"Viola..."
"Viola..."
"Kumohon...tolong aku Viola"
Apa? Aku harus bantu apa? Bertahun-tahun kamu meminta tolong padaku, tapi kamu tidak memberi tahukan apa yang ingin di bantu.
"Aku..."
Apa sekarang kau gamang? Lelah bertahun-tahun tapi entah tidak tau apa yang kamu inginkan.
"Tolong gantikan aku menjaga Afta"
Afta? Afta siapa?
"Cintamu yang bertepuk sebelah tangan. Aftaza Rizaldi"
....Rizal
Lalu...kamu ini siapa sebenarnya? Aku ingin tahu namamu
"Frea..."
"Mantan tunangannya...yang sudah tiada"
***
Mataku terbuka. Berkas cahaya memasuki celah bingkai kaca. Sesaat aku terpana pada plafon kamar yang seperti biasanya.
Tanpa sadar di sudut mata terdapat sisa-sisa jejak air yang ku ketahui itu sangatlah asin.
Mengingat kala mimpi semalam yang membuat dadaku terasa sesak. 5 tahun lamanya sosok perempuan bertudung putih itu memanggil namaku. 5 tahun juga dia terus meminta hal yang sama.
Tolong...tolong...dan tolong...
Satu hal yang tak pernah aku ceritakan kepada banyak orang. Sesungguhnya aku bisa melihat hal yang tak bisa orang lihat. Namun sudah sejak lama aku tak terlalu peduli pada hal itu. Namun sejak 5 tahun sosok itu selalu menghantui mimpiku.
Tak intens, ia hanya datang di kala aku tak terlalu sibuk dengan pekerjaan. Entahlah, ia seperti datang ketika banyak beban. Mungkin ia takut membuatku banyak pikiran.
"Frea...oh, gadis yang malang. Kau menitipkan sosok yang begitu berat padaku. Bagaimana dan dimana pun aku tidak tahu harus apa"
"Itu permintaan yang sulit...Frea"
Tok...tok...
Mataku melirik pada pintu kamar yang terketuk.
"Sayang...sudah bangun? Ayo sarapan," Suara ibu memanggil dari luar.
"Iya, sebentar Bu"
Segeranya aku bangkit dari kasur. Hey, jangan salah kaprah. Aku bangun kesiangan juga karena pekerjaan di kantor gak terlalu banyak. Plus, aku tidak melupakan menjalankan ibadah. Setelah sholat aku tidur lagi tau, capek (efek menyesal karena sudah menginjak fase dewasa).
Klentang...klentang...
Suara piring yang di taruh di atas meja menarik atensi. Terlihat ibu, kak Eve, dan juga bu Trisha tengah menaruh susunan piring di atas meja.
"Good morning my little sister," sapa kak Eve.
"Good morning my sis," balasku kepadanya.
Dug dug
Syung
"Undaaa"
Saat aku menoleh, gadis kecil berusia 5 tahun lompat dari arah tangga. Aku langsung sigap menangkapnya.
"Eva, ya ampun sayang. Kalo kamu jatuh gimana," dengan jantung yang masih dag dig dug ser ini aku memarahi gadis kecil yang rambutnya terkunci dua.
"Eva gak takut jatuh sih. Kan pasti di tangkep unda," ucapnya dengan tak bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Teen FictionAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...