Tes...Tes...
Suara ini, rintik ini. Bisakah kita tidak mendengarkannya dikala hujan? Suara yang bergerak begitu cepat, seperti kilatan cahaya. Dan suara yang terdengar begitu berisik, seperti dentuman drum halus.
Suasana ini, ketenangan ini. Mungkinkah ini adalah suatu tanda buruk dikala hari berganti?
Keadaan ini pasti akan selalu membuat kita ingat dengan hal yang berbau dengan kesedihan. Menyendu, dan berlarut bersama alur memori dimasa itu. Sempat hati ini akan merasakan penyesalan batin, dikala kenangan telah hancur bersama dengan retakan kotak delusi.
Sama seperti saat ini. Dia, seorang pria yang telah menghancurkan kenangan indah bersama sang istri...kini tengah meratapi penyesalannya.
Berdiri ditengah-tengah derasnya hujan tanpa payung yang menjadi peneduh, sembari menatap jendela unit apartemen milik wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya.
"Narala"
Nama itu. Nama yang sempat terukir dengan indah didalam hatinya. Nama yang selalu menjadi penyemangat dikala ia merasa sedang terpuruk. Nama yang selalu membuatnya rindu ingin memeluk wanitanya. Nama itu...adalah nama istrinya.
Gyut
Pria itu mengepalkan tangannya dengan kuat. Menahan rasa inginnya untuk menemui sang istri yang sedang bernaung dengan nyamanya didalam sana. Didalam tempat yang mungkin tak bisa di bobol dengan mudahnya.
"Narala, bolehkah...aku seperti ini?"
Dia menguatkan hatinya untuk menemui sang istri untuk terakhir kalinya, sebelum sidang terakhir yang akan dilaksanakan minggu depan.
Kakinya mulai berjalan menuju kedalam loby. Menaiki lift yang akan menuju ke lantai tempat unit Narala berada.
Perlahan dia menyusuri lorong setelah keluar dati lift. Matanya menelisir setiap angka yan tertulis didepan pintu, hingga dia menemukan unit yang ditujunya.
Ting Tong
Suara bel mungkin sekarang sedang menguar didalam unit itu. Mungkin lorong ini terlihat seperti kedap suara. Tapi telinganya bisa mendengar langkah kaki yang dikenalinya.
"Tunggu sebentar!!" Seruan suara dari dalam unit itu membuat jantungnya berdebar.
Seutas pertanyaan kini hinggap di kepalanya. Akankah kehadirannya ini diterima, atau ditolak oleh Narala?
Hatinya kini semakin resah, disaat pintu yang berada didepannya perlahan terbuka. Dia dapat melihat wanita berhijab ini tengah membuka pintu unit apartemennya lebar-lebar.
"Ma–mas Kaylen?" Kaget. Saat itu juga laki-laki ini mengetahui kalau kehadirannya sangat membuat istrinya begitu kaget.
Narala meneliti penampilan suaminya. Begitu berantakan dan basah akibat air hujan diluar sana.
"Ayo masuk dulu mas. Kalau kamu basah kaya gini, nanti kamu bisa sakit," ajak Narala kepada Kaylen.
"Tidak usah, aku kesini cuman sebentar. Aku cuman ingin melihat wajahmu untuk terakhir kalinya. Hanya sebentar, sebelum hari itu tiba. Benar-benar...hanya sebentar," tolak Kaylen dengan menampakan senyum lemah dibibirnya.
Seketika hati Narala merasa sakit. Dadanya sesak, saat pria yang menjadi pasangan sehidup sematinya menampilkan senyum menyedihkan seperti itu didepannya.
"Owh," tak tau harus menjawab apa, wanita hanya mengucapkan apa kata bibirnya saja.
Senyum yang sejak tadi memperlihatkan kesedihannya, kini berubah menjadi garis datar. Sirat sendu dan rindu, kini memperlihatkan ke kosongan saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Fiksi RemajaAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...