Sudah 5 hari sejak penyetujuan Hortensia untuk tawaran pengoperasian matanya. Selama itu juga, entah kemana gadis bunga ini menghilang.
Semi tak mengetahui dimana kekasihnya berada. Yang hanya dia tau, gadis itu tengah di bawa Karin pergi. Bahkan selama di kediaman Alvero, dia juga tak melihat batang hidung kakaknya.
Bisik-bisik dari para pembantu bilang kalau Karin tengah pergi keluar negeri untuk menggantikan bundanya yang tengah sibuk di kantor.
"Bahkan kakak gak mengangkat teleponku," ucap Semi lesu sembari menjatuhkan tangannya lemas.
Pemuda ini terus berpikir. Apa salahnya? Sampai kakaknya sendiri saja tak mengangkat telepon itu. Apa karena sibuk ya?
Puk
"Lu kenapa sih bro? Masih mikirin Kak Hortensia?" Tanya Alaric yang tadi menepuk pundak Semi.
"Ya, begitulah," jawab putra Maryam singkat.
"Tapi gak gini juga kaliii. Hortensia saja bahkan gak ngasih kabar ke gw. Kemana ayang gwwww?" Lanjutnya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia memegangi tangan adiknya ini.
"Idih, najis. Kakaknya siapa sih ini? Bucin amat," Alaric membatin melihat tingkah laku kakaknya. Bahkan mual dibuat-buat juga dilakukannya.
"Kamu nanye? Kamu bertanya-tanya? Nih ya, gw kasih tau. Ayang mu itu, lagi pergi Ama kak Karin. Lu juga udah tau. Gak usah di tanya lagi ngapa"
"Tapi...masa iya Hortensia sibuk bantuin kak Karin kerja sih? Dia kan belum pernah mempelajari ilmu-ilmu tentang itu. Kenapa kakak gak ajak aku aja? Kan aku udah paham. Kenapa harus Hortensia?"
Alaric memutar bola matanya malas. Hah, mendengar ocehan itu berulang kali di setiap harinya.
"Bodohnya gw malah dengerin kak Semi curhat. Beneran dah, capek gw dengernya"
Sementara itu di tempat lain...
Rumah Sakit....
Semua informasi yang di berikan orang-orang pada Semi adalah palsu. Nyatanya, 5 hari ini Karin dan Hortensia masih ada di dalam negeri. Lebih tepatnya di salah satu Rumah Sakit ternama di daerah Bintaro, Jakarta Selatan.
Tok...tok....
"Masuk," sang penghuni kamar mempersilahkan.
Clear
"Bagaimana? Apa kamu sudah terbiasa dengan mata baru itu, Hortensia?" Tanya Karin yang tadi mengetuk pintu.
"Ya, aku sudah terbiasa. Walau ini sudah 2 hari masa pemulihan, tapi rasanya ini masih seperti mimpi"
"Kenapa begitu?" Karin menaruh sebungkus kantong plastik di atas meja.
Ah, patut kalian tahu. Kamar yang di berikan oleh Karin untuk sahabatnya ini adalah sebuah ruangan VVIP paling bagus di rumah sakit.
"Karena aneh saja. Langit biru yang selama ini ku pandang gelap, akhirnya terlihat jelas. Lalu...aku juga bisa melihat wajahmu yang begitu cantik. Padahal selama ini aku hanya meraba dan menerka"
"Karin, terima kasih. Aku tak tau lagi harus membalas semua kebaikanmu dengan apa. Bahkan aku sampai di carikan kamar serta rumah sakit paling bagus di negara ini"
Kepala gadis ini tertunduk. Rambut panjangnya itu menutupi wajah serta manik indah baru yang terpampang di matanya.
"Hey, tak perlu sampai segitunya. Justru aku yang harusnya berterima kasih padamu. Kalau saja tidak ada kamu, mungkin Ayumi akan terus menerus di bully oleh mereka. Peranmu saat hari pembalasan kemarin, bagaikan suatu hal yang besar. Kau menolong Ayumi, sudah seperti menolong saudariku. Hanya ini yang bisa aku berikan untuk balasan dari ikut sertamu kemarin sebagai seorang saudaranya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Teen FictionAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...