Tempat Tujuan

20 3 0
                                    

Tepat setelah gadis berhijab ini meninggalkan rumah itu, sang tangis alam-pun mengeluarkan airnya. Guyuran hujan deras, tengah membasahi bumi. Sekelebat petir hingga gemuruh, menyambar dilangit malam.

Suara bisingnya, mengiringi kepergian taxi yang tengah ditumpangi oleh Karin untuk pergi dari rumahnya. Membisikan kesedihan, ditelinga yang siap mendengarkannya.

Karin menopang dagunya dengan malas, sembari menatap keramaian jalanan. Semua kendaraan yang berlalu lalang dihadapannya, seperti sebuah semut kecil yang tengah memadati tanah tempat kita berpijak.

"Hah~, kali ini aku kemana ya?" Bibirnya berucap. Otaknya kian berputar, saat memikirkan tempat tujuan yang pas baginya untuk bersembunyi dari kejamnya dunia.

Gadis ini menyalakan ponselnya. Dia membuka galeri, dan mebuka salah satu albumnya. Menscroll layarnya keatas, hingga menemukan foto yang menarik perhatiannya.

"Ah, tempat yang bagus," monolognya kembali keluar dari mulutnya. Seutas senyum terukir, dikala ia merasa segelintir kebahagiaan didalam hatinya.

Karin menepuk supir taxi yang tengah berkendara itu. Dia memperlihatkan alamat yang berada di ponselnya, pada sang supir.

"Pak, tolong antarkan aku ke alamat ini ya," pintanya pada supir tersebut.

"Baik neng," sang supir memanuti perintah penumpangnya. Dia memutar setir mobilnya kearah yang diminta.

Perjalanan yang panjang telah berlalu. Gemerlap malam terus mendampinginya. Lampu jalan serta gedung-gedung tinggi menyinari kepergiannya menuju tempat yang ditujunya.

Hening. Rasanya sekeremut kebisuan dirasakan melalui aura, yang berada didalam benda bermesin ini.

"Neng, kalau boleh Bapak tanya...kamu kenapa pergi malam-malam begini? Terus tadi juga sempat berfikir, untuk pergi kesuatu tempat. Memang ada apa, kok sampai bingung seperti itu?" Tanya sang supir untuk menghilangkan keheningan didalam mobilnya.

Karin tertawa kecil saat si supir bertanya. Senyum memaklumi kini terpajang, setelah kebahagian telah hilang.

"Aku sebenarnya kabur dari rumah Pak. Aku gak tahan lagi terbelenggu dirumah mewah itu. Sesak, rasanya aku ingin menceburi diri ini kedalam kolam berisi kehangatan kalbu. Tapi jika aku melakukannya...maka aku sama saja seperti menyerahkan diri pada jalan yang salah. Padahal aku sudah berjanji pada sahabatku, agar tidak melakukan hal bodoh lagi," Karin menjawab dengan ambigu. Sang supir sampai berfikir, untuk memahami setiap perkatan gadis yang berada dibangku penumpang.

"Ma-maksudnya neng?"

"Aku kabur dari ayahku. Kabur sejauh mungkin, agar sosok Bapak dari hidupku menghilang. Aku sudah muak dengan dia yang menyakiti hatiku, serta ibuku. Itu saja"

Keadaan menjadi canggung. Supir itu melihat kaca spion yang ada didalam mobil. Ia bisa melihat raut kesedihan dari wajah penumpangnya itu.

"Sepertinya masalah keluarga," batin supir sedikit memahami inti sari dari ucapan gadis itu.

Lampu lalu lintas memperlihatkan warna merah. Setiap kendaran berhenti, tepat dibelakang garis zebra cros. Hitungan detik kian berputar, benda berbentuk kotak itu memperlihatkan waktu yang tersisa untuk berdiam diri.

Supir itu memutar lagu penenang hati diradio mobil. Alunan musik terus diputar, untuk memberikan kenyamanan diantara mereka berdua.

"Kamu mau permen? Mungkin ini bisa meredakan kesedihan yang tengah melanda hatimu," tawar sang supir pada Karin. Dia menyodorkan kotak berisi permen dengan beberapa aneka rasa. Manis maupun pedas, itulah macam-macam jenis permen yang berada didalamnya.

Sisi Lain Sang PembullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang