Hari kamis pagi di kelas X Ipa 5 tampak heboh dan ramai. Mereka membicarakan hasil ulangan fisika yang baru saja diantarkan oleh salah satu siswa tadi. Bukan, mereka terkejut bukan karena nilai rendah, jika itu sepertinya sudah dapat dipastikan. Tetapi salah satu murid kelas X Ipa 5 mendapatkan nilai sempurna yang seharusnya tidak pernah terjadi dalam sejarah kelas X Ipa 5 yang mana rata-rata siswanya menyogok untuk masuk ke sekolah ini.
"Ini serius Qanita dapat nilai segini?" Aldi berdiri di atas meja dan berteriak ke arah teman-temannya yang sibuk membicarakan nilai Qanita. Aldi sendiri mendapat nilai 27 di ulangan fisika kali ini.
"Ya lo liat aja disitu" Rima menunjuk kertas yang diberi oleh siswa tadi.
"Aleena Qanita Wijaya yang mana orangnya?" sebuah suara yang berasal dari pintu menginterupsi kehebohan anak kelas X Ipa 5. Membuat seluruh perhatian tertuju padanya. Hening.
Dan kelas X Ipa 5 kembali membuat kehebohan. Semua perempuan yang ada dikelas menjerit begitu tahu siapa yang mencari Qanita.
Damar Zhafran Adhitama
Ya Damar. Untuk apa ia mencari Qanita?
Saat Damar mengumpulkan tugas teman-temannya di ruang guru ia dipanggil oleh bu Yulia yang terlihat kebingungan. Bu Yulia terus memandangi kertas dan laptop yang berada di hadapannya.
"Ya bu?"
"Kamu tolong panggilkan Aleena Qanita Wijaya anak kelas X Ipa 5, suruh dia ke ruang guru menghadap saya."
"Baik bu"
Damar tak pernah mendengar nama itu. Dan sudah bisa di tebak kenapa seseorang dari kelas X Ipa 5 dianggil ke ruang guru, pasti karena nilainya yang rendah.
Damar hendak berbalik menuju pintu keluar, saat ia mendengar suara bu Yulia.
"Kenapa nilainya sempurna?"
Bukankah jika si Aleena ini pintar dia tidak akan masuk kelas Ipa 5? Apakah hasil mencontek? Tapi sepertinya anak kelas ipa 5 tidak akan bisa menjawab dengan sempurna, Mencuri soal? Tapi resikonya terlalu tinggi jika mencuri soal. Karena SMA Harapan Bangsa sangat menjaga ketat soal yang akan di ujiankan kepada siswa. Menarik, batinnya
Damar tahu keluarga Wijaya. Salah satu keluarga yang terpandang di kota ini dan kekayaannya tak perlu di ragukan lagi. Tapi kenapa ia tidak pernah mendengar jika anak dari keluarga Wijaya bersekolah disini.
"Ah Qanita belum datang. Ada apa?" seorang gadis berambut ikal menjawab
"Di panggil bu Yulia ke ruang guru." Damar melanjutkan langkah menuju kelasnya, mengabaikan teriakan yang memanggilnya. Sayang sekali ia tak dapat melihat Qanita. Ternyata panggilannya Qanita bukan Aleena.
Qanita yang tak tahu seluruh kelasnya heboh karenanya hanya berjalan ringan melewati lapangan basket yang terdapat beberapa murid yang duduk berkelompok bersama teman-temannya. Qanita tersenyum memikirkan saat ia pergi ke pesta bersama orang tuanya. Ia diperkenalkan selayaknya anak kesayangan kedua orang tuanya. Bukan seperti barang yang dipamerkan.
Suara dari kelasnya sudah terdengar dari tempat ia berdiri, padahal cukup jauh pikirnya.
Saat Qanita sampai kelas seluruh mata memandang ke arahnya. Qanita tampak kikuk diperhatikan begini.
"Ada apa?" tanyanya sambil berjalan kearah tempat duduknya dan meletakkan tas pada kursi kosong disamping Freya.
"Qanita nilai lo sempurna di ulangan fisika kemarin" teriak Sasa
Qanita tak terkejut lagi, sudah seharusnya nilainya sempurna. Ia bahkan bisa menjawab soal anak kelas XII. Tapi apa yang keluar dari mulut Mira melunturkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...