Bagi yang belum follow, follow dulu yuk!
aniday_ udah? Tengkiu!
Jangan lupa votenya ya! Makasih!Well, we never start anything.
.
.
.
.[Sepertinya, Rindu]
Diana memikirkannya seharian. Ya, ketika pria itu mengatakan kebenarannya.
Ia benar-benar panik saat mengetahui Alvian yang berada di club dan menemukan sesuatu di genggaman tangannya. Mengerikan.
Ia tidak mungkin bisa berpura-pura tidak peduli ketika pria itu dengan bodohnya melepaskan masa depannya. Terlalu bodoh.
Don't play pretend.
Don't play pretend.
Don't play pretend.
“Bu?” panggil Juwo lagi karena Diana tidak mendengarkannya.
“Sejak kapan kamu di sini?”
Juwo berdehem lalu menyerahkan sesuatu yang tadi dititipkan oleh seseorang untuknya dengan sopan.
“Ibu sering melamun. Maaf, Bu kalau ini terkesan enggak sopan, tapi karena sering melamun Ibu jadi bahan gosip. Kalau Ibu butuh apa-apa, saya akan berusaha untuk bantu, ya, Bu.”
Diana hanya mengangguk lalu mengusap wajahnya kasar.
“Ini apa?” tanya Diana sambil membuka paper bagnya yang entah berisi apa.
“Saya enggak tahu, Bu. Tadi ada mas-mas yang nitip ini ke Keyra. Keyra bilang dia gak agak sibuk buat anter ke ruangan Ibu.”
Diana mengeluarkan isi paper bag-nya dan melihat isinya. Sebuah kotak yang berisi .... hoodie?
“Ya, udah makasih, ya.”
Sepeninggal Juwo, Diana menatap hoddie pink yang ada di dalamnya dan ada sebuah kertas bertuliskan:
We miss you.
.....
.....“Al! Lo bakal senang kalo gue bilang kabar bahagia ini!” ucap Fadhil dengan gaya katroknya yang sedikit memalukan.
Beberapa karyawan menatap Fadhil dengan tatapan: dah gila tuh orang!
“Kita dapat investor! Well, mungkin ada kabar buruknya juga sih....”
“Dil. Calm down,” ucap Alvian yang sedang membaca beberapa proposal tidak penting. Ya, tidak lagi penting karena sebentar lagi Start Up kecilnya akan gulung tikar.
Fadhil mengatur napasnya yang tidak beraturan. “Kita dapat investor!”
Alvian tahu kalau saat ini investor sangat mereka butuhkan untuk saat ini. Tapi sebenarnya ia punya plan cadangan kalau pun mereka belum bisa mendapatkan investor itu. Meskipun tidak terlalu membantu, setidaknya ia masih bisa mempertanggungjawabkan semua karyawan yang berada di bawah naungannya.
“Tapi gue gak dapat email atau ---”
“It's taking something.... em, informal tho but gue yakin mood lo bakal baik sekarang.”
“And?”
“DnD! DnD bakal berinvestasi untuk proyek cadangan kita, Al! Lo gak perlu pake duit pribadi lo buat ganto semua kerugian yang ... bikin lo langsung jatuh miskin! Well, gue tahu hubungan lo dan mantan istri lo gak akur, tapi lo ga bakal nolak, 'kan?”
Alvian menutup berkas proposalnya yang amat tidak penting dan menatap Fadhil yang terlihat amat bahagia.
“Lo mau gue nurunin harga diri gue?”
“Demi perusahaan---”
“Gue lebih baik bangkrut daripada minta bantuan Diana! Lo gila ya? Lo ngemis bantuan dia?”
“Gue gak ngemis, Al. Dia maksud gue Diana yang ngajak gue meet up dan bahas ini secara gak formal. Dia cuma butuh izin lo dan voila! Reputasi kita gak seburuk itu lagi dan ---”
“Dan lo setuju?” Fadhil menggeleng lalu berkata, “Dia gak butuh izin gue.”
“Gue yang butuh izin lo,” ucap Alvian. Fun fact yang sebenarnya tidak ingin Alvian akui seumur hidupnya adalah ia tidak pandai dalam hal berbisnis. Selama ini ia dikelilingi oleh orang yang cerdas seperti ayahnya, Fadhil dan ... Diana.
Ia benci mengakuinya tapi wanita itu adalah satu-satunya perempuan yang paling cocok sebagai partnernya. Cerdas dan pandai memperhitungkan peluang.
Bukan sebuah keheranan kalau wanita itu berhasil menghidupkan lagi perusahaan yang telah lama mati menjadi sangat besar. Sementara dirinya hanya melanjutkan keinginan ayahnya.
Fadhil dengan cepat menjawab, “Apa harga diri lo lebih penting daripada karyawan yang butuh beras? Jangan selfish hanya karna lo pernah suka sama Diana dan sekarang enggak. Gue yakin lo gak sebenci itu sama Diana. Lo cuma gengsi. Dan sekarang lo mau bandingin gengsi lo sama ribuan karyawan yang lagi kesusahan nyari duit. Lo mikir aja, Al.”
Alvian tahu kalau ia tidak mungkin bisa menolak. Ia hanya .... Ia bahkan tidak benar-benar membenci Diana dalam arti yang sebenarnya. Ia hanya tidak ingin berurusan dengan wanita itu lagi dan bisa menjalani kehidupannya dengan tenang ... sendirian.
“Lo tahu kan gebetan lo---”
“Gue gak punya gebetan, Dil.”
“Ya terserah lo, deh. Intinya itu. Si Shelia. Gue denger dia jadi coach buat trainer Idol di DND. Popularitas tertinggi masuk ke perusahaan mereka, Al. Lo tahu tahu kan entertainment sekarang lagi pesat. Lo gak mungkin sebodoh ini nolak mereka disaat ... unfortunately kita yang butuh mereka.”
Alvian tidak berhak menolaknya tapi bagaimana jika mereka ... mereka akan sering bertemu?
“Diana juga bilang kalau dia diwakilkan sama wakilnya. So, you don't have to worry about .... Well, sesuatu yang gak sepenting itu.
Alvian meringis karena tidak punya pilihan sama sekali. Sebagian dirinya ingin menolak dan sebagian lagi membiarkan harga dirinya hancur.
Ia tidak mungkin.
Wanita yang selalu berhasil membuatnya bingung. Ya, sejak dulu. Untuk apa wanita itu membantunya di saat ia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menjauh?
Apa ini karena dirinya adalah first love-nya?
Bagi Alvian, akan lebih mungkin kalau Diana membantunya karena kasihan. Wanita itu tidak pernah senaif itu hanya karena cinta pertama, bukan?
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertinya Rindu
ChickLit| Chicklit Romance | Selesai | Kalau saling mencintai saja sudah cukup untuk memberikan kebahagiaan, semuanya akan terasa mudah. Diana memutuskan untuk bercerai dengan suaminya, Alvian karena dirinya terlalu sibuk bekerja dan ingin mengejar karirnya...