Sudah beberapa waktu lalu sejak kepulangan ketiga sahabat ini terjadi. Kini mereka sedang berada didalam mobil sedan milik Viola, yang akan mengantarkan kedua sahabat berdarah Jepangnya itu menuju rumah Ayumi.
Mungkin disini terlihat suatu pancaran kebahagian, akibat kedua sahabat perempuan Karin yang tengah bercanda dan bercengkrama disela-sela perjalanan ini.
Namun tidak dengan Kazuma. Sahabat kecil Ayumi itu tengah melamun, ditengah bisingnya keadaan ini.
Matanya terus menyorotkan sirat sendu, bercampur rindu. Entah kenapa rasanya, tubuhnya itu terlihat ada disini. Tapi nyatanya, pikirannya saat ini ada ditempat lain. Bagaikan segelintir benang merah yang tengah melayang jauh diruang hampa, seperti itulah juga keadaannya saat ini.
Tersekat akan kenyatan, dan dunianya sendiri. Tak ada yang menyadari keadaannya saat ini. Mereka sibuk akan kegiatannya masing-masing.
Seperti supir Viola yang fokus akan pekerjaannya untuk membawa nona muda, dan kedua sahabatnya menuju tempat tujuan dengan selamat. Dan kedua sahabatnya....yah, semuanya sudah tau mereka sedang apa saat ini.
"Hah," sebuah hembusan napas pelan, berhasil lolos dari mulut pemuda bermarga Syirugama yang sejak tadi terkatup rapat.
Tangannya menopang dagu berahang tegas miliknya, pada penyangga pintu. Iris jelaga kini tengah menatap kearah jendela mobil. Melihat akan presensi bayangannya, yang terlukis dengan samar pada permukaan bening kaca.
Kazuma POV
Entah sudah berapa lama aku meninggalkan panti asuhan itu. Sejujurnya hatiku merasakan suatu hal aneh saat ini. Seperti mengganjal, tapi aku tidak tahu itu apa.
Kulihat bayanganku yang samar pada kaca jendela mobil, menampilkan ekspresi yang tengah kalut dan bingung.
Sesaat diriku tersadar, ternyata diriku juga sedang menampilkan raut wajah yang sama dengannya.
"Kazuma, terima kasih"
Ah, suara itu. Lagi-lagi aku bisa mendengar kata-katanya yang terbisikan ditelingaku.
Mataku terpejam, saat kotak memoriku sedang menyinkronkan kembali akan kejadian yang terekam oleh retina, dan terdengar oleh telingaku.
Begitu lembut, hingga membuat mata yang awalnya terpejam ini langsung terbuka kembali. Senyum tipis terlukis dibibirku, ketika melihat bayang-bayang wajah cantiknya yang kadang membuatku rindu.
Karina Syalvero. Kenapa kau terus membuatku mabuk, padahal aku tidak minum alkohol? Tidak, sepertinya ini adalah suatu perbandingan yang cukup jauh, karena umurku saja belum cukup untuk membeli ataupun meneguk setetes minuman seperti itu.
Taukah kau, kalau suaramu saja sudah seperti genderang yang akan membuat jantungku berdetak begitu cepat? Sadarkah kau, jika genggaman tanganmu itu memberikan reaksi tidak karuan yang seakan membuat darahku mendidih dengan seketika?
Lucu. Pastinya dia tidak akan tahu ini, kalau mulutku saja tertutup dengan rapat sampai saat-saat terakhir sebelum diriku pergi meninggalkannya.
Hey, Karin. Jika kita diberikan kesempatan lagi untuk bertemu...apa yang akan kau dan aku lakulan? Apakah aku boleh berbincang lebih banyak padamu? Atau, apakah aku boleh duduk disampingmu sembari mendengarkan setiap kisah hingga permasalahan yang membuatmu terus kabur dari keadaan itu?
Aku ingin. Sangat ingin kejadian tadi terulang kembali. Tapi sayangnya kita tidak bisa mereplay semua itu, dan hanya bisa mengenang recording akan sebuah untaian peristiwa didalam kotak memori.
Perlahan hatiku gelisah. Perlahan diriku tak siap akan kemungkinan buruk, jika hal itu terus kupikirkan. Pada akhirnya, mungkin jalan berpikirku akan terpecah, bila argumen dengan batin ini terus dilanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Teen FictionAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...