DUA PULUH LIMA [END]

127 14 4
                                    

Bagi yang belum follow, follow dulu yuk!
aniday_ udah? Tengkiu!
Jangan lupa votenya ya! Makasih!

[Sepertinya, Rindu]

“Kamu ... nangis? Hey! Alvian, are you okay? Kamu gak salah. Gak ada yang salah. Kenapa kamu terus-terusan minta maaf?” ucap Diana sambil menepuk pundak Alvian.

“Aku bahkan gak tahu kalau kamu sakit setiap harinya karena aku,” balas Alvian dengan perasaan yang amat merasa bersalah.

“Aku gak sakit.”

“Iya aku tahu. Kamu 'sakit', Diana,” ucap Alvian sambil melepaskan pelukannya lalu melanjutkan ucapannya, “Aku bahkan gak tahu kalau kamu sering gak sarapan atau makan malam—aku gak tahu. Padahal aku selalu yakinin kamu kalau aku selalu mencintai kamu.”

Diana terkekeh lalu tersenyum dengan tulus. “Itu gak salah kamu.”

Alvian mengangguk, “Iya, sekarang. Sekarang itu bukan salah aku yang bukan siapa-siapa kamu.”

Diana mengerutkan dahinya tidak mengerti.

Alvian melihat ke arah jendela yang mulai menampakkan cahaya matahari setelah hujan singkat tadi. Ia kemudian menatap Diana yang menatapnya bingung.

“Aku berhenti mengejar kamu dan menatap kamu, Na. 'We are nothing' kata-kata kamu dulu—I still remember until now.”

“...”

Kamu bisa meramal? Kamu benar. Kalau garis takdir yang bilang nothing untuk kita—sekeras apa pun aku mengejar kamu. We're still nothing.”

“...”

“Listen, Na. Aku punya banyak kesalahpahaman atas kamu dan kamu gak berniat menjelaskan apa-apa. Aku mencoba memperbaiki dan kamu justru menghindar. Aku udah dengar banyak dari Tere—she told me— banyak cara untuk mengatasi masalah kamu, Na. Tapi kamu terlalu takut buat mencoba.” Alvian menjeda ucapannya sejenak lalu meraih tangan wanita itu agar berada dalam genggamannya.

“Ini terakhir kalinya aku ngebahas tentang ini. I really miss you—everytime. Aku gak berencana menggantikan kamu dengan Shelia atau siapa pun. Aku masih berharap sampai sekarang untuk rujuk sama kamu. Mencoba memperbaiki semuanya dari awal. Mengenal dan lebih mengerti kamu. Kamu gak mau kan aku mencintai kamu apa adanya? Okay. Aku akan nyoba untuk gak mencintai kamu apa adanya. Kita bisa jadi pasangan yang bisa jadi pasangan yang gak terlalu memikirkan anak—maksudku, kita bisa mikirin itu belakangan. Kita bisa menikmati waktu kita meskipun sebentar.”

Alvian menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Tangan Diana yang berada dalam genggamannya mulai membalas tangannya. Tatapan keduanya bertemu dan Alvian bisa melihat dengan jelas kalau Diana sedang tersenyum.

I think we need a 'space'—for us. Sejak awal kita udah salah, kita gak saling terbuka satu sama lain dan membuat spekulasi sendiri. Jadi, kalau kita rujuk, kita harus lebih saling terbuka. Kalau kamu punya masalah, kamu bisa bilang sama aku.”

Diana tidak bisa menahan senyumannya lagi, ia tertawa kecil. “Kamu gak lagi bikin penawaran untung-rugi kan?”

“Aku serius, Diana,” kesal Alvian. Dia sudah memberanikan diri untuk mengatakan hal-hal yang bukan dirinya tapi Diana malah menganggapnya seperti lelucon.

“Iya, aku tahu. Lagian tumben kamu ngomong panjang lebar.”

Alvian hanya menatap Diana dengan kesal. Ia meraih ponselnya yang berisikan banyak notif sejak tadi. Ternyata semua notif dari Fadhil yang menanyakan keberadaannya.

Sepertinya RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang