Jam menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit. Damendra masih tak percaya dengan apa yang terjadi kemarin. Dia pikir itu adalah mimpi buruknya, namun mimpi itu terjadi sebelum ia terlelap.
'Tok, tok, tok'
"Abang!" Panggil Zafa, mengetuk pintu kamar Danendra.
Danendra membuka malas pintu kamarnya. Setelah pintu kamar telah ia buka, terpampang wajah polos Zafa.
"Apa?" Tanya nya ketus.
"Abang belom siap-siap? Umi' nunggu di ruang keluarga tuh!"
"Boleh ga, Abang ga ikut? Abang males." Ujarnya malas.
"Bilang aja ke Umi' sama Abah."
"Di bolehin kagak?"
"Kalo bilangnya baik-baik, keknya boleh deh, Bang." Ujar Zafa menimang.
"Yaudah, Abang mau bilang." Danendra keluar dari kamarnya, menghampiri Azura yang sedang menonton berita di TV dengan Taufiq.
"Umi'-Abah!" Panggil Danendra ragu.
"Heemmm" jawab mereka tetap fokus ke acara TV.
"Danendra-"
'Terjadi kecelakaan dan penembakan di jalan Asri tadi malam. Korban kecelakaan masih di rawat dalam keadaan koma, sedangkan korban penembakan meninggal di rumah sakit dengan tembakan tepat di jantung dan daerah bagian perut. Kejadian itu terjadi, karena pelaku sedang di kejar oleh dua orang pemuda, pelaku menculik saudara dari salah satu pria yang mengejarnya. Tanpa di sengaja pelaku menabrak seorang gadis remaja yang sedang mengendarai motornya dan menembak salah satu pemuda yang mengejarnya, namun tembakan itu di terima oleh pemuda lain yang sedang menemani korban kecelakaan. Pelaku juga merupakan pengedar narkoba jenis sabu dan ganja. Pelaku dan komplotannya sudah polisi tangkap dengan bantuan kolektor besar Reyko Kaisang Temi.'
Niat Danendra terurungkan setelah melihat berita yang sedang di tayangkan. Dalam rekaman layar TV itu, dia melihat sosok yang sangat ia kenal. Saat kamera wartawan sengaja men-zoom wajah parah korban, Danendra langsung mengenali sosok yang memang ia kenal.
"Khaibar!" Tukasnya, setelah melihat wajah Khaibar yang ter-zoom kamera.
Azura dan Taufiq melihat ke arah Danendra.
"Abah-Umi' Danendra pergi dulu." Ujarnya tergesa-gesa.
Danendra mengambil jaketnya dan kunci motornya, lalu bergegas pergi ke arah garasi rumahnya. Semua orang dirumah Danendra panik.
"ABANG MAU KEMANA?" Tanya Azura khawatir melihat Danendra yang terburu-buru menyalakan motornya.
"DANENDRA! MAU KEMANA KAMU? KAMU TIDAK LUPA KAN, DENGAN UCAPAN ABAH TADI MALAM!" Ujar Taufiq tegas.
"Danendra ga mau ikut, Bah! Danendra mau kerumah temen." Cercah Danendra. Lalu, mendorong motornya dari Garasi.
"Abah bilang enggak! BERARTI GA BOLEH! TADI MALEM KAMU TIDAK MENOLAK SAMA SEKALI!" Tukas Taufiq lagi.
"Maaf, Bah! Kali ini, Danendra ga bisa turutin Abah." Ujarnya, menarik pedal gas dan pergi dari pekarangan rumahnya.
"DANENDRA!" Teriak Taufiq penuh amarah. Azura mencoba menenangkannya.
"Udah, Bah. Mungkin Danendra ada perlu." Ujar Azura mencoba membuat Taufiq lebih tenang.
Di perjalanan, Danendra mengingat masa-masa dimana dia sedang berkumpul dengan kedua temannya. Tawa mereka bertiga terdengar jelas di telinga Danendra.
"Ga mungkin elo kan Bar! Ga mungkin, lo ga bakalan tinggalin sahabat lo, kan!" Lirih Danendra berkaca-kaca. Danendra menambah kecepatan motornya.
Danendra sampai di pekarangan rumah Khaibar, dia memarkirkan motornya dengan tergesa-gesa. Namun, langkah Danendra terhenti, melihat rumah Khaibar yang ramai akan pelayat. Danendra menelusuri sekeliling rumah itu, berharap orang yang dia cari masih bisa dia ajak senda gurau lagi. Namun, yang ia temukan adalan bendera kuning, Danendra melihat kedua orang tua Khaibar yang tak berhenti mengeluarkan air mata. Danendra melihat jenazah yang sedang terbaring, di kelilingi oleh beberapa Orang yang sedang melantunkan ayat suci Al-qur'an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimum (AiRa) (End)
Random"Aighaaaaaaaam!" Teriak Chaira frustasi. Melihat Aigham tidur disaat belajar bersama di rumah Chaira. "Parah sih Aigham." Lirih Zefanya tersenyum miris. Chaira menggoyangkan tubuh Aigham yang tidur di atas buku. "Banguuuuuuuun." Aigham masih saja...