perginya seorang putra

4 1 0
                                    

"Aigham!" Panggil Reyko Dari belakang.

"A-ayah, hiks" jawab Aigham lemah.

Reyko menarik Aigham kedalam pelukannya. Menguatkan Aigham yang sedang menangis sejadi-jadinya. Aigham merasa beban dua nyawa sedang berada berat diatas kepalanya.

"Sudah! Ini semua  bukan salah kamu." Ujar Reyko menenangkan. "Kita harus mengantar jenazah  Khaibar kerumahnya, untuk di kuburkan secara layak." Ujar Reyko.

Aigham  mengangguk menurut dan ikut dengan Reyko ke ruangan otopsi.

Setelah sampai di depan rumah Khaibar, Aigham merasa dia sangat lemah. Namun, Reyko berusaha menguatkan. Mereka mencoba masuk ke dalam rumah Khaibar.

"Assalamu'alaikum."

Tanpa menunggu lama seorang wanita paruh baya keluar.

"Khaibar lama sekali kamu beli susunya, nak." Ujarnya, saat melihat yang ada di hadapannya bukanlah putranya, Dia langsung terdiam. Aigham mencoba Tersenyum di hadapannya.

"Kamu, siapa?" Tanya nya ramah.

"Saya, Aigham  tante." Jawab Aigham gugup.

"Temennya Khaibar ya?" Tebak wanita itu. "Aduh, ini Khaibar jam segini belum pulang nak, gatau kemana. Padahal cuman beli susu, paling dia masih mampir kerumah Inara." Ujarnya lagi tersenyum.

Aigham yang mendengar ucapannya langsung merasa lemas. Dia tidak bisa ber-akting tegar. Tubuh gagahnya lemah, Aigham menunduk dan bertekuk lutut dihadapan wanita itu. Wanita yang bernama Lily itu langsung menatap bingung perilaku Aigham.  Reyko yang melihat anaknya lemah, tak kuasa menahan isak tangis.

"Nak, kamu kenapa? Ayo berdiri!" Ujar Lily berusaha mengangkat bahu Aigham. Namun, Aigham terlalu lemas untuk berdiri. Tangis Aigham  tak bisa  di bendung lagi. Dia menangis di bawah  kaki Lily.

"Maaf-hiks, maaf-hiks," ucap  Aigham terisak.

"Kenapa kamu meminta maaf?" Tanya Lily bingung.

Reyko menyuruh perawat untuk membawa jenazah Khaibar kedalam rumahnya. Lily terkejut saat melihat  kedua perawat yang membawa jenazah itu.

"Kalian siapa? Itu jenazah siapa?" Ujarnya lagi semakin bingung.

Aigham berusaha untuk berdiri, meskipun rasanya kaki dia mati rasa. Lily menatapnya penuh tanya, berharap kabar baik yang ia dapat.

"Kha-Khaibar," ucap Aigham terbata-bata.

"Anak tante kenapa, nak?" Lily semakin khawatir dengan apa yang ingin Aigham katakan.

"Dia-"

"Mohon maaf, Anak ibu meninggal." Ujar Reyko menghampiri Aigham dan Lily.

Lily menatap bingung keduanya, karena tak percaya.

"Ayah!" Panggil Lily kepada suaminya Kevin.

Kevin pun datang menghampiri. Kevin terkejut dengan keberadaan Reyko, selaku teman lamanya.

"Reyko?" Ucapnya menunjuk kepada Reyko.

"Kevin!" Ujar Reyko, kini Reyko merasa bersalah kepada Kevin. "Khaibar, putra mu?" Tanya Reyko.

"Ada apa dengan putraku?" Tanya Kevin bingung menatap semua orang. Lalu, dia melihat dua orabg perawat dengan seorang Jenazah.

"Jenazah siapa itu?" Tanya Kevin.

"Kata mereka Khaibar meninggal, Yah?" Ucap panik Lily.

"Khaibar? Ga mungkin, Mah. Khaibar kan pamit beli susu tadi." Ujar Kevin menyangkal.

"Lebih baik kalian lihat sendiri." Ucap Reyko.

Lily dan Kevin pun mendekati jenazah itu. Lily membuka kain putih yang menutupi wajah Khaibar.

"Aaaaaaakh," teriak Lily histeris setelah melihat wajah pucat Khaibar. "Apa ini Yah?-hiks, ga mungkin!" Lily memeluk Kevin, karena tak kuat melihat wajah pucat jenazah putranya.

Tangis Kevin pecah. Dia menoleh kepada teman lamanya."Ada apa ini Rey?" Tanya Kevin.

"Khaibar korban pembunuhan. Dia menyelamatkan nyawa putraku dan mempertaruhkan nyawanya." Ucap Reyko sendu.

"KHAIBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAR!" Teriak Kevin tidak kuat. Memeluk tubuh remaja yang ia rawat selama 18 tahun. Kini, tubuh Khaibar hanya tinggal raga tanpa nyawa.

"Terlalu cepat Tuhan mengambil mu, Nak!-hiks."  Ucap Lily terisak.

Kevin memeluk Lily menguatkannya,  meskipun sebenarnya Kevin juga merasa hancur. Aigham yang melihat seorang ibu yang hancur untuk kedua kalinya, merasa sangat lemas dan tak berdaya. Dia merasa, dia telah mematahkan hati dua ibu.

"Om-tante, maaf kan saya-hiks." Ujar Aigham memohon, menyatukan kedua telapak tangannya.

Lily yang melihat sikap Aigham, langsung memeluknya dengan erat. Lily menangis di dalam pelukannya.

"Hiks, hiks, saya seorang ibu, anak saya melakukan itu, karena dia berfikir-hiks, untuk menyelamatkan insan yang memang sedang butuh kekuatan. Kamu-hiks, tidak perlu meminta maaf. Ini sudah kehendak Tuhan-hiks, ini juga pilihan Khaibar untuk pergi-hiks, bukan tante menerima kematian anak tante-hiks, tapi tante tau pasti-hiks, anak tante tidak akan melakukan hal yang menurutnya tidak benar." Ujar Lily terbata-bata, lalu melepas pelukannya.

Aigham yang mendengar ucapan Lily, tak kuat menahan tangis.

"MAAFIN SAYA TANTE! HIKS, HIKS." jerit Aigham berlutut di depan Lily.

Lily yang melihat tindakan Aigham, langsung berusaha memaksa Aigham untuk berdiri.

Lily berusaha tetap tegar, meskipun hatinya hancur. "Kamu-hiks, tidak bersalah. Ini semua pilihan Tuhan, Tante ga mau-hiks, anak tante ga tenang di sana." Ujar Lily menangkup wajah Aigham yang basah karena air mata. Aigham yang tidak kuat melihat seorang ibu yang sedang berusaha Ikhlas setelah melihat anaknya pergi untuk selamanya.

Lily menatap jenazah putranya, tangisnya tak bisa ia tahan, ia tak kuat membendungnya. Kini putra semata wayangnya hanya tinggal nama dan kenangan. "Nak, tunggu Mamah sama Ayah di Surga-hiks, hiks, hiks, hiks." Lily memeluk jenazah Khaibar erat.

"Jenazah Khaibar harus segera  di makam kan." Ujar Kevin berusaha untuk tegar. "Tolong, bawa jenazah anak saya masuk ke dalam rumah! Besok pagi kita makam kan Khaibar." Ucap Kevin kepada dua perawat itu.

"Baik pak."

Jenazah Khaibar dibawa kedalam rumah untuk di doakan dan dimandikan.

Minimum (AiRa) (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang