Suasana tegang sangat terasa, tidak ada yang berani untuk bergerak bahkan satu gerakan saja tak terlihat. Semua tampak fokus dan kondusif. Terlihat beberapa murid di belakang mencoba untuk bergerak tetapi tidak bisa. Ada mata elang yang terus mengawasi mereka dan siap menerkam mereka jika melakukan pergerakan.
Raut-raut wajah frustasi dan bingung tergambar jelas hampir di seluruh siswa, bahkan ada yang tidak menorehkan penanya sama sekali di atas kertas yang sejak tadi dibagikan. Waktu yang tesisa hanya tiga puluh menit lagi.
Bel berbunyi menandakan waktu ujian telah habis. Satu persatu siswa menyerahkan soal ujian dan kertas jawaban saat nama mereka di panggil. Tampak muka penuh frustasi pada beberapa siswa, ada juga yang biasa-biasa saja dan sementara wajah Kaivan tampak seperti orang yang baru saja memenangkan uang milyaran. Ini hari terakhir ujian semester ganjil dan pelajaran terakhir adalah matematika yaitu musuh semua siswa. Terutama Kaivan.
"Kenapa muka lo? Bisa jawab lo?" Freya menolehkan kepalanya ke arah Kaivan
"Enggaklah, gila lo. Sejak kapan gue suka matematika sampai bisa jawab segala" Kaivan tetap dengan muka bahagianya.
"Jadi?"
"Ini kan hari terakhir ujian, kalau ujian udah habis selanjutnya apa dong?" sekarang Kaivan tengah menaik turunkan alisnya.
"LIBURANNN" teriak Mira dengan ceria.
"Udah gak usah teriak lo, pengang ni kuping gue" Putra mengorek kupingnya. Suara Mira memang luar biasa seluruh kelas bahkan langsung mengalihkan pandangan ke arah Mira.
"Hahahaha" Mira hanya tertawa dengan wajah polos yang tampak dibuat-buat.
"Ngumpul yuk. Di rumah siapa gitu" ajak Qanita. Di jam-jam seperti ini, dapat dipastikan kedua orang tuanya masih sibuk bekerja dan hanya ada pembantu dirumahnya.
"Yuk yuk, di rumah Putra aja gimana?" Kaivan menatap Putra sambil menaik turunkan alisnya.
"Yukkk"
"Cussss"
"Yokk"
"Lets go"
"Gimana put, boleh kan?" tanya Hana karena Putra sedari tadi hanya memperhatikan mereka dan belum memberi izin untuk main di rumahnya.
"Boleh, yuk" ajak Putra seraya mengambil tas dan berjalan keluar kelas, memimpin mereka yang berjalan di belakangnya.
------------------
Kami semua sudah sampai pada rumah berpagar tinggi berwarna hitam, dari depan, rumah Putra tidak tampak sama sekali. Qanita dan teman-temannya tidak pernah tahu rumah Putra sebesar ini, mereka tahu bahwa Putra kaya raya tapi tidak tahu jika sekaya raya ini.
Pagar berwarna hitam perlahan terbuka menampilkan air mancur yang tepat berdiri di tengah taman luas yang dikelilingi pohon-pohon dan bunga-bunga indah. Taman itu tampak dirawat dengan baik.
"Wah rumah lo bagus banget Put" nada kekaguman terdengar jelas dari perkataan Mira.
Siapa sih yang tidak akan kagum dengan rumah Putra yang indah ini.
Putra membawa kami semua untuk masuk ke dalam rumahnya. Di ruang tamu tampak seorang wanita duduk dengan elegan sambil membaca sebuah buku.
"Ma" sapa Putra.
Wanita yang semula fokus dengan bukunya mengangkat kepala dengan perlahan dan tersenyum lembut ketika matanya menemukan Putra kesayangannya.
"Udah pulang?" tanya wanita itu basa-basi sambil bangkit berjalan ke arah Putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...