Bala Bantuan

20 2 0
                                    

Sudah 2 hari lamanya sejak Ayumi di rawat di Rumah Sakit. Selama itu juga Viola tak masuk sekolah. Demamnya yang membuat gadis berhijab ini tak kunjung turun dari ranjang hangatnya.

Meringkuk di balik selimut tebal, sembari di tempeli handuk basah. Suhunya kian membaik, setelah dirinya istirahat dengan cukup.

Absennya murid yang menjadi kunci dari sebuah masalah ini, membuat Vernon semakin diterpa rasa penasaran. Ingin mulutnya bertanya akan kesaksian asli dari apa yang telah dilihatnya melalui EEIC sekolah.

Namun tak adanya dia, pastinya membuat mulutnya kembali terbungkam dan harus menunggu hari esok kembali.

Kenapa tak mengunjungi rumah Viola? Sesungguhnya alasanya sangatlah simpel. Karena guru Bahasa ini tak mau mengganggu privasi, serta waktu istirahat gadis dengan nama belakang Larasati ini selama di rumah.

Ya, kali ini kekecewaan harus ditelannya lagi dikala melihat hari terakhir sekolah selama seminggu telah usai. Mau tidak mau ia harus menunggu hari senin tiba, agar semuanya menjadi jelas adanya.

"Ku harap...hari Senin Viola sudah masuk sekolah. Jadi aku tidak perlu bungkam terlalu lama mengenai hal ini, dan melaporkannya pada KepSek"

Batinnya terus memohon dengan keyakian penuh. Tangannya menggengam sebuah flashdisk yang berisi salinan vidio kejadian pembullyan Ayumi yang terekam jelas oleh EEIC di kolam renang indoor.

Hari Senin...

Viola meneguhkan hatinya. Siap tak siap, mungkin dia akan di hujami oleh seribu pertanyaan dari wali kelasnya yang telah memecahkan kode rahasia dari ucapannya waktu itu.

Jari jemari lentiknya meremas tali sampiran tasnya dengan kuat. Bayang-bayang akan sosok sahabat baiknya yang kini masih harus beristirahat dirumah akibat saran dari dokter, membuat dirinya medesah ngilu. Tak ada luka fisik, namun mungkin ada luka batin.

Tangannya bergetar. Iris kelamnya mentap nanar akan getaran di lengannya itu. Takut? Marah? Geram? Dia tak tau, sebenarnya apa maksud dari pergerakannya ini. Yang pasti, ia harus kembali berperang dengan ular berkepala dua yang licik.

"Ya Allah, semoga hari ini aku tidak ditimpa kesialan. Permudahkanlah aku dalam melakukan hal yang mungkin sesungguhnya engkau larang. Tetapi untuk kali ini saja...aku rela menanggung hukuman apapun darimu, demi menyelamatkan sahabatku dari ujung kewarasannya"

Doa sederhana yang mungkin mengandung banyak makna, terus dipanjatkannya setiap saat sebelum memulai awal baru saat ingin melangkah maju menuju sekolah. Harap-harap cemas, kian menjalari tubuhnya hingga membuat pacu jantung semakin mencepat.

"Anda sudah siap, nona?"

Pertanyaan dari Saka, seakan mengalihkannya dari kelemut kekesalan batin.

"Ya, aku sudah siap"

Uluran tangan yang begitu lembut dari putra Hanggaraya ini, membuatnya tersenyum. Ia terima uluran tangan itu dan mengikuti langkah pemuda yang berkedok sebagai supir pribadinya dari zaman remaja awalnya baru dimulai, menuju kedepan pintu mobil yang telah terbuka lebar.

Klap

Bunyi pintu yang telah tertutup, menjadi penanda awal dari sebuah permainan baru. Tatkala deru suara mobil yang bersahut-sahutan, bagaikan pengiring genderang penanda keberangkatan bagi kereta bertenaga kuda ini.

"Nana, bersiaplah bertemu dengan titik akhir kejayaanmu. Mungkin kali ini, kau akan skakmat"

Di Sekolah...

Setiap pasang mata melihat kehadiran dari mobil sedan berwarna abu-abu milik Viola. Sahabat kecil Karin ini turun dari kereta kencananya, dengan baju zirah perang yang tak terlihat oleh mata batin. Itu memang sebuah pengumpaan. Tapi bagi sebagian orang yang peka akan raut serta ekspresi gadis cantik ini, mungkin akan mengerti kenapa ia berperilaku demikian.

Sisi Lain Sang PembullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang