Lica melihat ke sekitar. Sepertinya situasi semakin menggila saat murid-murid berteriak histeris.
Vernon? Dia hanya diam menunduk dan malu. Tangannya terus terangkat, padahal dirinya tau kalau itu tidak sengaja terjadi.
Dengan merasa terpaksa, dia mengambil cincin yang di sodorkan dan langsung berlalu pergi.
Ia menulikan telinga saat siswi-siswi di sana berteriak "DITERIMA! LAMARANNYA DI TERIMAAA!" Padahal nyatanya bukan begitu.
Jujur, Vernon kala itu tengah bersemu merah karena teriakan anak-anaknya yang rada jahanam.
Niatnya bukan mau ngelamar anak orang, tapi karena murni kepeleset. "Sial, malah jadi kaya gini. Semoga Lica gak salah paham," batinnya merutuk.
Guru-guru yang lain membubarkan kerumunan. Mereka menyuruh anak-anak untuk cepat masuk ke dalam kelas.
Yaswanta mendekat pada guru muda yang tadi bikin heboh. Ia menepuk pundaknya yang terlihat lesu.
"Vernon," panggilnya.
Sang empu menoleh saat namanya di panggil. "Owh, pak Yaswanta. Maaf ya pak, saya malah bikin heboh saat apel pagi tadi"
"Gak papa. Sesekali siklus seperti tadi harus terjadi. Jangan terus-terusan tegang gara-gara anak-anak terus. Ngomong-ngomong, selamat ya. Lamaran kamu di terima sama Lica. Nanti kalau kalian nikah, jangan lupa undang saya ya"
"Pak, bu—"
"Sudah, saya pergi dulu. Sebentar lagi saya harus rapat dengan suka dinas. Saya permisi"
Bak efek daun berhembus, dirinya di tinggalkan dengan sebuah ke salah pahaman yang cukup besar.
"Sial, tambah meleber," teriak batinnya frustasi.
Di Lain tempat...
Lica ngumpet di taman belakang. Duduk di kursi taman dengan sendirian tentunya.
Jemarinya melihat ring bermata indah itu. Indah, cantik. Tapi dirinya yakin itu bukan untuknya.
Ia lihat dengan teliti setiap sudutnya. Mungkin saja pemiliknya kini sedang mencari cincin itu.
"Aku harus mengembalikannya ke Vernon," gumamnya.
Dengan cepat tangan sebelahnya mengambil ponsel. Ia pencet nomer Vernon, dan menghubunginya.
Tut...Tut...
"Halo, Vernon. Bisa ke taman belakang sekarang? Ayo kita bicarakan kejadian tadi"
Tut
Ia tak berani bicara panjang lebar. Baginya, kejadian tadi sangatlah mencengangkan.
Tak Berapa lama...
"Lica!"
Gadis itu terkejut di kala lamunannya di buyarkan oleh sebuah teriakan. Dia bingung, kenapa Vernon datang dengan nafas yang terengah-engah? Apa karena guru Bahasa Indonesia itu berlari sampai sini.
Lica menepuk posisi kosong pada kursi di sampingnya. Ia mempersilahkan untuk Vernon duduk terlebih dahulu, baru mereka membicarakan hal tadi bersama.
"Minumlah! Sepertinya kamu haus sekali," Isabel memberikan botol kemasan minum pada Xiolend.
Tak basa basi, pemuda itu langsung menyambar botol dan meneguk isinya sampai habis.
"Maaf, kejadian tadi pasti membuatmu bingung. Padahal aku hanya kepeleset saat hendak mengambil cincin yang menggelinding itu," ucap Xiolend selepas mengakhiri acara teguk meneguknya.
Lica tersenyum. Dirinya paham kalau semua ini salah paham. Dia mengambil salah satu tangan Vernon, dan meletakan cincin berukuran kecil yang mungkin ngepas di jari perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain Sang Pembully
Подростковая литератураAku adalah murid baru di SMP Royal. Hari pertamaku saat masuk sekolah, sangatlah tidak menyenangkan. Mulai dari sebuah teror kejahilan, hingga hal-hal tak terduga yang dibuat oleh sang pembuly disekolah. Namun apa jadinya, jika aku mengetahui alasan...