Chapter 05

6 4 0
                                    

"Dia dateng!"

"Syaira dateng Dis!"

"Oke, aku udah siap juga"

Mereka semua duduk berjongkok di belokan, menunggu seseorang datang. Salah satu dari mereka tertawa miring. Hingga langkah kaki itu semakin dekat, ia memanjangkan kakinya ke depan hingga...

Brukk!!

"Awhhh"

"Hahahaha!" Suara tawa bergema di koridor tersebut.

"Kamu lagi?! Kenapa kamu suka banget ngerjain aku?!" Syaira bangun sambil merapikan rok seragamnya. Matanya menatap seorang gadis yang memakai bandana pink di kepalanya yang kini juga menatapnya dengan tatapan kebencian.

"Menurut kamu? Apa kamu gak pantes buat dikerjain? Tanya diri kamu sendiri!" Sentak gadis itu lalu berlalu pergi setelah mencelakai Syaira. Syaira menghentakkan kakinya kesal, lalu kesakitan karena ternyata lututnya terluka.

Tak berapa lama saat Syaira hendak berjalan kembali suara teriakan seseorang menghentikannya.

"Yara!"

Teriakan itu begitu menggema di koridor, Syaira menatap ke depan dimana Farrel meneriakkan namanya dengan begitu keras.

"Iya kak?" Mata Farrel langsung melihat ke lutut Syaira.

"Lutut kamu? Oh! Ada yang ngerjain kamu lagi?! Siapa?" Tanya Farrel penuh amarah.

"Bukan kak! Aku-"

"Jatuh?" Potong Farrel cepat.

"Yara kamu emang gadis polos, untuk bohong aja kamu masih pake alesan yang sama?" Tambah Farrel membuat Syaira menundukkan kepalanya.

"Sampai kapan kamu mau sok mandiri? Bisa ngadepin semua masalah? Buktinya kamu-"

"Farrel" Farrel menghentikan obrolannya saat suara berat itu terdengar masuk ke telinganya.

"Jangan bicara kasar" tambahnya lalu membawa mereka berdua duduk disebuah kursi panjang. Laki-laki itu berjongkok untuk melihat luka di lutut Syaira.

"Gatra! Lo tau dia nyembunyiin banyak hal dari kita! Dia pikir dia bisa tanpa kita? Mustahil!" Kesal Farrel.

"Farrel, mendingan lo ke ruang guru, kasih tau walikelas soal ini setelah obatin lututnya gue nyusul" dengan enggan Farrel beranjak dari duduknya dan pergi sesuai dengan perkataan Gatra.

Disamping itu Syaira gelisah.

"Kak jangan lapor guru" ucapnya pelan. Gatra menatap Syaira dengan tatapan yang tak pernah bisa dimengerti.

"Dia bisa ngelakuin ini sama kamu, mungkin lain kali dia bisa ngelakuin hal yang lebih dari ini, gak usah takut dia mau bales kamu apa enggak, orang tuanya harus tau" jelas Gatra panjang lebar.

Mau tak mau Syaira hanya bisa diam, menuruti apapun yang dikatakan Gatra. Karena dengan bantuan kedua kakaknya ia baru bisa hidup dengan tenang.

"Jadi selama ini luka-luka di lutut kamu karena gadis itu?" Tanya Rio. Syaira menganggukkan kepalanya.

Rio datang ke sekolah karena telfon dari wali kelas Syaira. Dan sudah pasti orang tua dari gadis bernama lengkap Adisty Leonara itu juga dipanggil.

Setelah kedatangan kedua pihak keluarga itu Gatra meminta Syaira untuk menjelaskan apa saja yang sudah Adisty lakukan padanya. Awalnya orang tua Adisty tidak percaya namun setelah ia menunjukkan bekas luka akhirnya Adisty mengakui segala perbuatannya. Dan berjanji tak akan mengulangi hal yang sama lagi entah pada siapapun.

Kedua pihak keluarga pun memilih untuk berdamai.

"Kamu tau Gatra?" Gatra menganggukkan kepalanya.

"Kenapa kamu gak bilang? Kalo kamu bilang dari awal mungkin ibu kamu gak akan nyalahin kamu" Gatra mendongak menatap Rio.

"Emang kelalaian aku pa buat jaga Syaira" jawab Gatra.

"Bukan gitu-"

"Pa, itu supir kasian udah nunggu lama mending papa pulang nanti lanjut dirumah" ucap Farrel, akhirnya Rio pun mengalah, ia pamit pulang.

Farrel dan Gatra saling menatap, Farrel melihat mata Gatra yang seolah mengatakan terimakasih padanya, ia pun menjawabnya dengan menepuk pundak Gatra sambil tersenyum.

Mereka pun kembali ke kelas masing-masing, melanjutkan pelajaran.

Bel pulang baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu. Namun ada yang aneh, saat Gatra keluar dari kelasnya Farrel dan Syaira sudah berada didepan kelasnya. Yang aneh adalah wajah Farrel sedikit memucat. Namun Gatra tak bertanya.

"Ayo kita pulang cepet, gue udah nelfon supir daritadi, harusnya udah di parkiran" Farrel lalu menarik tangan Gatra dan Syaira, bahkan membawa mereka berlari ke parkiran secepat mungkin.

Gatra merasa aneh, setibanya di parkiran mata Farrel membulat saat melihat didekat parkir mobilnya banyak laki-laki sedang menatap ke arahnya.

"Ayo masuk dulu" saat Farrel hendak membawa Gatra dan Syaira kembali masuk ke sekolah tiba-tiba sekelompok laki-laki itu memanggil namanya.

"Farrel!"

Wajah Farrel semakin memucat.

"Lo bikin kita nunggu 5 menit lebih disini, lo lupa? Atau sengaja lupa?"

Gatra menoleh pada sekumpulan laki-laki itu, lalu menatap pada Farrel seolah bertanya.

"Gue jelasin dirumah nanti Ga, yang penting kita kabur dulu" saat mereka hendak kabur, lagi dan lagi laki-laki itu menghentikannya.

"Lo bisa kabur, tapi diluar sekolah lo gak bisa kabur dari kita"

Melihat situasinya semakin tidak terkendali Gatra menyuruh Syaira untuk kembali masuk ke sekolah dan menunggu ia dan Farrel datang menjemputnya.

"Ada masalah apa?" Tanya Gatra pada Farrel, namun Farrel tak menjawabnya.

"Biar gue bantu jawab, kemaren dia nantangin kita, katanya tunggu dilapangan deket komplek tapi kita tungguin gak ada, akhirnya kita yang nyamperin kesini, kurang baik apa kita?" Salah seorang laki-laki yang Gatra duga pemimpin mereka kini tersenyum miring.

"Masalahnya? Gue nanya ada masalah apa, kalian gangerti bahasa manusia?" Mereka semua emosi begitu mendengar pertanyaan Gatra.

"Siapa lo? Lo mau tau masalahnya? Dia si bangsat Farrel sosoan ngebantuin pacarnya temen gue!"

"Temen lo main tangan! apa pantes buat temen lo sekasar itu sama cewek? Apa salahnya gue bantu?"

Black and WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang