KHK 4 : Terlambat

446 91 33
                                    

"Aduh sialan emang si Marshel!" Umpat Anrez sambil terus mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Ini sudah pukul 06.55, tandanya bel masuk sekolah tinggal 5 menit lagi.

Semalam, akibat dari terlalu serius bermain PS Anrez sampai ketiduran di kosan Marshel. Dia tidur sangat larut malam lantaran keasikan bermain. Sedangkan Marshel, dia tidak ikut. Dia mah tidur aja. Bodo amat Anrez mau berantakin kosannya juga. Asalkan ada makanan sksks.

Dan, Marshel sudah berangkat lebih dulu dengan vespa-nya. Meninggalkan Anrez yang masih tertidur nyenyak dengan stik PS di tangannya. Bukannya tidak peduli, tapi Marshel sudah mencoba membangunkannya berkali-kali, namun lelaki berdarah Bengkulu itu tidak juga beranjak dari tidurnya. Yasudah, mau bagaimana lagi. Kalau Marshel menunggu lebih lama lagi, bisa-bisa dirinya kena hukum. Dan Marshel tidak ingin.

Untung saja, baju seragam Anrez masih ada dalam lemari pakaiam Marshel. Dan untungnya juga, Mashel telah mencucinya sehingga ia bisa memakainya di saat saat genting seperti ini.

"Semoga gak ada satpam, semoga gak ada satpam!" Ucap Anrez berdoa. Berharap semoga apa yang diucapkannya menjadi kenyataan.

◎◎◎

Di tempat lain, terlihat seorang perempuan sedang berdiri memandangi sebuah pagar besi yang menjulang tinggi. Dia melihat benda mati tersebut dengan tatapan sengit. Seolah pagar besi ini adalah lawan yang harus ia taklukan demi bisa masuk ke dalam area sekolah.

"Come on Tiara.. lo harus bisa memutuskan. Mau manjat atau kena hukum Bu Darmi!" Monolog perempuan bernama Tiara itu. Ya, dia terlambat.

Tiara terus berfikir keras. Dia tidak mau di hukum oleh Bu Darmi. Tapi ia juga tidak mau mati konyol hanya karena jatuh dari pagar. Sangat tidak aesthetic.

"Duh, gue harus gimana ini?!" Racau Tiara frustasi.

Baiklah, sepertinya ini adalah jalan yang terbaik. Meskipun Tiara tau kemungkinan terburuknya adalah jatuh dari ketinggian 3 meter dari permukaan tanah. Benar benar mengerikan sekaligus menakutkan.

Semua doa ia panjatkan terlebih dahulu sebelum kedua tangannya memegang dua gagang pagar. Mulai dari doa tidur, doa makan, doa masuk ke kamar mandi, dan sebagainya.

"Oke, lo bisa Tiara. Lo harus yakin sama diri lo sendiri."

Tiara pun mulai menaikan salah satu kakinya di salah satu besi pagar horizontal yang letaknya paling rendah.

Sampai sebuah tangan kekar tiba-tiba saja mencekal pergelangan tangannya lalu melepasnya dari pegangan pagar. Serta menariknya sedikit menjauh dari gerbang sekolah.

"Astagfirullah!" Kaget Tiara. Gadis itu menoleh pada orang yang sudah dengan lancang memegang pergelangan tangannya —lebih tepatnya menariknya dengan kasar.

"LO?!" ucap keduanya bersamaan.

Tiara lalu menarik kembali tangannya yang sudah ditarik dengan tidak aesthetic oleh manusia tidak punya adab dihadapannya. Tiara menatapnya dengan sengit. Begitupun sebaliknya.

"Lo apa apaan sih, narik narik tangan gue?!" Teriak Tiara kesal.

Sesuai dugaan kalian, orang itu adalah Anrez. Si kapten Basket.

Anrez sendiri baru sampai di parkiran sekolah. Dalam hati, ia mengucapkan beribu-ribu kata syukur karena doanya dikabulkan. Di gerbang tidak ada satpam yang berjaga. Namun, seperti ada yang mengganjal dalam penglihatannya. Dia melihat seorang perempuan sedang mencoba memanjat gerbang utama. Apa perempuan itu sudah gila?

Melihat itu, Anrez pun segera turun dari mobilnya. Dia menghampiri perempuan itu serta menarik tangannya dengan kasar sedikit menjauh dari gerbang utama. Mata elang lelaki itu melebar kala melihat perempuan gila dihadapannya sekarang ini adalah perempuan gila yang sama seperti kemarin. Dia, Tiara.

"Lo gila?!" Tanya Anrez sarkas.

"Lo mau ngapain di depan gerbang utama? Lo mau manjat?!"

Tiara memutar bola matanya malas. "Iya lah, bego! Lo pikir gue mau ngapain? Maling?!"

Anrez menyunggingkan senyum remeh. "Emang bisa?"

"Bisa lah!" Jawab Tiara dengan lantang, tatapannya tajam langsung menghunus bola mata siapapun yang ditatapnya. Namun, sejurus kemudian tatapannya yang tajam itu berangsur-angsur normal. Dia mengalihkan pandangannya menatap pagar utama yang menjulang sangat tinggi. Terlintas rasa ketakutan yang cukup membuat nyali Tiara sedikit menciut.

"Oke." Balas Anrez singkat.

"Kalo gitu, good luck ya!"

Set!

Dalam sekejap, Anrez sudah berhasil duduk di atas pagar itu dengan santainya. Tinggal satu langkah lagi, dia akan aman dan terbebas dari Bu Darmi.

"Fiks, titisan monyet." Gumam Tiara pelan setelah melihat gerakan memanjat Anrez yang secepat kilat.

"Eh, eh! Woi jangan dulu turun!" Teriak Tiara panik saat melihat Anrez sedang melakukan ancang ancang untuk melompat turun.

Anrez seketika menghentikan kegiatannya. Dia menatap Tiara yang berada di bawah itu dengan alis terangkat satu.

"Apaan?"

"Bantuin gue dong!"

"Nyusahin."

"Please.."

"Gak. Males banget gue bantuin cewek gila kayak lo." Celetuk Anrez yang sedikit membuat hati Tiara terenyuh. Tiara memang se-sensitif itu, dia pun menunduk dengan sendu.

"Ya Allah, Titi harus gimana? Titi gak mau kena hukum Mama lagi, gara gara ketauan terlambat,"

Menyadari perubahan ekspresi dari gadis itu, membuat Anrez sedikit merutuki dirinya. Sekasar-kasarnya Anrez, dia tidak akan tega jika melihat seorang perempuan menangis. Sekalipun itu musuhnya sendiri atau orang yang dia benci.

"Yaudah, gue bantu. Cepetan naik. Gak pake lama!" ujar Anrez dengan nada datar yang membuat Tiara mendongkak menatap Anrez dengan tatapan senang sekaligus tidak percaya.

"Serius?"

"Iya, udah buruan naik! Keburu ada satpam yang patroli!" Peringat Anrez.

1 detik,

5 detik,

10 detik,

"Woi, kenapa diem? Buruan naik!" Ucap Anrez mulai jengah. Gadis itu hanya diam menatap pagar dan ia telah membuang 10 detik berharga milik Anrez.

"Gue naiknya gimana?"

























◎◎◎

udh yeee, 2 tuhh ehehe

jgn forget vote guysss. ilyyy<3

Kenapa Harus Kamu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang