Tiara hendak membantu Anrez keluar dari mobilnya. Badan Anrez sangat lemah, bagai tidak memiliki tulang untuk menegakkannya. Mata cowok itu juga terpejam. Setengah sadar. Efek alkoholnya masih menguar.
"Kak, ayok turun,"
"Badan gue lemes banget, Tiara. Gue mau mati," ujar Anrez masih dengan suara khas orang mabuk.
"Ssttt, ngomong apaan sih? Kamu masih punya aku, jangan berpikiran jelek kayak gitu. Percaya ya, sama aku?"
Membuka matanya yang terasa berat, kemudian menatap Tiara dalam. Tatapan Tiara kepadanya terlihat begitu tulus. Anrez pun mengangguk pasrah.
Tiara mulai menuntun Anrez berjalan masuk ke dalam rumahnya. Sebenarnya, agak beresiko juga jika harus membawa orang yang sedang mabuk ke dalam rumah. Apalagi sedang tidak orang sama sekali dirumah itu. Tiara takut? Tentu saja. Rasa takut itu pasti ada. Tapi, mau bagaimana lagi. Kondisi Anrez sangat mengkhawatirkan sekarang.
"Ini bukan rumah gue," celetuk Anrez tiba-tiba. Sepertinya cowok itu baru menyadari tempatnya berada saat ini.
"Iya, ini emang bukan rumah kamu. Ini rumah aku. Kamu nginep disini dulu, gapapa kan?"
"Kenapa? Enakkan juga dirumah gue. Rumah gue kan mewah, besar, nyaman lagi. Ke rumah gue aja, Tiara."
"Pasti efek minumannya yang bikin dia lupa sama masalahnya." Batin Tiara menatap Anrez kasihan. "Kak kamu tuh---"
"Lo kenapa natap gue kayak sedih gitu? Gue gak suka ya, dikasihanin sama orang! Lagian, gue juga gak kenapa-napa. Kenapa lo kayak kasian sama gue?" Ujar cowok itu panjang lebar.
Tiara tersenyum tipis mendengar perkataan Anrez yang menggebu-gebu. Meskipun suaranya sangat lemah, tapi ketara sekali kalau cowok itu sedang kesal.
"Rumah kamu jauh, Kak. Kalo kita kerumah kamu sekarang, nanti kamu makin pusing. Mending sekarang, kamu di rumah aku dulu ya." Ucap Tiara berbohong. Dia tidak mungkin kan, kalau harus bilang jika Anrez sudah diusir oleh Papi dan Maminya?
"Ohh jauh ya? Yaudah deh, gakpapa."
◎◎◎
Anrez baru saja Tiara baringkan diatas tempat tidurnya. Iya, di kamar Tiara. Rencananya, Tiara akan tidur di kamar Nicole saja malam ini.Wajah cowok itu terlihat tertekan meskipun matanya terpejam. Hal itu membuat Tiara mengurungkan niatnya untuk langsung tidur di kamar adiknya. Gadis itu memutuskan untuk duduk di dekat Anrez. Ia mengusap wajah tampan itu dengan lembut dan juga mengusap surai hitam milik cowok itu.
"Mam ... Anrez bukan pembunuh,"
"Kak, hei ... tenang. Ada aku disini,"
"Pih, percaya sama Anrez, Pih. Anrez nggak ngebunuh Mamanya Gino," nafas Anrez semakin memburu dengan matanya yang masih terpejam. Hal ini membuat Tiara sedikit panik. Gadis itu menepuk pelan pipi Anrez, mencoba menyadarkannya dari mimpi buruk.
"Kak, bangun. Ini aku, Tiara,"
"Nggak! Gue bukan pembunuh!" Anrez membuka matanya dengan sempurna. Nafasnya semakin memburu, wajah dan sekujur tubuhnya di penuhi oleh peluh. Perlahan, cowok itu duduk.
Anrez menatap Tiara yang juga sedang menatapnya dengan tatapan penuh kesedihan. "Tiara ...."
Tiara terkejut karena tiba-tiba saja Anrez memeluk dirinya dengan erat. Tiara dapat mendengar kalau cowok itu sedang menangis di ceruk lehernya. "Gue pembunuh, Tiara. Gue pembunuh,"
"Nggak, Kak. Kamu bukan pembunuh,"
"Gue yang udah menyebabkan Mamanya Gino meninggal, Tiara. Gue pembunuh," kata Anrez dengan lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Harus Kamu?
Teen FictionAnrez Ardhaniel Geonard itu, selain tampan dan jago dalam olahraga basket juga bermusik, adalah seorang lelaki yang ego-nya sangat tinggi. Selalu memaksakan apapun yang ia mau. Rela melakukan apapun dan menyingkirkan siapapun demi ambisinya. Keterpu...