Malam ini terasa lebih gelap.
Terasa lebih dingin.
Terasa lebih menyesakkan.
Dia, Irene, tengah menangis sendirian di apartemennya. Menolak untuk menghidupkan ponselnya. Menolak dikunjungi oleh orang - orang terdekatnya.
Dia ingin sendiri lalu merenungi kesalahannya.
Kejadian itu terasa terjadi begitu saja. Dia bahkan tak pernah bermaksud menunjukan sikap yang tak baik itu, seperti yang tengah banyak orang bicarakan.
Irene sempat membuka sosial medianya, dia juga sudah meminta maaf lewat akun pribadinya.
Namun, dia rasa dia belum bisa memaafkan dirinya sendiri bahkan ketika manajernya pun sudah berkata beberapa kali kepadanya bahwa itu bukan sepenuhnya kesalahan dirinya.
Dia begitu kecewa kepada dirinya sendiri melihat banyak penggemarnya yang bahkan menyerangnya.
Pembenci yang membencinya kini semakin membencinya.
Bahkan, ada beberapa oknum yang memanfaatkan situasi seperti ini untuk terus menyerangnya, mengungkapkan kesalahan - kesalahannya yang dulu.
Rasanya benar - benar menyakitkan membaca komentar - komentar mereka.
Mereka tak pernah tahu dirinya, mereka tak tahu kejadian aslinya, mereka hanya bisa berbicara, hanya bisa menyampaikan argumen yang dibumbui oleh rasa bencinya.
Irene bukan seseorang yang bisa tak peduli pada beberapa tanggapan orang yang sebenarnya itu bukanlah sebuah kebenarannya.
Irene merupakan seseorang yang begitu sensitif.
Karena itu, bahkan setelah hampir sepuluh tahun dia terjun ke dunia hiburan ini, banyak hal - hal yang sempat begitu membuat dirinya ingin menyerah.
Seperti ketika pertama kali dirinya debut sebagai pemeran pendukung di sebuah drama.
Kala itu dirinya terlibat scandal dating dengan salah satu idol yang tengah naik daun.
Semua orang mulai membencinya dan mengatakan bahwa scandal itu dia lakukan sengaja hanya untuk menaiki pamor dirinya sebagai aktris baru.
Irene begitu ketakutan saat itu, dia bahkan sampai berpikir untuk tak melanjutkan karirnya yang baru di mulai itu.
Namun, setelah semua dukungan yang dia dapatkan, Irene bisa merasa lebih baik, kembali ke pekerjaannya, dan sampai sekarang yang menjadikannya dicintai oleh banyak kalangan.
Tapi sepertinya, pikirnya, setelah kontroversial ini, dia akan mendapatkan citra buruk dan banyak orang akan kembali membencinya.
Dulu ketika Irene berada pada titik terendahnya, selalu ada satu orang yang bahkan tak pernah absen untuk memberikan ketenangan pada dirinya.
Dan orang itu adalah Seulgi.
Kang Seulgi.
2013.
"Jangan seperti ini, unnie. Kau tidak salah, mereka yang membuat beritalah yang salah."
"Tapi orang - orang mempercayainya, Seulgi."
Seulgi beberapa kali menyeka air mata yang terus mengalir di kedua mata Irene, "Tapi kau tak melakukannya."
"Kau boleh bersedih, namun jangan sampai komentar - komentar mereka itu membuatmu menyerah."
"Kau boleh menangis, namun jangan sampai hidupmu berhenti karena mereka."
"Kau yang tahu kebenarannya, mengapa kau mempercayai mereka?"
Irene menggeleng, "tapi jika mereka membenciku, aku tak akan bisa bertahan di sini."
"Kau bisa bertahan, unnie. Tentu kau bisa, ini barulah permulaan dan jalanmu masih panjang."
"Aku mengatakan hal ini karena aku percaya unnie bisa melakukannya."
"Aku tahu unnie begitu kuat, begitu tangguh."
"Tak ada yang mengenalmu sebaik yang aku lakukan."
Irene segera memeluk tubuh Seulgi. Kala itu dia menenggelamkan kepalanya pada tempat ternyaman. Mengeratkan pelukannya, mencari ketenangan.
"Maka dengarkanlah perkataanku, unnie."
"Jangan dengarkan ucapan mereka."
Seulgi merasakan Irene yang mengangguk dalam pelukannya.
Seulgi tersenyum kecil dan mulai mengelus - elus punggung itu lembut.
Seulgi membiarkan Irene terus memeluknya sampai dia sendiri yang nanti akan melepaskannya.
"Seulgi~ah?" tanya Irene setelah beberapa menit terdiam.
"Yaa?"
"Jangan tinggalkan aku malam ini," pintanya.
Irene merenggangkan pelukannya untuk mendongkak melihat wajah Seulgi.
"Aku tak akan bisa tidur kalau tak ada dirimu."
Seulgi terkekeh lalu mengangguk, "ayo, aku akan memeluk unnie sampai tertidur," ujar Seulgi menuntun Irene untuk segera berbaring di ranjangnya.
"Tidurlah, pasti lelah seharian ini menangis," ucap Seulgi mulai membawa Irene pada pelukannya lagi seraya mengelus perlahan kepalanya.
"Kau akan menemaniku sampai aku terbangun, 'kan? Aku akan menangis lagi kalau kau tak ada."
Keduanya saling memandang, "tentu, aku akan ada di sampingmu saat kau terbangun dari tidurmu, unnie."
Seulgi melihat samar senyuman Irene malam itu, senyuman yang masih tertahan oleh rasa sakit di hatinya.
Mengingat kejadian beberapa tahun lalu, membuat Irene bertambah - tambah merasa kecewa pada dirinya sendiri.
Seharusnya malam ini pun Seulgi ada di sampingnya, memeluknya, menenangkannya, membuat dirinya bisa menutup matanya untuk sekedar melupakan masalah yang akan memenuhi pikirannya saat dia terbangun.
Seharusnya malam ini Seulgi bersamanya.
Namun, Seulgi tak ada di sana.
Satu - satunya orang yang dia butuhkan sekarang, tak ada di sana untuknya.
Satu - satunya orang yang dia butuhkan telah mengatakan padanya bahwa dia tak lagi mencintainya. Dan ternyata, pada kenyataannya, kalimat itu adalah hal yang paling menyakitinya.
Sungguh, Irene sekarang hanya membutuhkannya.
Kalau memang dia tak memiliki kesempatan untuk kembali padanya.
Sekali lagi saja, Irene ingin dia menemuinya.
Berada di sampingnya untuk melalui hari menyakitkan ini.
Berada di pelukannya dan mengatakan bahwa semuanya akan kembali baik - baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone You Loved ✓
Fanfiction[Heather Sequel] i was getting kinda used to being someone you loved. Someone You Loved cr 2021 saturnmoon_SR.