but, it's never the same

1.5K 259 5
                                    

Dan memang semuanya tak pernah bisa sama.

Hati yang telah patah, jika disatukan kembali, tak akan bisa utuh sempurna.

Seperti pagi ini ketika aku merasakan sesuatu yang mengusik tidurku.

Aku mencoba membuka mataku perlahan ketika aku merasakan tangan itu menyentuh rambutku.

Aku mencoba membuka mataku perlahan dan yang 'ku dapatkan ternyata adalah sosoknya.

Aku tak bisa meyakinkan diriku sendiri, aku sudah bangun kembali ke dunia nyata atau masih dalam alam bawah sadarku.

Aku menutup mataku kembali, berharap ketika aku membuka mataku, dia sudah tiada di hadapanku.

Namun, ketika aku membuka mataku lagi, yang 'ku dapatkan adalah senyuman manisnya.

Aku dibuat kaku, dia benar - benar ada di sini.

"Lama tak berjumpa, Seulgi~ah?"

Ah, suaranya.

Suaranya terdengar begitu nyata.

Elusan jari - jarinya di jari - jariku terasa nyata.

Genggaman tangannya yang menggenggam tanganku terasa nyata.

Namun, aku tak ingin langsung percaya pada penglihatanku sendiri.

Aku takut aku berhalusinasi.

Aku kembali menutup mataku, kini lebih lama dari sebelumnya.

Dan saat itu juga aku merasakan jari yang mulai mengelus pipiku.

Aku tak ingin kembali pada kenyataanku sekarang, aku menolak bahwa dia sekarang adalah sosok yang nyata.

Bukan lagi mimpiku.

Bukan lagi sosok yang selalu datang dalam mimpiku.

"Aku merindukanmu," ucapnya lagi.

Begitu pelan.

Aku mengerutkan wajahku, menahan mataku untuk kembali terbuka.

Aku takut ketika aku melihatnya, aku akan menangis. Lalu aku tak bisa menahan diriku sendiri untuk tak memeluknya.

"Seulgi~ah," lirihnya.

Ah, jantungku berdetak lebih cepat lagi. Seperti biasa ketika aku mendengar suaranya.

Rasa sakitku kembali menjalar ke seluruh tubuhku.

Bayangannya menyakitiku begitu memenuhi pikiranku.

"Seulgi~ah, maafkan aku," lirihnya lagi.

Sekarang aku sudah tak merasakan jari - jarinya di pipiku.

Sekarang aku malah mendengar isak tangis yang tertahan.

"Maafkan aku," ucapnya terus melemah.

Ucapannya terus melemah seiring dengan dadaku yang mulai menyesak.

Hatiku yang kian terasa ngilu.

Air mataku yang akhirnya lolos dari mataku, membuatku perlahan membuka pandanganku.

"Maafkan aku telah menyakitimu."

Aku terdiam ketika dia menundukan kepalanya, menangisi diriku.

Menangisi kebodohannya membiarkanku pergi.

Menangisi kebodohannya membiarkan perasana cintaku tak berbalas.

"Maafkan aku."

Jadi sepertinya hanya perkataan maaf yang bisa dia ucapnkan?

Someone You Loved ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang