DUA PULUH TIGA

45 12 1
                                    

Bagi yang belum follow, follow dulu yuk!
aniday_ udah? Tengkiu!
Jangan lupa votenya ya! Makasih!





[Sepertinya, Rindu]

“Apa kamu udah gak punya uang? Tinggal di hotel kayaknya gak bakal nguras uang kamu— Aigoo,” ucap Mira sambil memberikan bantal untuk Diana.

Tepat seminggu setelah Diana pergi ke Melbourne dan menginap di rumah Mira. Mira adalah sahabatnya sejak mereka menduduki bangku SMP dan mereka memiliki banyak kesamaan sehingga bisa dengan cepat untuk akrab. Insecure, contohnya.

Diana terkekeh sambil menangkap bantal yang dilemparkan Mira untuknya.

“Kamu tahu aku gak bisa tidur tanpa bantal.” Mira memutar bola matanya.

“Bukan itu. Kamu bisa menginap di hotel atau menyewa apartemen atau apalah. Tetanggaku pasti udah mikir yang aneh-aneh sekarang," kesal Mira sambil memijat kepalanya.

“Lesbi? Kamu memang lesbi—” Belum sempat Diana menyelesaikan ucapannya, Mira langsung melempar sebuah bantal sofa tepat di kepala Diana dan membuat wanita itu meringis kesakitan.

“Aku gak lesbi! Aku cuma ... belum dapat yang cocok aja," lirihnya.

“Ya-ya, terserah kamu. Kamu gak berniat kencan buta? Kudengar itu lagi populer—eum, okay.” Diana menghentikan ucapannya ketika melihat Mira hendak melemparkan salah satu bantal sofanya lagi.

“Aku masih ga ngerti sama kamu. Kenapa kamu gak mencoba—meskipun sekali. Kamu udah kepala tiga, Ra. Untunglah kamu bersemedi di Melbourne. Ya, kalau kamu di Indonesia, kamu udah jadi bahan gosipan ibu-ibu arisan.”

Aish! Aku gak ngerti kenapa aku masih bisa bersahabat sama kamu, Na. Padahal kamu nyebelin banget demi apa,” kesal Mira sambil mendekati Diana.

Diana hanya terkekeh lalu membaringkan tubuhnya di kasur yang sama dengan Mira. Sebenarnya rumah Mira cukup luas dan memiliki beberapa kamar, tapi ia membutuhkan Mira untuk menjadi teman curhatnya.

Meskipun sudah seminggu berada di kediaman Mira, wanita itu belum menanyakan apa-apa perihal kedatangannya dan dirinya pun tidak berniat untuk menceritakannya. Sepertinya mereka sudah saling mengerti satu sama lain.

Wanna talk?”

“....”

Its okay. Kamu bisa cerita kapan aja.” Diana menggeleng lalu menghadap ke arah Mira yang sudah sedang menatapnya.

I hate myself, Ra,” ucap Diana dengan mata yang berkaca-kaca. Mira sangat tahu kalau Diana adalah wanita yang sebenarnya sangat sentimental dan mudah menangis, namun ia tidak ingin berkomentar apa-apa saat ini. Mendengarkannya adalah pilihan terbaik.

“Aku melarikan diri, Ra. Dari semua masalahku. Aku pengecut banget ya? Dulu aku yang minta cerai, sekarang aku menghindar, melarikan diri. Aku lemah banget ya, ra.”

“....”

“Aku bahkan ga kenal yang namanya solusi. Yup! Masalahku —orang lain yang kena imbasnya. How ridiculous, right?”

“....”

“Banyak yang berharap sama aku, Ra. Mereka pikir aku keren, hebat, sempurna. After all, aku cuma manusia biasa, Ra. Memangnya mereka gak bisa lihat kelemahanku? Aku gak bisa ngasi apa-apa buat siapapun. Tapi mereka terus berharap, Ra.”

Sepertinya RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang