Setelah pernyataan yang di lontarkan Damar kemarin, rasanya Qanita tak tahu harus bersikap bagaimana jika bertemu dengan Damar di dalam kelas nanti. Ia berjalan ringan di koridor sekolah, siswa dan siswi terlihat bercengkrama di depan kelas, sesekali Qanita membalas sapaan dari orang-orang yang ia kenal.
Byurrr
Siraman tak terduga datang dari arah depan, sepatunya yang berwarna putih seketika berubah menjadi merah. Ini adalah sepatu limited edition hadiah dari papa saat kenaikan kelas kemarin, dan juga dapat dipastikan harga sepatu ini mahal lebih dari itu ini dari papanya.
Qanita menarik napas pelan, ia tidak ingin marah tetapi saat mengetahui siapa yang telah menjatuhkan minuman pada sepatunya ia terdiam sejenak.
Elina
"Ma-aaf aku gak sengaja" ujar Elina terbata-bata sambil menunduk ke bawah. Sekarang gadis itu terlihat menjadi orang paling menyedihkan sedunia. Orang-orang sudah mulai berkumpul disekelilingnnya dan juga Elina.
"LO" tunjukkanya.
"Wehhh ada apaan nih rame-rame?" sebuah suara merusak suasana tegang yang ada di koridor sekolah.
"Kenapa sepatu lo jadi merah ta, bisa berubah warna sepatu lo?" Angga tertawa terbahak-bahak dengan muka polos tak berdosa yang membuatnya terlihat semakin menyebalkan.
"Oh ini anak yang numpahin minuman ke sepatu lo" Tunjuk Angga pada Elina yang semakin menunduk.
"Kayakya kalau ada dia, ada aja masalah, anak kelas lo kan ta?"tanya Angga, Qanita hanya bergeming.
"Dia belum juga ganti rugi motor gue kemarin, emang gak tahu malu sih anaknya" ujar Angga ringan yang membuat wajah Elina merah padam .
Jelas semua yang ada disana mendengar apa yang Angga ucapkan.
Qanita berlalu dari sana memecah kerumunan. Lebih baik ia tak terlibat dengan tokoh utama itu, jika tidak pasti ia akan semakin bermasalah. Muka lugu dan polos Elina membuatnya muak.
"Ta, oi mau kemana lo?" samar-samar ia masih dapat mendengar teriakan Angga.
Ia memasuki kelas dengan wajah suram, paginya sungguh buruk.
"Kenapa ta ?" tanya Ula
Ula terdiam sesaat kemudian saat melihat sepatunya yang sudah berubah warna. Ia mendekti Qanita, wajah gadis itu sedikit menyeramkan sekarang.
"Itu kan hadiah dari bokap lo dan limited edition, kenapa bisa sampai kayak gitu?" Saat Ula bertanya bisa Qanita lihat melalui ujung matanya ada Elina yang baru saja memasuki kelas.
Qanita hanya mengedikkan bahu malas. Ia melihat Elina berjalan ke arahnya sembari memegang minuman soda kalengan.
"Qanita aku minta maaf" Ujar Elina sambil menyodorkan soda yang dibawanya, membuat satu kelas kembali menjadikannya pusat perhatian.
Qanita sungguh muak dengan drama dan menjadi pusat perhatian. Apakah Elina ini tidak bisa melihat jika ia sudah berusaha mengabaikan perbuatannya agar tidak terlibat dengan gadis itu tetapi gadis ini seolah-olah terus saja ingin membuatnya terlibat.
"Jadi lo yang bikin sepatu Qanita jadi kayak gini?" tanya Ula sengit, Ula jelas menunjukkan sikap tak sukanya kepada Elina.
"Maaf, aku gak sengaja" ujar Elina pelan dengan tangan gemetar, soda yang ia sodorkan belum di terima oleh Qanita.
Qanita menghembuskan napas pelan dan menatap Elina datar.
"Pergi dari sini" ujarnya datar. Sesaat matanya berjumpa dengan Damar yang baru saja memasuki kelas dengan teman-temannya. Ia tidak terlalu perduli apa yang dipikirkan teman sekelasnya atau bahkan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...