Suara kicauan burung, membangunkan semua orang dari tidurnya. Suaranya yang merdu, kadang menjadi alaram tak terpasang.
"Eungh," suara lenguhan saat membuka mata, membuat setiap arwah yang berkelana dimalam hari kembali kedalam raganya.
"Sudah pagi ya," ucapnya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
Gadis itu terbangun dari posisi rebahannya. Ia mengerejapkan matanya yang sedikit masih berat.
Sekelebat perasaan, menghampiri dirinya saat membuka kedua kelopak matanya. Kesan reaksi yang tiba-tiba, membuatnya merasa merinding.
"Aneh. Perasaan apa ini? Kenapa aku merasa merinding? Padahal hari ini adalah hari pertama masuk sekolah baru, karena berhasil mendapatkan beasiswa yang kemarin. Apa karena anak yang waktu itu, hingga membuatku merasakan firasat buruk?" Benaknya bertanya-tanya.
Memulai hari dengan firasat buruk saat baru membuka mata, bukanlah suatu hal yang baik. Hal ini, membuat Ayumi was-was dengan pemikiran yang sempat singgah dikepalanya.
"Ah, sudahlah. Lebih baik aku mandi saja," ujarnya tak mau mempedulikan pemikirannya itu.
♧♧♧
Ayumi telah menyelesaikan kegiatan paginya. Ia kini mengenakan seragam sekolah yang baru, sembari menatap cermin. Dan juga merias dirinya sebaik mungkin, agar berpenampilan rapih di hari pertama masuk sekolah barunya.
"Yosh!! Mari kita mulai hari yang baru," ucap Ayumi menyemangati dirinya sendiri. Senyum manis ia berikan untuk pagi yang cerah ini.
Tak mau berlama-lama didepan cermin, dia langsung turun kebawah untuk sarapan.
Pemandangan yang sudah biasa ia lihat setiap harinya, kini terjadi didepan matanya. Kerhamonisan antar ayah dan ibu, membuatnya dia senang.
"Setiap harinya kalian selalu seperti ini. Lihatlah situasi sekitar dulu, kalau ingin bermesraan. Aku yang melihatnya saja merasa malu," Ayumi protes pada kedua orang tuanya.
"Hei. Anak kecil sepertimu ini, jangan memikirkannya. Kalau tak mau merasa malu...ya jangan dilihat," Hiroshi tak terima protesan putrinya.
"Anata. Bagaimana Ayumi tidak melihatnya, kalau kejadian itu ada didepan matanya sendiri? Dia memiliki indra pengelihatan yang baik. Ya kali, putri kita jalan sambil merem. Yang ada dia ketabrak tembok," Ayumna membela putrinya.
"Apa yang dikatakan mama itu benar. Masa aku jalan sambil merem sih pa," Ayumi membenarkan perkataan mamanya.
"Ya...ya gak gitu juga kali. Kan kamu bisa pura-pura gak liat," Hiroshi membela dirinya sendiri.
Ayumi dan Ayumna langsung menatap malas kepala keluarga ini. Mereka merasa jengkel dengan pembelaan Hiroshi tadi.
"Ya sudah, aku mengaku kalah. Jangan melakukan hal itu lagi ya. Lebih baik aku menyantap sarapan saja," gadis ini mengakui kekalahannya sendiri, sebelum masalah tambah besar.
Hiroshi dan Ayumna saling tatap. Mereka bingung dengan sikap putrinya tadi. Baru kali ini, dia menghindar dalam hal perdebatan. Bukannya melawan, tapi dia malah mengaku kalah.
Ayumi yang telah menghabiskan sarapannya, langsung menatap bingung. Ia mulai merasa risih, saat kedua orang tuanya memandangnya dengan tatapan aneh.
"Ada apa?" Tanyanya memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Novela JuvenilAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...