Karin(a) POV...
Koridor sekolah yang tak begitu padat, membuat telingaku tak bisa menangkap suara dengan jelas.
Pandanganku kosong, dan raut wajahku kembali datar. Aku hanya bisa menangkap sekelebatan orang-orang yang berlalu lalang dengan cepat didepanku.
Suara dengan nada kekecewaan yang keluar dari mulut Viola tadi, kembali terngiang-ngiang dikepalaku.
Sebenarnya apa salahku? Kenapa diri ini seperti kehilangan separuh nyawanya, setelah kata-kata tak menyenangkan itu menyerangku tadi?
Dia sahabatku. Tak pernah sekali-pun, aku punya pemikiran untuk menyakitinya. Tapi kenapa tadi dia melontarkan perkataan seperti itu padaku?
Viola memintaku, agar dia menggantikan anak-anak lain yang ingin dibully olehku. Mana bisa aku melakukannya.
Semakin lama isi kepalaku mulai runyam. Gambaran-gambaran abstrak mulai menggores dikotak memori.
"Hah...aku lelah," ucapku dengan menghela napas pelan.
Kakiku mulai bergerak. Menjalankan sepasang kaki ini tanpa arah tujuan yang pasti.
Netraku bisa melihat semua anak yang memandangku dengan rasa takut. Entah itu murid laki-laki, maupun perempuan. Bahkan ada yang terang-terangan memperlihatkan rasa jijik mereka terhadapku.
Setelah berjalan cukup lama...akhirnya langkah kakiku berhenti pada rooftop sekolah.
Langit biru yang menyambut kehadiranku, membuat suasana hati yg awalnya gundah menjadi tenang.
Aku mulai merentangkan tangan, agar bisa menikmati semilir angin yang menerpa diriku.
Sejuk dan menenangkan, hingga membuatku ingin meneteskan air mata dengan begitu mudahnya.
"ARGGHHHH!!"
Aku berteriak sekencang mungkin, agar rasa tak enak ini mulai membaik. Mengeluarkan segala kekesalan didalam diri, melalui gelombang suara kencang tak bermelodi itu.
Mengatur nafas secara perlahan-lahan, agar dadaku bisa menerima oksigen lagi. Semua rasa kegiatan tadi membuat dadaku merasakan sesak yang cukup hebat.
Aku duduk dilantai tanpa alas. Melihat gumpalan-gumpalan awan, yang bergerak dengan searah angin datang.
Suara kepakan sayap burung yang terbang dilangit, membuatku melihat para unggas itu.
"Betapa bebasnya mereka, sampai bisa terbang dilangit. Andai aku seperti burung itu...pasti aku tak terkekang rasa menyakitkan ini," lirihku dengan sedikit rasa iri.
Kalau difikir-fikir lagi...setelah perdebatan singkat dengan Viola tadi, aku mulai sadar. Betapa bodoh serta buruknya diriku ini, dalam mengendalikan emosi.
Aku terus melampiaskan emosi pada anak-anak yang tak bersalah. Bahkan aku juga seperti orang hina yang melakukan hal keji seperti itu. Ternyata, aku sudah terperosok sangat dalam pada lingkaran sesat itu.
Dan aku mulai memikirkan kembali perkataan Ayumi tadi. Sebenarnya...benarkah aku melakukan semua ini, karena melepas semua kekesalan dan amarah yang di bawa dari rumah?
Ternyata, aku meragukan pemikiran itu. Setidaknya, aku sempat kokoh mempertahankannya.
Mengingat kembali masalah pribadi yang tak masuk akal itu, semakin membuat kepalaku panas.
Kalau di ingat lagi...kenapa aku terus memikirkan anak baru itu? Bahkan aku mulai penasaran dengan kisah hidupnya dimasa lalu. Kenapa dia bisa memaafkan segala masa lalunya itu dengan sangat mudah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Подростковая литератураAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...