Bagi yang belum follow, follow dulu yuk!
aniday_ udah? Tengkiu!
Jangan lupa votenya ya! Makasih!Don't play pretend.
[Sepertinya, Rindu]
Alvian tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya semalam dan mengapa ia ada di kamar yang tidak asing baginya.
Interior yang sangat ia sukai. Ia ingat kalau ia yang meminta design ini.
Alvian memegang kepalanya yang sangat pusing dan merasa tidak bertenaga. Ia menerjab dan memerhatikan sekelilingnya dan melihat foto pernikahannya yang terletak di nakas dekat dengan ranjangnya.
Tunggu ... pernikahan?! Berarti ia ada di apartemen Diana?!
Alvian dengan cepat beranjak dari ranjangnya lalu menunju ke luar. Ia kemudian mendapati Diana yang sedang memasak sesuatu.
"Kamu udah bangun? Kebetulan sopnya udah siap," ucap Diana lalu menyajikannya di mangkuk berukuran sedang.
"Kamu pasti masih pusing jadi aku masakin ---"
"Kenapa aku di sini?" potong Alvian sambil memegang kepalanya yang sedikit pengar.
Diana membawa sarapan mereka ke meja makan, "Lebih baik kamu makan dan mengisi tenaga kamu daripada mikir yang aneh-aneh," ucap Diana sambil melepaskan celemeknya.
"Kamu gak mau makan?"
"Aku mau pulang."
"I see. Tapi lebih baik kamu makan supaya kamu bertenaga untuk bisa pulang," ucap Diana lalu duduk di meja makan menunggu pria itu untuk sarapan bersamanya.
Alvian tidak banyak menolak kali ini. Ia berjalan menuju wanita itu dan duduk di depannya.
"Aku tahu kamu gak terlalu suka sop, tapi itu supaya kamu gak pusing," ucap Diana sambil memakan sandwich untuk dirinya sendiri. Ia tidak terbiasa sarapan jam pagi seperti ini sejak perceraiannya. Ia tidak terbiasa sarapan.
Alvian memakan sop itu perlahan dan tidak berkomentar.
"Kamu ingat kamu semalam dimana?" tanya wanita itu.
"Di ... club."
Diana tersenyum, "Untung kamu masih ingat."
Alvian tidak mendengarkan ucapan Diana dan terus menghabiskan sop buatan wanita itu. Ia masih ingat kalau ia melewatkan makan malamnya semalam dan sekarang ia sangat lapar.
"Kenapa aku di sini, Diana?" tanya Alvian lagi.
"Kamu mabuk. Aku nelfon kamu semalam untuk ... minta maaf tapi yang angkat perempuan lain. Dia bilang kamu udah mabuk banget dan gak sadar."
Diana lalu melanjutkan ucapannya, "Jadi aku bawa kamu ke sini. Mobil kamu masih di bawah club yang kemarin."
Diana lalu mengeluarkan bungkusan yang berisi pil-pil aneh dan meletakkannya di atas meja.
Hal itu menarik perhatian Alvian sehingga ia menghentikan acara makannya sebentar.
"Apa ini?"
Diana menatap Alvian kesal dan berkata, "Harusnya aku yang nanya! Apa ini?! Kamu mau mati cepat?!"
Alvian mengerutkan dahinya ---tidak mengerti dengan ucapan Diana. Siapa yang mau mati?
Diana terlihat sangat marah dan Alvian belum pernah melihat Diana semarah ini.
"Aku minta maaf untuk semuanya. Tentang perceraian kita, aku minta maaf lagi. Kalau kamu butuh apa-apa, aku bakal bantuin kamu, Al. Apa pun akan aku usahakan supaya bisa bantu kamu. Tapi jangan kayak gini, Al!" teriak Diana tiba-tiba.
Mata Diana berair dan menahan tangis. Alvian tidak tahu kenapa wanita itu menangis tanpa alasan.
"Aku gak mau kamu sampe pake obat-obatan kayak gini! Are you dumb? Kamu bisa sepuasnya untuk minta bantuan aku ---termasuk untuk perusahaan kamu. Aku bakal bikin kamu jadi prioritas, Al! Tapi jangan sampe kamu .... Kamu pake ginian!"
Tangis wanita itu pecah karena Alvian. Sementara pria itu tidak mengerti penyebabnya.
"Aku minta maaf untuk semua yang udah aku lakuin, but please... No taking drugs," ucap Diana yang semakin membuat Alvian bingung. Ia tidak mengingat kejadian semalam sepenuhnya.
Ia hanya mengingat kalau ada wanita yang mendekatinya dan memberikannya sesuatu.
Alvian menahan dirinya untuk tidak terlalu dekat dan memerdulikan Diana lalu berkata, "It's not your own business, Diana."
Diana mengusap air matanya dengan kasar lalu mengambil ponsel pria itu yang terjatuh saat ia membawa Alvian ke apartemennya.
"Ya, tapi gak harus nge-drugs, 'kan?"
"...."
"Kamu gak sebodoh itu, 'kan? Al?"
"Dan kamu seharusnya gak peduli! Hanya karna .... Hanya karena aku cinta pertama kamu," ucap Alvian yang ... entahlah. Ia sendiri merasa aneh menyebutkan kata-kata mengerikan itu.
Diana mengerutkan dahinya -tidak setuju.
"Aku peduli sama kamu bukan karna kamu mantan suami aku atau karna kamu cinta pertama aku. Aku juga peduli sebatas kemanusiaan! Kamu pikir nge-drugs itu normal? Kamu pikir itu gak bahaya? Kamu pikir dengan nge-drugs masalah kamu langsung selesai? You're childish, you know."
Alvian menganggukkan kepalanya tidak peduli. "Kamu selalu aja dengan alasan kamu. Karir, kemanusiaan, mungkin sebentar lagi kasihan? Kamu wanita paling benar yang pernah aku kenal. Kamu tahu? Kamu bahkan gak pernah merasa bersalah barang sekali. Cuma sekali, Na."
"...."
"Ya, kamu sempurna sekarang. Cantik, pintar, kaya, KARIR yang bagus pula. Sekarang semua orang memandang kamu. Semuanya. Dan kamu gak sadar kalau kamu itu makin ga punya hati! Apa kamu pernah peduli sama Gisel yang setiap hari nanyain kamu? Oh ya, anggap aja aku ga ada. Tapi apa kamu peduli? Of course no! Kamu lebih mencintai uang daripada keluarga kamu sendiri."
"...."
"...."
"Aku gak cinta uang, Al."
"Dari semua statement yang aku jabarin. Kamu cuma nolak itu? Ah, I see. Berarti benar kan?"
"Al...."
"Kamu gak perlu ngomong apa-apa lagi, Na. You're the worst woman I ever met!"
"Aku...."
"Gak usah pasang muka sedih, Na. Disgusting. Aku lebih tahu lebih dari siapapun sifat kamu. Intinya kamu cuma mau formalitas, 'kan? Bukan komitmen. So, let's end this conversation."
"...."
"Aku selalu berpikir dan berpikir setiap harinya apa aku yang salah di pernikahan kita. Unfortunately, kamu yang bermasalah, Na. Tapi kamu dengan gaya angkuh kamu mencampakkan semua orang yang peduli sama kamu dan berpikir kalau kamu bisa membahagiakan diri kamu sendiri."
"...."
"Well, yes! Silakan hidup di kesendirian kamu."
Alvian mengambil ponselnya di atas meja dan sebelum meninggalkan Diana, ia berkata, "Don't play pretend, Na. Gak semua orang bisa kamu permainkan."
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertinya Rindu
Chick-Lit| Chicklit Romance | Selesai | Kalau saling mencintai saja sudah cukup untuk memberikan kebahagiaan, semuanya akan terasa mudah. Diana memutuskan untuk bercerai dengan suaminya, Alvian karena dirinya terlalu sibuk bekerja dan ingin mengejar karirnya...