Chapter 21

0 1 0
                                    

"Fallera!"

Fallera terperanjat kaget, suara teriakan itu tidak terlalu keras, namun ia kaget karena orang yang meneriakinya dari bawah. Ia langsung terduduk dan membenarkan rambutnya yang sedikit acak-acakan. Ia melangkah ke jendela melihat ke bawah dan benar saja orang itu ada dibawah, dan sekarang ia menatapnya.

Fallera langsung turun, ia bahkan berlari dan langsung membukakan pintu.

"Masuk cepet!" Fallera menarik lengan laki-laki itu.

"Lo ngapain tengah malem kesini?! Darimana juga lo tau rumah kedua gue?!" Cecar Fallera.

Rumah keduanya ini hanya beberapa orang yang tau, lagipula rumah ini tidak besar, hanya ada dua kamar dan ruang tamu. Benar-benar untuk hidup seorang. Tapi setahunya yang tau rumah keduanya adalah Refan dan beberapa anak buahnya, lalu bagaimana laki-laki ini bisa tau?

"Lo bilang misi gue hari ini, gue tunggu kabar lo ternyata gak ada" ucapnya. Fallera melongo.

"Lo kesini cuma mau bahas misi gak penting ini?"

"Lo yang bilang kemaren, gue nginep disini beberapa hari" Gatra melihat raut wajah laki-laki itu. Sembari menunggu jawaban.

Namun Fallera tak kunjung mengeluarkan suaranya, ia malah melamun panjang.

"Boleh?" Tanya Gatra lagi dengan suara yang lebih besar dari sebelumnya membuat Fallera tersadar.

"Oh boleh ada satu kamar, buat lo" Fallera langsung mengiyakan. Tidak apa-apa lagipula ia harus lebih mengetahui sifat dan sikap Gatra agar semakin membuat rencananya berjalan dengan lancar.

Lalu Gatra tak berbicara lagi, laki-laki itu langsung pergi ke kamarnya setelah mendapat persetujuan dari Fallera. Tiba-tiba Fallera tersadar.

"Ga, lo baik-baik aja?" Tanyanya sembari berteriak.

"Ya" jawab Gatra.

Oke. Fallera tidak akan lagi bertanya apapun.

"Sejak kapan kamu menjadi liar seperti itu?"

Alden tak menjawab, matanya menatap sang papa dengan tatapan kesalnya. Daniel melirik pada anaknya itu.

"Jadi kamu sudah berteman baik dengan berandalan seperti dia?"

"Kalo dia berandalan terus papa apa?" Jawab Alden membuat mata Daniel melotot padanya. Alden memalingkan wajahnya sedikit takut.

Daniel menghela nafas pelan, ia duduk disebelah anak laki-lakinya tersebut.

"Selama ini bukannya papa tidak tau pekerjaan papa tidak baik, cuma yang harus kamu tau hanyalah papa melakukan ini demi masa depanmu kelak. Papa gak mau kamu menjadi seperti papa, lakukan saja hidup mu seperti yang kamu inginkan" Daniel mengelus rambut Alden lalu pergi.

Setibanya di kamar Daniel memijat keningnya, pikirannya langsung berpaling ke hari paling gila dalam hidupnya. Dimana ia membunuh banyak nyawa di tangannya. Ia akui ia bukan orang yang bersih, tangannya penuh darah bahkan dosanya sudah tidak bisa ia tebus.

Semuanya demi apa?

Demi pencapaian nya ada di posisi tertinggi seperti sekarang. Tak ada yang berani mengusiknya. Namun seolah ini tak berarti apa-apa.

Mendengar anaknya sendiri mengatakan bahwa ia memiliki seorang papa yang seperti berandalan itu sangat menyakitkan. Tapi semua ini ada alasannya. Agar sang papa bisa melindungi anaknya, selalu melindunginya. Karena Daniel tau tanpanya Alden tak pernah bisa berdiri sendiri. Bukan maksud ia melihat anaknya seperti anak kecil, hanya saja kenyataannya seperti itu. Terlalu banyak bahaya yang tidak terduga diluaran sana.

Black and WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang