Gatra menuju tempat selanjutnya, dimana sebuah alamat tertera di kertas daftar nama yang diberikan Fallera. Ia melihat rumah mewah didepannya. Dengan penjaga yang berdiri gagah didepan gerbang. Ia menyebrang lalu tiba didepan rumah mewah itu. Hendak mengetuk pintu namun para penjaga itu menghalanginya.
"Ini rumah Genta Reganta?" Tanyanya. Para penjaga itu menganggukkan kepalanya. Namun tatapannya tak mengarah padanya sedikitpun.
"Kasih tau, gue Ephraim Regatra datang berkunjung sebagai anak yang mengunjungi papanya" Gatra menekankan setiap kata dalam kalimatnya. Para penjaga itu lalu kembali ke posisi semula, namun salah satu dari mereka menekan bel disisi gerbang.
"Bos, Ephraim Regatra datang berkunjung sebagai anak yang mengunjungi papanya" Gatra sedikit terkejut. Penjaga itu benar-benar mengucapkan apa yang ia ucapkan. Lalu terdengar suara balasan dari bel tersebut.
"Bawa dia masuk"
Seketika darah disekujur tubuh Gatra seolah berhenti.
"Silakan" tanpa sadar Gatra melamun sehingga tak menyadari bahwa gerbang sudah terbuka sepenuhnya. Dua penjaga berjalan didepannya, membawa Gatra ke tempat dimana laki-laki bernama Genta Reganta berada, yang juga adalah papanya.
Selama hampir 19 tahun ia menunggu, baru sekarang ia bisa bertemu dengan papanya, dan pertemuan ini pun tidak baik. Selama ini yang ia anggap papanya hanyalah Rio seorang. Lalu tiba-tiba ia mengetahui bahwa pembunuh papanya adalah papa kandungnya sendiri. Ia benar-benar tidak bisa percaya.
Maka dari itu ia kesini malam-malam begini hanya untuk memastikan apakah benar pembunuhan itu dilakukan olehnya.
Bagaimana jika itu benar? Apa yang harus dilakukan?
Membunuh balik sebagai balas dendam?
Tapi bagaimana ia tega membunuh papanya sendiri?
Tapi Rio juga terlalu baik, apa laki-laki sebaik Rio tidak bisa hidup lebih lama?
Apa alasan pembunuhan ini?
Apakah karena dirinya?
"Apa kamu akan terus diam seperti patung?" Tiba-tiba sebuah suara menginterupsinya. Gatra tersadar dari lamunannya. Matanya melihat sekitar lalu berhenti pada orang didepannya.
Seorang laki-laki paruh baya dengan setelan formalnya dan kacamata yang menggantung diatas hidungnya nampak terlihat segar. Laki-laki itu sedang membaca sebuah buku di tangannya.
"Kau-"
"Ya aku papamu" laki-laki itu memotong ucapan Gatra yang menggantung.
Gatra seolah kehilangan kata-kata. Banyak yang ia ingin tanyakan, tapi pada akhirnya hanya satu kalimat yang berhasil keluar dari mulutnya.
"Kamu membunuh papa?" Dengan suara yang bergetar ia menatap laki-laki itu.
"Bagaimana bisa? Bukankah aku papamu?" Laki-laki itu tertawa ringan seolah tak terjadi apa-apa.
"Rio, kamu yang membunuhnya?"
"Bukan tapi memang suruhanku"
Setetes airmata mengalir dari matanya, sekujur tubuhnya bergetar.
"Baiklah"
Ia sudah mendapatkan jawaban.
Tapi sesudah ini apa?
Saat ia hendak keluar dari pintu Genta memanggilnya.
"Ephraim, kamu tidak bisa menilai suatu hal hanya dari sudut pandangmu" Gatra menoleh.
"Lalu anda ingin mengatakan bahwa anda tidak bersalah?"
"Bajingan itu berhak mendapatkannya"
"Bajingan yang anda sebut adalah orang yang berarti bagi saya!" Genta membuka kacamatanya, menatap anaknya yang kini sudah tumbuh dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black and White
General Fiction"Kamu akan menemukan sesuatu yang tak pernah kamu temukan sebelumnya" -BlackandWhite