PART 16

16K 1.4K 26
                                    

Selepas mengantar Qanita, Damar pulang dalam kondisi hati yang bisa dibilang sangat baik. Setelah memarkirkan mobilnya di basement parkiran rumah, Damar melangkah ringan menuju pintu utama, ia tersenyum kecil dan sesekali bersiul sepanjang jalan menuju pinntu utama. Ini semua karena Qanita, ia tidak tahu mengapa gadis itu tampak sangat menarik, dimatanya gadis itu terlalu sempurna, semua yang melekat pada diri gadis itu terlihat mengangumkan.

Samar-samar Damar mendengar suara perdebatan yang terdengar hingga keluar, ia semakin memelankan langkahnya, ia tahu itu adalah papa dan mama.

"Jangan berani-beraninya kamu bawa anak haram itu kemari mas"

"Dia akan tetap tinggal disini."

"Kamu memang gak tahu malu ya mas, masih punya muka kamu bawa anak itu kemari"

Damar mendorong keras pintu utama hingga berbunyi keras, sekarang perhatian mama dan papa terarah kepadanya, bisa ia lihat wajah mama tampak khawatir dan papa yang tetap datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Ia mendengus kasar dan berjalan menuju tangga tanpa perlu repot-repot menyapa. Semenjak ia mengetahui perselingkuhan papanya ia tak pernah lagi peduli pada lelaki itu, Damar tak pernah mengharapkan apa-apa lagi dari lelaki itu. Semua bayangan keluarga yang sempurna hancur begitu saja dan ia tahu keluarganya tak akan bisa sama lagi. Sesuatu yang sudah hancur tak akan pernah kembali menjadi sama lagi bukan.

"Damar" teriak papa "Danindra akan bersekolah di tempat kamu saat kenaikan kelas" lanjut papa, seketika langkah Damar terhenti di tengah tangga.

Damar tertawa sinis, tak percaya akan perkataan yang keluar dari mulut lelaki itu.

"Mas" teriak Farah tertahan, ia sudah lama sakit hati akan suaminya tapi tak bisa ia biarkan anaknya juga merasakan sakit yang ia rasakan walaupun ia tahu Damar sudah sangat sakit dan kecewa dikarenakan lelaki yang dicintainya itu.

Tak mau menggubris lebih lanjut perkataan lelaki itu ia meneruskan langkah untuk menuju kamarnya.

Sekali lagi ia membanting pintu kamarnya kasar, papanya tahu betul ia tak suka anak haram itu berada di dalam pandangannya, cukup sekali dulu ia melihat anak haram itu, ia sepantaran dengan Damar.

Ia ingat mamanya menangis melihat bocah laki-laki itu, dulu ia tak mengerti kenapa mamanya menangis melihat bocah laki-laki itu lambat laun ia tahu siapa bocah laki-laki itu dan juga ibunya yang tidak tahu malu.

Kehidupannya dulu sempurna itu yang dipikirkannya ternyata papa yang ia lihat sebagai sosok yang hebat menutupi segala kebusukannya dengan sangat rapat hingga tidak ada yang tahu.

Sudah lama ia ingin keluar dari rumah ini tetapi mamanya lebih memilih bertahan dengan lelaki brengsek itu, yang membuatnya juga harus bertahan di rumah ini untuk melindungi mamanya.

Damar menatap tajam foto keluarga yang terpajang di dinding kamarnya "Menjijikkan" desisnya.

----------------

Qanita berjalan tenang menuju perpustakaan, hari ini akan ada tes untuk siapa saja yang akan mengikuti perlombaan nanti, akan ada tiga orang yang ikut dan satu sebagai cadangan. Setiap tahun sekolahnya selalu memasukkan lima siswa dalam satu bidang olimpiade untuk mencegah hal-hal yang tak terduga.

Bu Yulia membagikan dua lembar kertas yang satu berisi soal dan satu lagi lembar jawaban. Ia fokus untuk mengerjakan soal itu, cukup mudah tetapi ia harus teliti karena bisa saja ia salah.

Seluruh perpustakaan hening, di sudut yang berbeda Damar juga mengerjakan soal dengan cukup santai. Semua berjalan dengan kondusif.

Qanita menyerahkan kertasnya kepada bu Yulia dan pamit untuk pulang, ia berjalan ringan menuju pintu keluar perpustakaan sebelum pandangannya berhenti pada dua orang yang sedang berbincang di depan pintu perustakaan, ah tidak bisa di bilang berbincang karena hanya gadis itu saja yang berbicara sedangkan pemuda itu hanya memandang gadis itu dengan tatapan malas dan juga bosan. Damar dan Zoya.

ANTAGONIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang