB APAANSII*
Inaaaaa:'Woyyyyy..gue mau berangkat niiiiii masak blom ada yang ksini.'
Zefaaa:'OTW'
Anda:'OTW'
Inaaaaa:'OTW.... nyatanya otw mandi'
Anda:'Gue udah siap makek motor niiii'
Zefaaa:'you know lah gue... OTW masang lip glos"
Anda:'Hah.. ngakak..hahaha'
Inaaaaa:'udah jam berapa woyyyyy... 2 jam lagi gua harus udah stay di bandara. Gue cuman pen melepas rinduuuu.'
Anda:'tenang.. bentar lagi gue berangkat.'
Inaaaaa:'Terbaeeeeeeek, Zefa mana weh?'*************
"Bund, Chaira berangkat dulu yah, kerumah Inara." Pamit Chaira kepada Megan selaku ibunya.
"Hati-Hati, Ndooook. Cepet balik toh! Jangan terlalu malem. Oke." Ucap Megan di ambang pintu rumahnya. Chaira menunjukkan jempolnya kepada Bundanya itu, lalu mengangguk. Chaira langsung menarik pedal gas sepeda motornya dengan kecepatan normal, meninggalkan megan yang menutup pagar rumahnya.
Lima menit dalam perjalanan kerumah Inara, Chaira berhenti mendadak dan meminggir kan motornya. Untungnya jalan diwaktu itu tidak terlalu ramai. Dia berhenti karena melihat seseorang yang tidur di pinggir jalan. Dia mengira orang itu sedang mabuk dan pingsan di pinggir jalan.
"Haduuuh, kalo banyak masalah tuh, Sholat." Ujar Chaira heran. Dia mencoba melihat wajah orang itu. Setelah membuka kain hitam yang menutupi Wajah orang itu. Mata Chaira melebar setelah melihat sosok yang ia kira sedang tak sadarkan diri karena mabuk, ternyata tengah tak sadarkan diri dengan keadaan babak belur. Wajahnya penuh luka lebam, parahnya adalah darah yang tak berhenti mengalir dari dahinya yang mungkin bocor karena benda keras. Chaira menutup mulutnya yang dari tadi terbuka karena kaget.
"Aigham." Tukasnya kaget. Dia mencoba untuk mengatur pernafasannya, agar bisa terkontrol. Chaira melihat sekeliling. "Toloooong, Tolooooooooong." Teriak Chaira panik. Mengundang beberapa masyarakat sekitar, mereka berdatangan dan membantu. Ada yang sedang menelfon Ambulan dan ada yang membantu Chaira untuk menghentikan pendarahan di kepala Aigham. Tak lama, setelah itu Ambulan datang. Mereka menggotong Aigham cepat untuk masuk ke dalam Ambulan.
Karena keadaan mendesak dan sangat membutuhkan perawatan dengan cepat. Ambulan itu melaju cepat dan tak menaati rambu lalu lintas. Ambulan itu sampai di Rumah sakit. Membawa tubuh kekar Aigham yang kini tak berdaya tidur bersimpuh darah di kepalanya. Chaira mengikuti perawat itu dari belakang. Sampai akhirnya, Chaira harus berhenti di depan pintu bertanda baca UGD.
"Lo kenapa sih Gham,?" Lirih Chaira khawatir. Tangannya dingin. Dia lupa jika sekarang sahabatnya akan meninggalkannya.
***
"Padahal, Chaira yang bilang otw kesini. Kenapa jadi elo yang dateng Bar." Ujar kesal Inara melihat Chaira belum datang. Zefanya sudah sejak 3 menit yang lalu sudah stay dirumah Inara. Inara menunggu kedatangan Chaira yang tadi sudah bilang akan berangkat. Namun, tak kunjung muncul. Yang muncul malah Khaibar dengan sekotak coklat dan bucket boneka juga silverqueen
"Coba lu telfon Chaira." Ujar Zefanya menyarankan.
"Emang, dia belom dateng?" Tanya Khaibar.
"Belom. Dia bilang udah otw. Chaira kalo udah bilang gitu, berarti dia udah berangkat. Tapi sekarang dia otw nya kemana coba?" Jelas Inara.
"Mending lo telfon aja. Mana tau macet." Ketus Khaibar sadar. Inara langsung merubah raut wajahnya heran sekaligus tak habis pikir.
"Please lah, lo pikir ini Jakarta jam 9? Ini udah malem, rumah Chaira juga ga terlalu jauh." Ketusnya sewot.
"Gue kan bilang, Telfon tu anak!" Pinta Zefanya lagi mengingatkan. Inara mengangguk, lalu mengambil ponsel dari tas selempangnya. Mencari kontak nomer yang bernickname Chairan. Lalu menekan ikon bergambar telfon seluler berwarna hijau. Tak lama hanya 5 detik Inara menunggu Chaira langsung menjawabnya.
"Halo, Assalamu'alaikum In?!" Sapa Chaira di seberang.
"Wa'alaikumussalam. Lu kemana cobaaaa Chaira! Gue nunggu lu dari tadi." Tukas Inara khawatir dan panik.
"M-maaf, udah buat lu nunggu. Saudara gue kecelekaan pas gue berangkat tadi. Jadi, gue harus bawa dia kerumah sakit." Ujar Chaira beralasan.
"APA?! Adek lo kecelakaan Ra!" Teriak Inara kaget,4 membuat Zefanya dan Khaibar ikut panik.
"Kecelakaan? Siapa?" Tanya Khaibar melirik Zefanya. Zefanya menaikkan kedua bahunya tak paham.
"Gue kerumah sakit sekarang." Ujar Inara terburu-buru.
"E-eh, gausah In. Nanti lo ketinggalan penerbangan. Tenang, udah ada gue sama bunda. 'Toh adek gue dah meningan. Mending lo fokus sama penerbangan lo. Maafin gue ga bisa nemenin lo, tapi gue bakalan terus doain elo. Jadi, gausah khawatir. Oya, untungnya bingkisan gue Zefanya yang megang. Jadi, tetep kesampean pesen gue sama titipan gue. Lo yang semangat ya! Doain gue bisa kuliah di Harvard juga oke!" Jelas Chaira, Inara sudah cukup tenang. Namun, bukan Inara kalau tak bisa berpikiran banyak. "Kok diem? Udah In, jangan banyak pikiran karna gue. So, gue baik-baik aja. Cuman saudara gue yang kecelakaan. Udah deh buang pikiran negatif lo. gini aja, kalo udah sampek di bandara, minta Zefanya buat vidcall gue. Gimana?" Ujar Chaira menenangkan lagi. Chaira mengerti kekhawatiran sahabatnya itu tinggi.
"Okeeeee. Tapi lo janji sering kabarin gue! Siapapun yang gue tinggalin harus sering kabarin gue." Jawab Inara meyakinkan diri sendiri.
"Iya Inaaaaa. Udah tenang aja. Gue matiin dulu yah dokter udah keluar dari ruangan adek gue. Bye, Assalamu'alakum." Chaira mengakhiri percakapan itu lalu Memutuskan hubungan selulernya, setelah mendengar jawaban salam dari Inara.
"Wa'alaikumussalam." 'Tut,tut,tut' panggilan itu terputus.
"Siapa yang kecelakaan?" Tanya Zefanya.
"Adeknya Chaira." Jawab Inara sedih.
"Innalillahii," kaget Zefanya spontan menutup mulutnya.
"Udah-udah jangan terlalu khawatir kek gini. Menambah pikiran trus jadi makin panik, yang penting Chaira gapapa 'toh udah dibawa kerumah sakitkan?" Saran Khaibar, memberi sedikit ketenangan agar penyakit Inara tak kambuh lagi. Inara mengangguk-anggukan kepalanya untuk respon pertanyaan Khaibar. "Nah, kan. Soo, udah gausah panik. Disana udah ada yang lebih ahli. Kalian disini punya tugas yang lebih penting. Nanti, gue sama Zefanya bakalan jenguk adeknya Chaira. Intinya, Chaira baik bukan dia yang kecelakaan, Dan ga guna kalian panik. Adeknya Chaira dalam perawatan medis yang di lakukan oleh dokter ahli. Jadi, fikirin apa tujuan kalian sekarang. Chaira bisa melakukan ini tanpa kalian. Dia bebat, kalian tau itu." Ceramah Khaibar. Inara dan Zefanya hanya tersenyum getir karna panik. Tapi, ceramah Khaibar ada benarnya. Mereka pun mulai tenang dan bersiap untuk berangkat.
"Oh iya, ini ada bingkisan dari gue sama Chaira. Jaga sama rawat yee.. cocok buat lu. Jangan di buka sekarang, buka nanti pas lu udah ada di penginapan. Oke!" Ujar Zefanya menyodorkan bingkisan besar entah apa itu isinya. Sebab Zefanya tak mengizinkan Inara untuk melihatnya.
"Makasiii.. titipin salam gue buat Chaira juga." Ucap Inara haru memeluk Zefanya lembut. "Chaira bilang pas di bandara nanti, lu vidcall dia yah." Pinta Inara pada Zefanya. Zefanya mengangguk meng-iyakan.
"Inara, ayok mobilnya udah siap nih." Ajak Daisy pada anaknya itu. Setelah menghangatkan mobilnya dan memasukkan semua barang keperluan Inara.
"Iya, Mah." Jawabnya. Mereka semua pergi ke dalam mobil dan berangat menuju bandara.
***
"Maafin gue Ina, Gue udah boong sama lo." Lirih Chaira sendu, memandang pada layar handpone digital nya yang terpampang walpaper foto mereka bertiga.
"Keluarga Mas Aigham?!" Panggil seorang perawat yang keluar dari ruang UGD.
"Iya sus? Gimana keadaannya?" Tanya Chaira panik.
"Mas Aigham baik-baik saja nona, dia hanya memerlukam istirahat untuk cidera ringannya di bagian kepala dan kaki. Dia juga membutuhkan tranfusi darah. Karna pendarahan yang terjadi akibat luka di kepalanya." Jelas perawat itu.
"Tranfusi darah sus?" Ucap Chaira panik.
"Iya, tapi nona tenang saja. Disini sudah tersedia untuk darah yang mas Aigham butuhkan. Jadi, sekarang nona hanya perlu untuk memenuhi kebutuhan administrasi." Ujar Perawat itu lalu mempersilahkan Chaira untuk pergi ke tempat administrasi.
Chaira pergi ke ruang administrasi dan membayar semua biaya perawatan medis Aigham menggunakan uang rekeningnya sendiri.
"Sus, saya boleh masuk untuk melihat keadaan pasien?" Tanya Chaira kepada perawat tadi.
"Tentu boleh nona, pemeriksaan sudah selesai. Jadi, anda bisa masuk." Jawab perawat mempersilahkan Chaira masuk.
"Makasih sus." Ucap Chaira tergesa-gesa langsung masuk ke dalam ruangan. Dia melihat dokter sedang memeriksa aliran tranfusi darah.
"Dok, kapan Aigham sadar?" Tanya Chaira sopan.
"Besok pagi, mungkin mas Aigham akan sadar. Sekarang dia sedang sangat membutuhkan tranfusi darah ini. Karna darah yang dia keluarkan sangat parah." Jelas Dokter itu.
"Makasih ya dok." Syukur Chaira.
"Adek ini saudaranya? Apa pacarnya?" Tanya dokter tiba-tiba. Chaira langsung membesarkan matanya karna kaget.
"Bu-bukan Dok, saya hanya teman satu sekolah. Ga sengaja nemuin dia pingsan di pinggir jalan." Ujar Chaira gugup.
"Oh iya. Baiklah saya keluar dulu. Kalau ada apa-apa langsung ke tempat administrasi saja." Pamit dokter itu. Chaira mengangguk paham. Lalu, duduk di kursi samping ranjang rawat Aigham.
"Lo kenapa sih Gham? Kok bisa gini," prihatin Chaira. "Eh iya orang tuanya harus tau nih. Tapi, gimana caranya?" Pikir Chaira langsung mencari akal bagaimana cara memberitahu orang tua Aigham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimum (AiRa) (End)
Random"Aighaaaaaaaam!" Teriak Chaira frustasi. Melihat Aigham tidur disaat belajar bersama di rumah Chaira. "Parah sih Aigham." Lirih Zefanya tersenyum miris. Chaira menggoyangkan tubuh Aigham yang tidur di atas buku. "Banguuuuuuuun." Aigham masih saja...