Di sebuah Masjid seorang pemuda sedang melakukan Ibadah wajibnya menghadap langsung kepada Rabb-nya. Membaca Kitab Suci Al-Qur'an, menengadah meminta kesembuhan untuk orang yang dia sayang.
Menangis meminta ampun akan kesalahan dan dosanya."Apapun akan ku terima nanti sebagai balasan akan kecerobohanku. Yaa Allah Ya Tuhan ku. Kini aku bersimpuh untuk sebuah nyawa yang Hamba sayangi. Seorang wanita yang sudah membuat Hamba sadar bahwa dengan percaya kepada Tuhan, maka semua yang ada di dunia ini akan mudah untuk di gapai. Setidaknya beri aku kesempatan untuk melihatnya kembali bahagia. Hamba pasrahkan semua kepada-Mu Yaa Allah." Sepenggal Doa ini adalah harapan besar atas ke tak sengajaan pemuda itu.
***
Aigham kembali menangis saat melihat Megan sedang mengusap puncak kepala Chaira dari kaca pintu rawat.
"Kenapa tidak masuk?" Tanya Heri dari belakang Aigham.
Aigham langsung berbalik,"Maaf om." Ucapnya tertunduk.
"Kenapa meminta maaf? Ingat, tak semuanya salahmu, ini adalah takdir Tuhan untuk anak Om." Kata Heri lalu menepuk pundak Aigham menguatkan.
"Tapi, Chaira harus koma itu semua karena kecerobohan saya."
"Belajarlah dari kesalahan. Doa kan Chaira, jangan tangisi dia. Dia sedang berperang di alam sana. Semoga Doa mu lah yang akan menjadi penyelamat." Pesan seorang Ayah. Mendengar perkataan Heri, tangis Aigham pecah. Namun, dia harus bisa kuat. Lebih kuat dari seorang Ayah yang kini masih bisa menerima seorang pendosa sepertinya.
"Om masuk dulu." Pamit Heri, meninggalkan Aigham di depan pintu.
***
Setelah acara kemarin, Zefanya selalu tersenyum ceria. Dia bahagia hanya saja dia merasa kurang lengkap. Tapi apa yang membuat kebahagiaannya tak lengkap? Ya, sahabatnya. Dia lupa memberi tau Chaira dan Inara.Ia mencoba menghubungi keduanya lewat via telfon dan chat grub. Namun tak ada satu pun balasan dari keduanya. Zefanya berusaha memaklumi, mungkin saja kedua sahabatnya sibuk. Jadi Zefanya memilih untuk menghampiri kediaman Chaira langsung.
Belum saja beranjak dari kamar, sebuah notif WhatsApp muncul. Notif itu tak lain dari seorang yang Zefanya anggap sebagai alasan dia tersenyum selalu. Siapa lagi jika bukan Danendra.
*Kak Danendra*
Kak Danendra : 'Pagi adek❤️'
Kak Danendra : 'hari ini sibuk ga?'
Anda : 'enggak kok kak, kenapa?'
Kak Danendra : 'Bagus deh, kakak pengen ngajak kamu ke suatu tempat.'
Anda : 'Kemana kak?'
Kak Danendra : 'Nanti kamu tau sendiri, kakak otw yah.'Melihat pesan terakhir dari Danendra, Zefanya langsung kalang kabut untuk merias diri. Mencari baju dres lengan panjang yang bisa menutupi auratnya. Lalu membaluri wajahnya dengan make up yang sederhana dan tak mencolok, setidaknya wajah Zefanya terlihat fresh.
Tak lama, suara motor terdengar memasuki pekarangan rumah Zefanya. Dia tau, itu adalah Danendra. Zefanya bergegas keluar dari rumah.
Saat dia turun dari tangga, kedua orang tuanya sudah duluan menyambut kedatangan Danendra. Melihat anaknya sangat cantik dengan dres putih panjang dan jilbab hitam.
"Wahhh. Cantik sekali anak papah. Sepertinya dia siap untuk menikah. Sekarang bertemu dengan calon suaminya saja seperti ingin melakukan pre wedding." Ujar Zaki sambil tersenyum renyah.
Danendra terkekeh melihat tingkah ayah dan anak itu. Zefanya langsung tertunduk malu menutupi wajah merona nya.
"Hayo, kalian mau kemana?" Tanya Dela.
"Om, Tante. Danendra mau ngajak Zefanya keluar sebentar. Ada yang mau Danendra kasih tau." Jelas Danendra.
"Mmm, baiklah om izinkan. Jangan pulang terlalu malam. Tidak baik untuk terlalu lama bertemu jika belum sah." Pesan Zaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimum (AiRa) (End)
Random"Aighaaaaaaaam!" Teriak Chaira frustasi. Melihat Aigham tidur disaat belajar bersama di rumah Chaira. "Parah sih Aigham." Lirih Zefanya tersenyum miris. Chaira menggoyangkan tubuh Aigham yang tidur di atas buku. "Banguuuuuuuun." Aigham masih saja...