PART 5

23.1K 2K 10
                                    

"Kenapa gue gugup banget sih? Gue tau gue bisa jawab itu semua tapi kenapa gue gugup banget gini sih"

Qanita siang ini akan mengikuti seleksi olimpiade. Sejak tadi pagi ia sudah gugup, Qanita yakin ia bisa menjawab semua soal yang akan di beri. Apa karena Qanita akan bertemu Damar? Ia akan mengikuti seleksi di ruangan yang sama dengan Damar. Jadi wajar saja bukan ia gugup? Karena pembunuhnnya ada dalam ruangan yang sama.

Qanita berusaha mengenyahkan pikiran buruk terhadap Damar. Ia yakin Damar bahkan tidak mengenalnya.

Qanita berjalan menuju ke deretan kelas sebelas di lantai dua. Karena seleksi akan berlangsung di kelas 11 Ipa 1 dan Ipa 2. Tidak ada yang mengikuti seleksi dari kelas Qanita, hanya ia sendiri.

Itu kelasnya. Qanita melihat banyak murid yang masih menunggu di luar, Qanita melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Lima menit lagi seleksi akan dimulai. Qanita mengambil tempat di deretan kedua , kursi dan meja sudah diatur sedemikian rupa agar berjauhan dan tidak ada yang mencontek.

Dibelakang Qanita terdapat seorang gadis cantik berambut panjang. Wajahnya cantik dan anggun. Qanita tersenyum ramah saat gadis itu melihatnya.

Qanita mengulurkan tangannya "Nama gue Qanita. Lo?" Qanita mengajak gadis itu berkenalan. Tidak ada salahnya menambah teman bukan ?

"Fira. Lo dari kelas berapa ?" tanya Fira sambil membalas uluran tangan Qanita.

"Dari Ipa 5" jawab Qanita. Sepertinya ia akan diremehkan, tapi Fira tetap tersenyum biasa saja tanpa ada tatapan merendahkan.

Semua murid yang semula berada di luar kelas masuk dan duduk dengan rapi, tak lama bu Yulia dan bu Zara masuk. Bu Zara tampak tersenyum kearahnya, ia tahu bu Zara bangga akan dirinya yang notabenenya anak dari Ipa 5 tetapi bisa mengikuti seleksi olimpiade.

Kertas ujian dibagikan sesuai bidang. Ternyata Fira yang duduk dibelakangnnya mengikuti seleksi fisika yang artinya sama dengannya. Qanita saat ini tidak sadar bahwa ia berada di kelas yang sama dengan Damar.

Seleksi berlangsung dengan hening, semua siswa tampak sibuk dengaan kertas yang ada dihadapannya. Qanita juga mengerjakan soalnya dengan tenang, ini soal yang sudah ditingkatkan. Tidak hanya soal kelas sepuluh tetapi juga ada soal kelas sebelas. Bahkan jika ada soal kelas duabelas sekalipun Qanita dengan percaya diri akan bisa menjawabnya. Dulu ia mati-matian belajar. Hidupnya hanya untuk belajar tidak ada yang namanya main bersama teman atau sekedar kencan manis ala anak sma. Hidupnya yang dulu hanya mengkuti alur yang telah dibuat oleh kedua orang tuanya.

Tak terasa waktu sudah habis. Qanita sudah selesai sedari tadi, tetapi ia menunggu waktunya habis. Semua siswa dan siswi melepas pena yang sudah bersahabat sejak dua jam lamanya. Nama mereka di panggil untuk kemudian menyerahkan kertas ujian tersebut. Saat ini bu Zara tengah memanggil anak matematika untuk dikumpulkan terlebih dahulu. Sampai suatu nama yang membuat jantung Qanita berhenti sejenak dan kemudian berdebar dengan keras.

"Damar Zhafran Adhitama" panggil bu Zara

Qanita melihat Damar berjalan dari kursi paling belakang di ujung ruangan. Ia bahkan sudah melupakan bahwa Damar mengikuti seleksi matematika di kelas yang sama dengannya.

Selanjutnya anak bagian fisika dipanggil satu persatu.

"Aleena Qanita Wijaya" bu Yulia memanggil namanya. Ia bangkit dan berjalan ke depan sambil membawa kertas ujian dan saat ia berbalik matanya bertemu dengan mata Damar. Damar melihatnya tajam, Qanita buru-buru memutuskan kontak mata dengan Damar. Ia sedari tadi menjaga agar air mukanya tetap tenang.

Qanita bergegeas menelfon Pak Reno untuk menjemputya, hari sudah sore dan tampak berangin serta mendung. Sepertinya sebentar lagi akan hujan. Qanita tidak sabar untuk pulang, ia akan memasak ramen dan akan menonton drama korea. Dulu Qanita tak akan pernah bisa bersantai.

ANTAGONIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang