Three

5.5K 227 0
                                    


Awan-awan hitam kelabu melintasi langit malam, berkumpul menjadi satu di gelapnya langit, menutupi puluhan bintang yang bersinar terang di atasnya dan menutupi sinar rembulan yang sedang memancarkan cahaya keemasannya, bertengger cantik di angkasa, angin malam nampak tak bersahabat dengan mereka, mencoba memecah belah para awan dan mendorong mereka untuk pergi menjauh satu sama lain, hujan akan turun jika awan-awan kelabu itu terus bersama dan menguasai kota dengan udara dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Dibawahnya, terdapat kota dengan kebisingan yang luar biasa. Jalanan dijejali dengan ratusan mobil serta motor yang berlalu lalang yang membuang hasil dari bahan bakar bensinnya berupa asap melalui lubang knalpot, dari kepekatan lubang tersebut asap kecokelatan terbuang sia-sia mengepul dan menghilang terbawa angin, udara dipenuhi dengan polusi asap kendaraan.
Siapapun tidak akan pernah mau menghirup bau udara yang terkontaminasi polusi itu.
Namun siapa yang tau isi pikiran seseorang.

Sementara Anna sendiri membutuhkan udara segar lebih dari apapun, namun yang didapatkannya hanya sepetak udara dengan racun yang menyeruak masuk ke dalam paru-parunya melalui lubang hidungnya.
Meskipun begitu ia tetap melakukannya.
Karena hanya itu yang ia butuhkan dan bisa ia lakukan, setidaknya untuk menenangkan dirinya saat ini.

Badannya mungkin berada ditempat, terlindungi sabuk pengaman yang berguna untuk menjaga keselamatannya, namun hati dan pikirannya sedang berkelana entah kemana.

Disampingnya, Sewon sedang mengemudi penuh hati-hati. Sesekali ia melihat Anna yang tengah menatap keluar melalui jendela mobilnya, gadis itu tampak hampa dengan tatapan kosong dan ekspresi gelisah diwajah tirusnya yang mempesona.
Udara menerobos kedalam mobil karena Anna membiarkan jendela kaca mobilnya terbuka lebar, tidak memikirkan dirinya sendiri yang memakai baju pendek dan setipis kertas yang bisa saja membuatnya terserang flu karena kedinginan. Sewon tidak ingin berkomentar dan membiarkan gadis itu tetap diam sebagaimana sejak keberangkatan mereka setengah jam yang lalu.
Sewon tidak bertanya ada apa, ia hanya mengantarkan gadis itu karena melihat keputus asaan dimatanya saat meminta tolong tadi.
Anggap saja dirinya sedang mencari amal dengan berbuat baik.

Sebenarnya Sewon sangat ingin tau apa yang menimpa Anna saat ini hingga gadis itu harus pergi dengan penampilan kacau nya sambil menangis tersedu-sedu, tapi Sewon bukan siapa-siapa yang perlu tau meskipun sangat ingin.

Seperempat jam kemudian mereka sampai, Anna menarik lepas sabuk pengamannya dan melihat Sewon, "Terima kasih Prof," ucapnya bersungguh-sungguh sebelum turun dan menghilang dilobi rumah sakit, lalu Sewon berpikir untuk pergi.

Sementara Anna berlari menuju tempat dimana ayahnya berada, yaitu rumah duka yang sudah di siapkan oleh pihak rumah sakit.
Masih dengan kebingungannya Anna sampai dan melihat ayahnya terduduk lesu dipinggir ruangan, sedangkan didepannya terdapat tumpukan bunga Krisan putih beserta foto ibunya yang sedang tersenyum.

Gadis itu jatuh terduduk, tangisnya pecah dan ia meraung-raung sambil melihat foto ibunya, dadanya terasa sesak dan tenggorokannya terserang kemarau.
Ayahnya merangkak menghampiri Anna lalu memeluk putri tunggalnya itu sembari mengelus kepalanya.

💦

Sewon bukan tipe orang yang akan peduli dengan urusan orang lain sebenarnya, dan yang ia lakukan sekarang tidak termasuk dalam rasa kepedulian, menurutnya begitu.

Ia hanya berempati dengan keadaan Anna, awalnya ia tidak tau apa yang terjadi pada gadis itu dan karena niatnya untuk memberikan Anna sedikit bantuan barulah ia tau apa yang sedang menimpa mahasiswinya itu.
Ia membawa sepasang sepatu dan mencari Anna didalam rumah sakit, butuh waktu cukup lama untuk menemukan gadis itu.

Pada akhirnya ia menemukan Anna sedang terduduk lesu disebuah kursi tunggu rumah sakit, tatapannya masih kosong dan wajahnya semakin sembab. Namun gadis itu tidak lagi memakai pakaiannya yang tadi, sekarang ia memakai hanbok berwarna hitam tanda berkabung. Rambutnya terikat rapi dengan jepit rambut berbentuk pita berwarna putih terselib disisi kepalanya.

Tanpa ada keraguan sedikitpun Sewon menghampirinya, ia berdiri cukup lama didepan Anna sampai gadis itu mengangkat kepalanya dan melihat lurus ke mata Sewon.
Anna berdiri dan seolah baru tersadar akan sesuatu dirinya langsung membungkuk.

"Prof? saya pikir Anda sudah pergi," ujar Anna.

"Belum," jawab Sewon, terdapat nada keras dalam suaranya.

"Terima kasih karena sudah mengantar saya kesini, terjadi sesuatu yang mendesak dan saya tidak berpikir jernih tadi. Maaf karena sudah merepotkan Anda," Anna membungkuk lagi.

Sewon tidak mengatakan apapun dan meletakkan sepatu disamping kaki Anna.
Gadis itu melihat sepatu putih itu kemudian melihat Sewon dan bertanya melalui tatapannya.

"Saya lihat kamu cuma pakai sendal tadi kebetulan juga ada sepatu dimobil saya,"

Anna tidak merespon.

"Anda tidak perlu..."

"Pakai saja Kim Anna dan tidak usah dikembalikan," sanggah Sewon, ia tidak ingin berbasa basi terlalu lama, "kalau begitu saya permisi."

Anna melihat Profesornya yang berniat untuk pergi, gadis itu melihat sepatu yang diberikan Profesornya lalu tanpa berpikir panjang ia memanggil pria itu.

"Prof, ibu saya meninggal hari ini. Apa Anda bisa mampir sebentar?"

Saat itulah Sewon tau alasan dari keterburu-buruan Anna dan apa yang sedang menimpa gadis itu.
Dan karena sudah sampai disini, rasanya tidak sopan kalau ia pergi tanpa memberi penghormatan untuk ibunya.

💦

Tanpa Sewon sadari kalau dirinya sudah terlibat dengan Anna untuk yang kedua kalinya. Yang pertama kemarin malam saat Anna mabuk dan yang kedua malam ini.
Dan sepertinya mereka akan terus terlibat, entahlah, benak Sewon merasa demikian.

Ngomong-ngomong, sepatu yang diberikan pada Anna tadi adalah sepatu yang seharusnya ia hadiahkan pada Sana, satu-satunya teman yang dimiliki Sewon.
Sana adalah anak dari sahabat Mamanya, dan usianya beberapa tahun diatas Sewon, bisa dibilang Sana sudah seperti kakak perempuan bagi Sewon.
Temannya itu bekerja sebagai reporter disalah satu surat kabar di Seoul, sedikit terkenal karena kegigihannya dalam mencari bahan untuk beritanya dan selalu dipuji karena kerja kerasnya. Perempuan itu harus pergi ke berbagai tempat untuk membawakan sebuah kabar berita, dan besok adalah hari ulang tahunnya. Sewon tidak terlalu ingat sebenarnya akan hari-hari semacam itu, tapi Sana adalah tipe perempuan yang selalu bicara dengan gamblang, ia sendiri yang mengingatkan Sewon akan hari ulang tahunnya dan meminta Sewon untuk memberikannya sebuah hadiah. Awalnya Sewon menolak dengan bilang kalau ia malas, tapi seorang Sana tidak akan pernah berhenti mengganggu Sewon sebelum permintaannya di iyakan.
Ia berpikir hadiah apa yang cocok untuk seorang reporter, lalu dalam perjalanan pulang dari rumah neneknya tadi ia melihat sebuah toko sepatu. Jadi ia mampir dan memilih satu yang dirasa akan cocok pada temannya itu.

Tapi sekarang sepatu itu sudah dimiliki orang lain. Tidak masalah, ia bisa membeli yang baru besok. Ulang tahun temannya masih besok, tapi apa yang menimpa mahasiswinya itu terjadi malam ini.
Kau tidak bisa menunda untuk berbuat baik, pikir Sewon.

Pria itu selesai memberi penghormatan untuk ibu Anna, ia memberi salam pada dua orang yang berdiri ditepi ruangan, Anna dan ayahnya. Lalu setelah itu ia pamit pergi.

Ia melihat Anna sebelum pergi dan gadis itu juga melihatnya. Seutas senyum lembut terpatri di wajah mungil Anna. Seakan gadis itu memberitahu Sewon bahwa dirinya sangat berterima kasih, tapi meski tersenyum begitu manis tetap saja hanya kesedihan mendalam yang tersampaikan oleh gadis itu.

Sewon tidak membalas dan berlalu tanpa menoleh lagi.

💦💦💦

I'm Getting Old | Jeon SewonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang