Chapter 10

2 1 0
                                    

Sesuai dengan perkataannya Gatra pulang dengan membawa sekeresek besar makanan ringan untuk Farrel dan Syaira. Ia mengetuk pintu kamar Syaira namun Syaira menyuruhnya menaruh makanan ringan itu didepan pintunya, Gatra mengerti. Lalu ia pergi ke kamar sebelahnya, mengetuk pintu hingga Farrel menyuruhnya masuk.

"Nih, makanan kesukaan lo semua" Gatra menaruh makanan tersebut diatas meja. Lalu hendak pergi sebelum suara Farrel masuk ke telinganya.

"Tunggu"

Gatra berbalik, menatap Farrel seperti biasanya.

"Lo gak ngerasa sedih sama sekali?" Gatra memejamkan matanya. Bagaimana bisa Farrel berpikir ia tidak sedih sama sekali?

"Gue sedih, tapi apa gunanya? Kalian berdua udah sedih kalo gue ikut sedih siapa yang urus kalian?" Setelah kata-kata itu keluar Farrel memalingkan wajahnya.

"Lo terlalu banyak mikir, meskipun gue bukan anak kandung mereka tapi gue udah anggap mereka kayak orang tua kandung gue sendiri, kalian berdua udah sesedih ini gue gabisa diem ikutan sedih juga kan?" Setelah mengatakan semua Gatra berbalik dan melangkahkan kakinya pergi. Tepat sebelum ia benar-benar keluar dari sana terdengar suara isakan tangis. Gatra menoleh dan mendapati Farrel yang menangis sambil terduduk.

Sedetik kemudian Gatra masuk ke dalam kembali, memeluk Farrel, mengusap kepalanya.

"Lo boleh sedih tapi lo harus tetep sehat oke?" Farrel menganggukkan kepalanya.

"Maafin gue Ga"

"Gapapa"

"Kalo lo butuh sesuatu ke kamar gue aja, gue mau ke kamar Syaira dulu dia pasti lebih sedih, sebagai kakak lo harus lebih tabah oke?"

"Kayak lo?" Tanya Farrel, Gatra menyunggingkan senyumnya.

"Kurang lebih" jawabnya lalu pergi dari kamar Farrel.

Menuju pasien selanjutnya.

"Yara"

Tidak ada jawaban.

"Yara buka pintunya"

Tidak ada jawaban juga.

"Yara! Buka atau kakak dobrak?" Akhirnya pintu terbuka menampilkan sosok gadis dengan mata merah dan idung yang merah juga. Terlihat jejak airmata di matanya.

Gatra masuk ke kamar Syaira, membawa gadis itu duduk di kasur. Memeluknya dari samping agar bersandar di bahunya. Tangannya mengusap kepala gadis itu.

"Dulu Yara sering ngejek temen Yara gapunya orang tua, ternyata sekarang aku rasain gimana rasanya gapunya orang tua" Syaira menahan tangisannya, namun matanya tak berbohong, mata indahnya itu terus mengeluarkan bulir bulir airmata.

"Yara sekarang ngerasain apa yang kakak rasain" seketika usapan lembut dikepala gadis itu terhenti.

"Maaf Yara dulu suka ngejek kakak kayak gitu"

"Ini karma buat Yara"

Seketika ingatan Gatra beralih pada beberapa tahun setelah ia memasuki keluarga ini. Memang benar Syaira pernah mengejek nya seperti itu, bahkan lebih parah.

"Kamu gapunya rumah?"

"Gapunya orang tua juga? Liat dong Yara punya keduanya!"

"Tapi gapapa, Yara berbagi sama kakak karena kakak ganteng!"

Gatra menyunggingkan senyumnya mengingat kenangan itu.

"Mulai sekarang, kamu jangan asal bicara lagi oke? Ini bukan soal karma tapi perkataan kamu siapa yang tau bisa nyakitin perasaan mereka?" Syaira menganggukkan kepalanya.

Black and WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang