Damar tanpa sadar terus memandangi Qanita, gadis di depannya ini benar-benar cantik dengan gaun biru, polesan make up sederhana yang membuat nya terlihat anggun dan rambut yang digerai indah tampak berkilau di bawah sinar lampu.
Ia tak sadar memandangi Qanita terlalu lama sampai seseorang menepuk pundaknya pelan, yang membuatnya menoleh dan menemukan Evan yang sekarang tersenyum lebar.
Qanita sangat gugup, sekarang Damar memandanginya dengan tatapan yang tak bisa ia jelaskan. Tatapannya terlalu menusuk hingga membuat punggungnya terasa dingin, hingga seorang pemuda yang ia kenal sebagai teman Damar menghampiri pemuda itu.
"Gue cariin lo dari tadi. Kemana aja sih?" Pemuda itu tampak kesal sesaat sebelum ia tersenyum ke arah Qanita.
"Ini siapa? Lo kalau ada cewek cantik mainnya sendiri aja" bisik pemuda itu terlalu keras hingga Qanita bisa mendengarnya.
Damar menyikut pemuda itu hingga terdengar ringisan tertahan, Qanita masih setia mengamati dua pemuda tampan di depannya.
"Ini Qanita dan ini Evan" tunjuk Damar sambil memperkenalkan Qanita kepada sahabatnya "Satu sekolah sama kita" ujar Damar.
Evan membelalakkan matanya dan membuka mulutnya terlalu lebar.
"Kok gue gak tau sih" wajah Evan sekarang tampak cemberut dengan bibir dimajukan.
"Ya mana gue tau, lo mainnya kurang juh kali" balas Damar sengit
"Hai Qanita, kalau boleh tau lo kelas berapa ya?" tanya Evan ramah, mungkin kelewat ramah.
Qanita membalas senyum Evan "Hai juga Evan, gue anak Ipa5"
"Yahh jauh kelasnya dari kita mar, gimana kalian bisa kenal?" Evan kebingungan sekarang, setaunya Damar yang notabene sahabatnya orang yang susah bergaul dengan orang lain apalagi Qanita tidak ada hubungan sama sekali dengan Damar, mereka tidak sekelas hingga Damar bisa mengenal Qanita bahkan Evan ragu jika Damar mengenal seluruh anak kelasnya sendiri.
"Olimpiade" sahut mereka bersamaan dan menambah kerutan di dahi Evan.
"Gimana?" Evan tak mempercayai pendengarannya, bagaimana mungkin mereka bisa kenal satu sama lain lewat olimpiade. Damar memang ikut olimpiade tapi Evan terlalu sangsi jika Qanita juga mengikuti olimpiade.
"Iya, gue juga ikut olimpiade, gue olimpiade Fisika jadi bisa kenal sama Damar" jelas Qanita sambil tersenyum.
Evan tampak mengangkat alisnya sebelah yang membuat pemuda itu kelihatan lebih menarik. Oh ralat, lebih tepatnya tidak ada yang tidak menarik di dunia novel ini. Jika di dunia nyata tampaknya tak mudah menemukan yang sesempurna mereka.
"WOW" Evan tersenyum lebar kini, pemuda itu tampak berpikir sebelum melanjutkan kalimatnya "Jadi kenapa lo bisa masuk Ipa5?"
"Ada sedikit masalah" Qanita tersenyum tipis, wajar saja jika orang-orang bertanya bagaimana ia bisa mengikuti olimpiade sedangkan ia berada di kelas Ipa5 yang di peruntukkan untuk anak-anak yang kurang dalam akademik.
Damar menatap kesal Evan yang seakan-akan mengabaikan keberadaannya. Sekarang mereka tengah terlibat pembicaraan seru yang tidak mengikutsertakan Damar. Padahal harusnya ia yang berbincang dengan Qanita.
"Lo seru ta." Puji Evan tiba-tiba.
"Oh ya?"
Evan menganggukkan kepalanya "Yaudah deh gue pamit, dipanggil bokap tu" tunjuk Evan ke arah samping yang mana terlihat lelaki paruh baya tampak menunjuk Evan. Pemuda itu berjalan terburu-buru menghampiri ayahnya.
Kini hanya tersisa mereka berdua di tengah keramaian pesta.
"Hmmm" Damar berdehem, pemuda itu tampak tak nyaman dengan keadaaan yang sedang melingkupi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...