Bab 21
Hari II
(12 Maret 2020 . Jam 14:00 – 15:00)
Listrik rumah ini tiba-tiba menyala.
Bunyi mesin penyejuk ruangan di dalam semua kamar tidur terdengar membengung keras.
Lampu-lampu kecil di beberapa ruangan terlihat memancarkan cahaya berwarna kuning pucat.
Langit di luar rumah ini mulai terlihat mendung dan gelap.
Jenny tiba-tiba berteriak keras.
Ia tersadar dari kondisi catatonic nya.
Tubuhnya bergemetaran dan penuh dengan bintik-bintik keringat dingin.
"Jen! Kamu tidak apa-apa??? Apa yang terjadi kepadamu, Jen??? Apa yang kamu lihat???", tanya Anna sambil memeluk tubuh Jenny yang masih bergemetaran.
Ia terlihat sangat ketakutan.
Danny memeriksa detak jantung Jenny menggunakan kedua jari tangan kanannya yang diletakkan di bagian pergelangan tangan kiri Jenny.
Ia juga memeriksa kedua bola mata Jenny dengan menyinarinya menggunakan cahaya gantungan kunci senter kecilnya.
Detak jantung Jenny masih terlalu cepat.
Namun, pupil kedua bola matanya tidak terlihat membesar.
Setengah jam kemudian, tubuh Jenny mulai berangsur-angsur kembali normal.
"Apa yang terjadi kepadamu, Jen?", tanya Yudi.
"Iya, Jen...apakah kamu melihat...sesuatu di dalam gudang itu", tanya Arya.
Jenny tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka berdua.
Air mata terlihat meleleh dan mengalir di atas pipinya.
Kathy memandangi wajah Jenny dengan pandangan mata yang terlihat dingin.
Sekitar 10 menit kemudian, Jenny mulai mencoba membangkitkan tubuhnya yang sedang berbaring di atas sofa secara perlahan-lahan.
Ia sekarang sedang duduk di atas sofa tersebut.
Sambil menangis terisak-isak, Jenny bercerita mengenai apa yang Ia alami di dalam gudang bagian belakang rumah tersebut :
"Tadi ketika kita semua memutuskan untuk mencari bola berwarna merah tua di kebun rumah ini, aku mendengar ada suara Arlene, anakku, yang memanggil-manggil namaku dari dalam gudang belakang itu. Aku seperti terhipnotis oleh suara itu dan aku berjalan masuk ke dalam gudang belakang tersebut. Di dalam gudang belakang itu, aku menyalakan senter ku dan aku melihat sosok anakku, Arlene, sedang menangis dan memanggil-manggil namaku. Ia berteriak meminta tolong kepadaku. Aku mencoba mendekati sosok Arlene itu. Ketika aku sudah berada di dekat sosok anak perempuanku tersebut, tiba-tiba muncul sosok perempuan berwajah pucat dan berpakaian berwarna hitam yang menggendong sosok anak perempuanku itu dengan cepat. Sosok perempuan menyeramkan itu dan sosok Arlene, menghilang dengan cepat. Tiba-tiba, aku mendengar suara Arlene yang berteriak kesakitan dari arah ujung kanan ruangan gudang belakang itu. Aku melihat sosok Arlene itu sedang dicakar-cakar wajahnya oleh sosok perempuan berpakaian hitam tersebut. Darah segar terlihat mengalir di bagian pipi sosok Arlene itu. Ia terlihat kesakitan. Aku segera berlari menuju ke tempat dimana sosok Arlene dan sosok perempuan mengerikan itu sedang berdiri. Ketika aku sudah sampai disana, kedua sosok itu menghilang kembali. Aku mendengar suara sosok Arlene itu menangis meminta tolong. Aku melihat sosok Arlene dan perempuan berpakaian berwarna hitam itu sedang berdiri di bagian ujung kiri ruangan gudang belakang itu. Aku segera berlari menuju ke bagian ujung kiri gudang belakang rumah itu. Kedua sosok itu menghilang lagi dengan cepat. Aku menyadari bahwa sosok yang aku lihat bukanlah Arlene, anak perempuanku. Mana mungkin anak perempuanku ada di dalam gudang belakang rumah ini? Namun, aku tetap mengejar sosok Arlene dan perempuan menyeramkan itu setiap kali mereka berpindah-pindah tempat. Kedua kakiku sudah terasa lelah sekali. Aku seperti sudah berlari-lari di dalam ruangan gudang yang gelap ini selama berjam-jam. Akhirnya, aku berhasil menyentuh tubuh sosok Arlene itu. Sosok perempuan yang menyeramkan itu menghilang dengan cepat dari sisi sosok Arlene tersebut. Aku menyentuh wajah sosok Arlene itu. Dingin sekali permukaan kulitnya. Tiba-tiba, kulit wajah sosok Arlene itu mengelupas dengan cepat. Aku bisa melihat bagian daging wajah sosok Arlene itu. Warnanya biru pucat dan ada belatung-belatung yang muncul dari dalamnya. Aku berteriak ketakutan. Aku segera membungkukkan tubuhku dan berusaha menepis belatung-belatung itu dari dalam daging wajah sosok Arlene itu. Kepala sosok Arlene itu tiba-tiba terlepas dari bagian lehernya dan terbang melayang di atas wajahku. Wajah sosok Arlene itu berubah menjadi wajah sosok anak perempuan yang tidak aku kenali. Wajahnya terlihat pucat, kotor, dan penuh dengan bercak-bercak darah. Aku merasa ada yang menarik-narik telapak tanganku dari bawah. Aku melihat ada banyak sekali sosok anak kecil di sekeliling tubuhku. Ada yang berambut pendek, ada yang berambut panjang, ada yang gundul, ada yang tidak memiliki kepala, ada yang bagian dadanya robek, ada yang kedua bola matanya lepas dari rongga matanya, dan ada yang terlihat tidak memiliki kaki. Mereka semua tertawa terkekeh-kekeh memandangi wajahku. Semua sosok anak-anak kecil itu mengerumuni tubuhku dan berusaha menarik-narik tubuhku ke dalam tanah ruangan gudang belakang itu. Aku berteriak ketakutan. Salah satu dari sosok anak kecil yang menyeramkan itu, melompat ke bagian dadaku dan bergelayutan di sana. Tubuhku langsung terasa lemas. Tubuhku terjatuh di atas lantai dan aku tidak bisa menggerakkan tubuhku lagi. Aku juga tidak bisa mengedipkan kedua bola mataku dan aku tidak bisa mengeluarkan suara dari dalam kerongkonganku."
Jenny menghentikan ceritanya sejenak dan menelan ludah.
Ia melanjutkan ceritanya kembali,
"Pada saat itu lah, aku melihat kalian semua masuk ke dalam gudang belakang itu. Danny dan Arya kemudian membopong tubuhku. Namun, sosok anak kecil itu tetap menggelayuti bagian dadaku. Tubuhku tetap tidak bisa aku gerakkan dan mulutku serasa terkunci dengan sangat rapat. Sosok anak kecil itu berambut pendek dan acak-acakan. Wajahnya penuh dengan bercak-bercak darah. Kedua bola matanya berwarna hitam dan berukuran besar. Pakaiannya berwarna putih lusuh dan penuh dengan noda berwarna kecoklatan. Kedua kakinya buntung. Tidak ada telapak kakinya. Menyeramkan sekali pokoknya. Aku menjerit ketakutan di dalam hati secara terus menerus. Sosok anak kecil yang menyeramkan itu memandangi wajahku dan tertawa menyeringai. Aku berusaha menggerakkan jari-jari tanganku, namun tidak berhasil. Tiba-tiba, sosok anak kecil yang mengerikan itu melepaskan pelukannya dari bagian dadaku dan terbang kembali ke dalam ruangan gudang belakang itu dengan cepat. Ketika pintu gudang belakang itu telah tertutup, tubuhku langsung bisa bergerak dan suara di dalam kerongkonganku akhirnya bisa keluar."
Mereka berlima terlihat tertegun mendengarkan cerita Jenny yang sangat menyeramkan itu.
Beberapa detik kemudian, Anna tiba-tiba berlari ke arah ruangan makan.
Ia ternyata mengambilkan segelas air untuk diberikan kepada Jenny.
Yudi mengambil sebatang rokok dari kotak kemasan rokok di dalam kantong celananya.
Ia meletakkan sebatang rokok itu di dalam bibirnya dan menyalakannya menggunakan korek api gasnya.
Asap rokok berhembus dengan perlahan-lahan dari dalam mulut Yudi.
Asap rokok itu membumbung ke bagian plafon ruang tamu itu dan menghilang dengan perlahan-lahan.
Kedua jari Yudi yang sedang mengapit sebatang rokok itu terlihat gemetaran.
Arya memandangi wajah Jenny dengan pandangan mata yang tidak berkedip.
Ia tidak menyangka bahwa Jenny mengalami sesuatu yang menyeramkan seperti itu.
Danny tidak mengeluarkan kata-kata satu pun dari dalam mulutnya.
Ia hanya menelan ludah dan wajahnya terlihat pucat karena ketakutan.
Kathy meneteskan air mata dan menundukkan wajahnya ke arah lantai.
Jenny meneguk air di dalam gelas yang dibawakan oleh Anna tersebut, dengan perlahan-lahan.
Wajah mereka berenam terlihat was-was dan ketakutan.
Mereka menyadari...bahwa cepat atau lambat, mereka semua akan bertemu dengan setan di dalam rumah ini untuk yang pertama kalinya...atau yang kedua kalinya.
Mereka semua harus bertahan selama hampir 5 hari lagi di dalam rumah ini...menghadapi gangguan-gangguan setan-setan di dalam rumah ini.
Apakah mental mereka semua cukup kuat untuk menghadapi gangguan setan-setan di dalam rumah ini?
Tidak semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
66 iblis , A "Rumah 9 Hujan" Story
HorrorKisah lanjutan dari "Rumah 9 Hujan" (Kali ini, kisahnya merupakan fiksi/bukan berdasarkan cerita nyata)