"Kamu sudah siap untuk hari ini, Karin?"
Lengan kokoh seseorang menjulur di depannya. Lantas, gadis berhijab ini bangun dari posisi rebahannya di atas genangan air hitam dengan cara meraihnya. Duduk dengan kaki kanan tertekuk, dan kaki kiri melonjor.
Ruangan sunyi yang hanya diterangi cahaya berwarna merah menjadi latar bagi tempat pertemuan dua jiwa berbeda alam ini.
"Apa yang harus aku persiapkan, Ayah? Bahkan hal yang di tunggu ini tak mendebarkan hatiku, karena aku tahu hasil akhirnya. Hanya 2 peristiwa yang mampu membuat dadaku bergejolak. Pertama adalah saat aku harus menggantikan posisimu nanti menjadi pemimpin perusahaan. Dan yang kedua adalah...saat aku tak bisa melihatmu di hari terpenting seumur hidupku. Entah itu kelulusan sekolah, pernikahanku, dan kelahiran anakku nanti"
Tangan remaja 17 tahun ini mengusap wajahnya dengan frustasi, hingga bercak hitam itu menempel di pipinya. Kesan wanita yang begitu kuat terpancar dari dirinya.
Senyum pedih terukir di bibir Karin. Ia menatap pria awal baya di depannya. Namun dirinya sadar, sosok itu telah tiada.
"Pft—bwahahaha. Ini lucu. Tiba-tiba kau datang ke mimpiku. Hey, Ayah. Lihat aku dari sana ya. Jaga aku dari sana juga. Lindungi putrimu ini agar tak terluka sampai kedua hal itu tercapai. Kumohon, jadilah alasan bagiku untuk hidup berjalan lurus. Mungkin diriku merasa jijik untuk mengatakannya. Tapi kali ini aku jujur serta tulus. Jadilah sokonganku agar jiwa ini tak kosong. Ok?"
Pusat perhatiannya saat ini menatap ke atas. Dirinya mendengak, dan terlihat jelaslah wajah sang Ayah yang dikenalinya di 3 tahun lalu sebelum sosok itu tiada. Begitu tampan dengan stelan pakaian serba putih bersih.
Kaylen hanya menatap putri yang ada di depannya dengan lembut sembari tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap kepala berbalut hijab.
"Selalu, Ayah akan menjadi alasan untukmu berdiri kembali. Maafkan Ayah karena pergi duluan, dari pada kalian. Jaga Bundamu, sayang. Sampai kami bisa bersatu kembali di alam sana. Kamu putriku yang paling hebat. Ayah bangga melihatmu tumbuh seperti ini. Lindungi orang-orang berharga di dalam hidupmu, jangan sampai menghilang lagi. Goodbye my daughter. I hope you always healthy"
"Goodbye too...dad"
Kata itu menjadi percakapan terakhir Karin dengan sang Ayah di dalam alam bawah sadarnya. Matanya terbuka. Memperlihatkan onxy gelap yang melembut. Bahkan dirinya sampai tersenyum tenang.
***
"Sudah bangun, kak?" Tanya Semi yang duduk di kursi penumpang samping supir.
Kali ini mereka berada di perjalanan menuju sekolah. Mereka sudah siap untuk berperang. Mental, jiwa, serta fisik sudah siap semua berkat gemblengan Eve.
"Ya. Maaf, tadi aku terlelap," jawab Karin sambil mengucek mata.
"Tidak apa-apa. Aku tahu semalam kakak mempersiapkan banyak hal untuk hari ini. Jadi kakak bisa beristirahat sebentar sekarang, sebab masih ada waktu sampai kita tiba di sekolah"
Mata Semi melirik ke arah kaca spion di dalam mobil. Dilihatnya sang kakak duduk bersandar dengan kepala mendengak ke atas. Tangannya membentang di atas sandaran kursi, dengan 2 sosok yang bersandar asik padanya.
"Khu," adiknya ini tersenyum melihat kelakuannya.
"Tak usah tertawa, bocah. Kau tak tahu betapa senjataku kali ini sangat berguna," timpalnya merasa jengkel.
Maharu hanya mengangguk saja. Dia tak bisa membalas ucapan kakaknya. Hal itu memang benar. Senjata Karin begitu luar biasa.
"Aku jadi tak sabar melihatnya"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Teen FictionAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...