"Chel, lo dari tadi disini? Ngapain?" Samuel mendaratkan bokongnya tepat disebelah sepupunya itu. Mereka saat ini berada di sebuah rumah pohon yang letaknya di sebuah taman tak jauh dari area SMA RANGGARA. Rumah pohon ini memang kecil, namun nyaman. Bahkan sangat nyaman.
Chelsea mengangguk lemah menanggapi pertanyaan Samuel. "Gue gak tau lagi mau ngelanjutin hidup gue kayak gimana lagi kedepannya, Sam. Kalo tanpa Anrez, gue rasa gue hampir putus asa."
"Apa gue bunuh diri aja ya?"
"Aish! Ngomong apaan sih lo?! Gak jelas banget! Lo mau bunuh diri hanya karena lo putus sama Anrez? Gila aja lo, Chel!"
"IYA! GUE AKUI GUE EMANG GILA! GUE TERLALU MENCINTAI ANREZ SAMPE GUE TERGILA-GILA KAYAK GINI!"
"EMANG GUE SALAH?!"
"GUE CINTA SAMA ANREZ, SAM! GUE GAK BISA KALAU HARUS TANPA DIA!"
"Gak harus bunuh diri juga kali, Chel. Hidup lo masih panjang," ujar Samuel dengan nada yang lumayan lembut. Mencoba tidak terpancing emosi.
"Lo bilang hidup gue masih panjang?" Chelsea bicara dengan senyuman miris dan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.
"Apa lo pernah ngerasain apa yang sedang gue alamin sekarang? Hah? Ketika lo jatuh cinta, dan lo jatuh sedalam-dalamnya, lalu lo dipaksa menjauh karena sebuah perbedaan. Apa lo pernah?"
Samuel terdiam mendengar ucapan Chelsea. Jujur, hatinya turut merasakan sakit juga ketika melihat Chelsea dalam keadaan seperti ini. Tidak ceria seperti biasa. Ditambah lagi, wajah yang begitu terlihat pucat dan mata yang sembab. Oh Tuhan, Samuel tidak sanggup melihatnya.
"Enggak, kan, Sam? LO NGGAK AKAN PERNAH BISA MERASAKAN APA YANG SEDANG GUE ALAMIN SEKARANG SAM!"
"DAN LO MASIH MAU NYEBUT GUE GILA? SEBUT AJA! GUE GAK PEDULI!"
Tangis Chelsea pecah di detik itu juga. Dengan cepat, Samuel meraih tubuh rapuh itu dan mendekapnya dengan lembut. Lelaki itu mengusap rambut Chelsea pelan, mencoba memberinya sebuah ketenangan dan kenyamanan.
"Nangis aja, Chel. Kalo itu bikin hati lo lega. Gue bakal selalu ada buat nemenin lo," ucap Samuel tulus.
"Gue mau Anrez, Sam..."
"Gue cuma mau Anrez, hiks gak mau apa-apa lagi, cuma Anrez!"
"Lo bisa kan, bawa dia kembali demi gue?"
◎◎◎
"Ca, plis mau ya?"
"Aduh, Fem ... bukannya aku gak mau, tapi---"
"Ca, ayolaahh ... kalo lo gak mau ngegantiin Tiara, gue bisa abis kena amuk Bu Ayu. Lo tau sendiri kan, kejamnya Bu Ayu itu kayak apa? Plis Ca ... mau ya?"
Caca menghela nafas dan berfikir sejenak. Ia memang sudah sangat tahu betul sikap dan sifat Bu Ayu. Kejam, galak, tegas, kadang kocak, nyeremin, dan intinya Bu Ayu tuh unik deh. Gak ada Bu Ayu lainnya di muka bumi ini. Dia terlalu langka dan patut di lestarikan.
"Oke, fine. Aku akan gantiin Tiara di latihan minggu ini. Tapi aku mohon ya sama kamu, jangan sampai ada guru-guru lain yang tau kalau aku ikut latihan," putus Caca akhirnya.
"Loh? Emangnya ken--"
"Suuutttt, gak usah banyak tanya. Kalo masih banyak tanya, aku akan berubah fikiran nih," Caca memotong ucapan Femila dengan telunjuk yang ia tempelkan di bibir temannya itu. Femila itu, selain cerewet dan tukang ghibah, ia juga sangat-sangat kepo-an.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Harus Kamu?
Teen FictionAnrez Ardhaniel Geonard itu, selain tampan dan jago dalam olahraga basket juga bermusik, adalah seorang lelaki yang ego-nya sangat tinggi. Selalu memaksakan apapun yang ia mau. Rela melakukan apapun dan menyingkirkan siapapun demi ambisinya. Keterpu...