Wah, Ada Apa Ini?!

6 3 2
                                    

Keesokan Harinya...

"Jadi~ ?" Maryam menyilangkan tangan di depan dadanya. Matanya menyipit tajam saat melihat objek yang ada di depannya. Seakan ada sinar laser yang akan keluar dan membelah segala yang ada di sekitarnya.

Ya, objeknya itu adalah sepasang muda mudi yang kemarin baru memulai hubungan (Semi dan Hortensia). Mereka bersimpuh bersampingan sembari menunduk takut. Semi bercucuran keringat dingin, sedangkan Hortensia memampangkan wajah tenang, namun jantungnya berdebar tak karuan.

Baru saja kemarin gadis bunga ini di sidang. Kenapa sekarang harus kembali di interogasi lagi?

Kalau saja kemarin bocah-bocah itu tidak mengintip dan mengadu pada Maryam, pasti semuanya akan mulus-mulus saja. Tidak seperti hari ini, mereka di panggil ke ruang utama seakan siap di hakimi. Akh, batin adik angkat Karin geram dan meringis.

"Kami....berpacaran, baru resmi kemarin," cicit Maharu menjawab pertanyaan ibu angkatnya.

"Pacaran? Resmi kemarin? Jadi setelah bunda memberi maklumat pada Hortensia, kalian...wah," bunda panti ini terkejut bukan main.

Wanita baya ini memijit keningnya sembari menggelengkan kepala. Sejujurnya dia yakin kalau pada akhirnya hubungan kedua anak ini akan mencapai titik kasmaran dan berbunga dengan indah.

Namun kenapa semua proses itu harus di laksanakan di sini, yang dimana banyak sekali adik-adik mereka bisa melihatnya walau tanpa sengaja.

"Sekarang bunda tanya pada putra bunda yang satu ini. Kamu serius dengan perasaanmu pada Hortensia?" Dirinya menodongkan pertanyaan.

"Ya, aku serius bunda," tanpa ba bi bu, anaknya ini langsung menjawab.

Kepalanya kini beralih pada gadis yang bersanding di samping Semi. Masih memasang tatapan tajam.

"Hortensia"

Sontak Ganaya tersentak kaget. Dia seperti orang panik yang takut di berikan pertanyaan aneh-aneh, sampai ia tak bisa menjawabnya.

"Kemarin bunda sudah tau perasaanmu sendiri pada Semi seperti apa. Jadi, apa kamu akan melanjutkan jenjang sederhana ini atau mau serius?"

JEDER

"Bunda?"

Semuanya serempak mengucapkan satu kata keterbingungan, termasuk kelima bocah yang kini mendampingi interogasi itu. Mereka di tempatkan menjadi saksi, dan anggota dengan paling tua untuk anak-anak panti. Makanya mereka bisa di bilang seperti dewan utamanya panti.

"Kenapa? Ada yang salah dengan ucapan ku?" Maryam melirik satu per satu anak-anaknya. Hanya ada raut kaget di sana.

"Maksudnya?" Hortensia angkat bicara.

"Seperti kataku kemarin. Kamu hanya di beri 2 pilihan dariku, dan sifatnya wajib jika mau mendapat restuku. Kamu mau meneruskan pacaran dalam artian bersenang-senang terlebih dahulu. Atau melakukan ta'aruf yang artinya kamu harus berpisah dan akan menikmati masa kesenangan setelah menikah. Jika kamu mengikuti proses ta'aruf, berarti kalian tidak boleh pacaran. Bertemu pun harus ada pihak lain agar tidak menimbulkan fitnah. Dan Point penting ta'aruf itu, pernikahan akan di laksanakan secara cepat. Maksimal 2 Minggu setelah melakukan ta'aruf. Bagaimana?"

Semua mata tertuju pada gadis tunanetra ini. Dirinya bungkam, dan kepalanya berpikir keras. Di satu sisi ini menguntungkan. Di satu sisi dirinya masih bimbang.

"Bunda bisa saja langsung bertemu dengan wali mu untuk membicarakan jenjang selanjutnya. Toh secara dana, bunda sanggup untuk melakukan itu. Tapi ini kata hati, jadi bunda ingin bertanya"

Lagi dan lagi. Secara tidak langsung Maryam seperti tengah melancarkan sebuah lamaran pada putri orang. Semi yang mendengarnya sudah panas dingin dengan pipi yang tengah memerah padam tak karuan.

Sisi Lain Sang PembullyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang