"Gue Menang!" Ucap bangga Inara setelah berhasil memasukkan bola ke dalam Ring basket. Lalu, Khaibar merebut bola lalu mendribling bola itu hingga masuk ke dalam ring.
"7 sama. kita seri! Wleeeeee." Ucap Khaibar lantang dengan gaya menggantung di atas ring.
"Turun ga lo!" perintah Inara menujunk keatas kearah Khaibar yang sedang menggantung dan melakukan pull up di atas Ring. berpura-pura tak mendengar.
"Lo emang nakal banget yee.. dari duluuuu sampek sekarang kalo maen basket trus kalah, malah main curang trus gantung diri. habis itu malah nge pull up mo nunjukin otot?" Inara mulai gregetan dengan sikap kekanak kanakan Khaibar yang tak berubah sejak dulu.
"Gue ga menang karena gue ngalah sama lo. jadi, gausah sombong deh." Jawab Khaibar tengil dari atas Ring.
"Heleeeeeh.. lo nya aja iri kalo gua menang." lawan Inara tak mau kalah. "Gue tinggal lo disini. ga mau lagi gue main basket ama lo." ancam Inara berpura-pura menjauhi lapangan. Cara ini tak pernah gagal. benar saja Khaibar langsung turun dari ring dan menghadang Inara untuk lewat.
"Apa?" Ketus Inara melipat kedua tangannya di dada.
"Lo ga bisa apa liat gue seneng dikit? Setidaknya biarin gue menang lawan elo." jelas Khaibar. perkataan Khaibar hanya mengundang tawa bagi Inara yang memang humornya sangat receh.
"Ahahahahahhahahahahhahahahah." Tawa Inara lepas. Khaibar yang sudah lama tak mendengar tawa renyah Inara langsung ikut tertawa juga.
***
Setelah acara tertawa tadi Inara dan Khaibar duduk ditengah lapangan saling membelakangi. Inara sedangemonum air yang sudah dia bawa dari rumah dengan tumbler kesayangannya.
"Elo mo lanjut kuliah dimana?" Tanya Khaibar di tengah suasana santai itu. Inara masih diam tak membalas.
"Bukannya lo udah tau?" tanya balik Inara.
"Jauh banget Inaaaaa. Lo tau kan, lo itu lagi sakit. disana gada yang jagain elo." jawab Khaibar khawatir dengan kondisi Inara yang memang belum stabil.
"Gue gapapa kok. tenang aja, doain gue yah." balas Inara santai. Khaibar berbalik dan menatap Inara penuh arti dan khawatir.
"Doa gue ga bakalan lepas untuk siapapun. tapi, perasaan khawatir gue ga bakalan lepas dari lo. sejak lo magang di Jepang dan kita ga ketemu selama 4 bulan. lo tau ga, gue dengan segala cara ngasih alasan ke bunda buat pergi ke Jepang buat nyamperin elo. Sayangnya bunda ga pernah ngijinin gue buat pergi. ternyata yang gue bayangin bener. selama ini lo gada kabar karna lo stres-" bentak Khaibar penuh khawatir. namun, Inara langsung memotongnya.
"Tapi gue ga gila Bar. Gue baik-baik aja. Gue cuman merasa terlalu banyak tekanan. Bar, gue mohon jangan terlalu banyak khawatir. gue takut ke khawatiran lo itu sampek ke Mamah. gue gamau Mamah gue sakit lagi. bisakan lo dukung gue." mohon Inara. Khaibar tak pernah menolak kemauan Inara, karena Khaibar tak mau Inara merasa sedih.
"OKE. tapi lo janji kabarin gue setiap harinya jangan ngilang kek dulu." ucap Khaibar mengacungkan jari kelingkingnya. Inara langsung mengikatkan jari kelingking miliknya.
"JANJI." ucapnya yakin.
'Kehilangan paling berat adalah disaat mengikhlaskan seseorang yang kita cintai pergi jauh. terberatnya adalah disaat kita belum bisa melepasnya untuk pergi terlalu jauh. Gue gamau lo terlalu terbang tinggi. bukan gue iri akan pendidikan. tapi gue takut kehilangan lo yang selama ini adalah kekuatan kedua gue setelah keluarga gue.' pikir Khaibar sedih bercampur khawatir dengan wanita yang kini berada di hadapannya.
"INARA!" panggil Zefanya dari kejauhan. Inara menoleh dan melihat sahabatnya sedang berlari menghampirinya.
"Zefa? ngapain?" ucap Inara bingung. lalu dia melihat sosok Denandra di belakang Zefanya sedang berjalan mengikuti Zefanya.
"Eh buseeeeeeeeet. gercep juga temen gue." Monolog Khaibar kaget.
"Wiiih... lama nih yang udah jadian?"
Goda Inara. Zefanya langsung tersipu malu.
"Enggak. Cuman lagi gabut aja dirumah sendirian gada orang." Ucap Zefanya mencoba menjelaskan. Namun, Inara tetap menggodanya dengan lirikan tak percaya. "Haiiiih. Ga percaya terserah, tadi gue kan udah nelfon. Lo bilang sibuk ada janji. Ternyata bareng kak Khaibar main basket." Ucap Zefanya tak mau di goda.
"Yaaaah. Gue lagi pen tanding aja berdua sama Khaibar. Udah lama ga saling jitak kepala. Lo mau main basket juga?" Tanya Inara.
"Heem.. tapi cuman pengen nonton kalo ada yang tanding aja." Jelas Zefanya melihat sekeliling. Dia menemukan Denandra dan Khaibar yang sedang berbicara dan tertawa.
"Bar. Gue istirahat dulu yah!" Ucap Inara. Dijawab anggukan oleh Khaibar.
Inara dan Zefanya duduk di salah satu kursi panjang yang tersedia di sekitar lapangan.
"Gimana awal ngedate?" Goda Khaibar. "Udah mau mulai buka hati. Katanya mau jomblo bertiga, kenapa nyosor duluan." Sambungnya.
"Diem lo! Bukannya Elo yang ngeduluin bareng Inara." Bantah Danendra lalu merebut bola dari tangan Khaibar dan mendriblingnya sampai ke ring basket.
"Gue sama Inara cuman sahabat." Jawab datar Khaibar.
"Heleh.. gue sama Inara cuman sahabat, iya sekarang. Besok udah jadi istri." Sindir Danendra balik. Masih mendribling basket namun Khaibar mencoba untuk merebutnya.
"Gue gatau kalo soal itu, kalo emang Inara jodoh gue, berarti gue ga jagain jodoh orang dong." Jawab Khaibar enteng setelah berhasil merebut basket dari tangan Danendra lalu memasukkan ke ring. Lalu melemparnya kearah Danendra
"Berarti bener dong lo suka sama Inara." Tebak Danendra menerima bola itu.
"Maybe, gue ga ngerti. Intinya gue cuman pengen ngeliat cewe yang gue kenal sejak umur 6 tahun itu, bahagia dengan atau ga sama gue." Jelas Khaibar memperhatikan Danendra sedang memasukkan Bola ke ring basket dengan cara lay up.
"Kok lu pasrah gitu sih Bar. Lo pasti jodohnya Inara. Karena kalian udah di pertemukan sebelum perasaan cinta itu ada." Jawab Danendra.
"Inara berhak bahagia sama siapa aja. Gue juga sebaliknya, meskipun sebenarnya kebahagiaan gue ada sama dia. Gue yakin jalan Allah lebih baik." Jelas Khaibar lagi. Kini Danendra tak mempunyai jawaban lagi. Dari wajah Khaibar yang super Ikhlas dan perkataan yang sangat dalam membuat Danendra menyerah memberi saran.
"Kuat banget temen gue yang satu ini, bangga gue." Ucap Danendra bangga sambil merangkul Khaibar.
"TANDING LAGI DONG!" Teriak Zefanya dari kursi penonton. Khaibar dan Danendra menoleh bersamaan, mereka tersenyum meng-iyakan. Mereka melanjutkan battle basket.
"Lo udah ada perasaan sama Nendra?" Tanya Inara sambil meminum air dari tumblernya.
"Hah." Zefanya berpura-pura terkejut.
"Hih. Tinggal jelasin aja susah." Sindir Inara.
"Gue masih ga yakin. Soalnya baru tiga hari gue kenal sama Kak Nendra. Jadi gue mau jalanin prosesnya." Jelas Zefanya fokus dengan pertandingan di lapangan.
"Inget, benerin sekolah lo. Jangan karena cinta konsentrasi lo terbagi dua. Gue mau lo sama Chaira satu kampus sama gue." Pinta Inara. Lalu, tiba-tiba Zefanya mengacungkan jari kelingkingnya kepada Inara.
"Gue janji bakalan berusaha keras." Ucap janji Zefanya.
Langsung diterima oleh Inara.
"Lo selama ini sahabatan sama Kak Khaibar apa gada chemistry gitu?" Tanya Zefanya tiba-tiba.
"Lo pikir?" Tanya balik Inara fokus ke lapangan.
"Pasti ada." Jawab Zefanya yakin.
"Sayangnya jawaban lo salah. Gue males punya perasaan cinta ke lawan jenis." Jelas Inara.
"Ihhhhhh. Lesby lo?" Ucap ngeri Inara berpura-pura menjauhi Inara.
"Eehh buseeeeet, lo ngira-ngira broo kalo ngomong." Lawan Inara tak terima.
"Ehehe. Becanda In, yaaa masak gitu lo sama Kak Khaibar gada Chemistry sama sekali padahal dah jelas. Kak Khaibar tuh suka sama lo." Ucap Zefanya lagi.
"Gue mo fokus sama pendidikan gue, orang tua gue, dan masa depan gue. Gada yang namanya cinta-cintaan." Inara tetap kekeh dengan pendiriannya.
"Hmmmmm, apa lo masih belum move on samaa cowok yang pernah lo temuin pas olimpiade?" Ucap Zefanya. Kini, semua perkataan Zefanya mengundang perhatian Inara untuk di bahas.
"Maybe, dan itulah kebenarannya." Jawab Inara berpikir.
"Hmmmm. cobalah berpikir jernih." Saran Zefanya.***
Hayooo udah baca smpek mana...
Kepoin terus..
Yuks...
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimum (AiRa) (End)
Random"Aighaaaaaaaam!" Teriak Chaira frustasi. Melihat Aigham tidur disaat belajar bersama di rumah Chaira. "Parah sih Aigham." Lirih Zefanya tersenyum miris. Chaira menggoyangkan tubuh Aigham yang tidur di atas buku. "Banguuuuuuuun." Aigham masih saja...