Setelah melihat pengumuman di senin pagi dan ia dinyatakan lolos untuk tahap selanjutnya Qanita berlatih tanpa istirahat, hingga sering kali mama, papa, teman-temannya dan bahkan Damar mengingatkannya bahwa ia tidak perlu berlatih sekeras itu.
Qanita memuka sepatu baletnya dan melihat kakinya yang penuh dengan luka, kuku-kuku cantiknya berubah warna menjadi hitam juga lebam di kakinya menandakan ia berlatih sangat keras, sebulan lagi waktu perlombaan akan tiba jadi tidak mugkin untuknya bersantai.
Ia keluar dari studio balet pribadinya untuk mengambil es krim di kulkas dan ternyata es krimnya sudah habis. Disana bi Ira dan beberapa pekerja sibuk menyiapkan makan malam.
"Bi mama sama papa udah pulang?"
"Belum non, mugkin sebentar lagi pulang"
"Ok deh bi"
"Non sebaiknya mandi dulu agar segar sembari menunggu makan malam" bi Ira menghentikan kegiatannya sesaat, sebelum melanjutkannya kembali. Memang di rumah ini hanya bi Ira yang berani menasehatinya diluar mama dan papa tentu saja.
Setelah membersihkan diri ia berniat untuk keluar ke supermarket dekat perumahannya untuk membeli beberapa cemilan.
"Bi Qanita ke supermarket sebentar ya"
"Biar bibi panggilin pak Reno non, sebentar" Bi Ira terlihat ingin berjalan ke arah belakang sebelum ia menggagalkan niat bi Ira utuk memanggil pak Reno.
"Udah Qanita pergi sendiri aja" ujarnya sembari mengambil salah satu kunci mobil di lemari dekat ruang tamu.
Qanita menghentikan mobilnya di depan suermarket 24 jam setelah berkendara selama kurang lebih tujuh menit.
Ia mendorong troli ke arah cemilan terlebih dahulu, tangannya dengan lincah mengambil beberapa kripik, beralih ke wafer selanjutnya coklat kemudian es krim sebanyak-banyaknya. Setelah puas dengan belanjaannya, Qanita mendorong troli yang penuh dengan cemilanya ke arah kasir.
Begitu mendorong troli keluar dari supermarket, Qanita mendengar suara teriakan dan juga pukulan di samping gang supermarket. Ia ingin melanjutkan langkahnya tetapi bagaimana jika orang yang dipukuli itu di temukan mati keesokan harinya? sedangkan ia mendengar perkelahian tersebut.
Dengan keberaian yang sangat sedikit Qanita mengendap-endap di samping tembok supermarket, disana ada lima pemuda berpakaian hitam, empat lawan satu, bisa ia lihat seorang pemuda tersebut kewalahan menghindari pukulan dari empat pemuda lainnya.
Qanita tidak akan maju jika pemuda itu berhasil mengalahkan keempat lainnya.
Sekarang pemuda itu terpojok, juga sudah tergeletak dilantai dan dipukuli oleh dua pemuda lainnya sedangkan duanya lagi diam memperhatikan.
"Aduhh mikir dong ta, gak mungkin gue kesana yang ada gue juga dipukulin" gumamnya
Melihat ponselnya ia langsung mendapatkan ide, menuju ke aplikasi youtube dan mencari suara sirine polisi kemudian memutarnya dengan suara keras.
Mendengar suara sirine polisi keempat pemuda itu langsung berlari terbirit-birit meninggalkan seorang pemuda yang tertidur di jalan.
Setelah memastikan keadaan aman, Qanita melangkahkan kakinya menuju pemuda yang kini sudah terduduk dijalan.
"Lo gak papa?"
Pemuda itu menolehkan kepalannya yang dipenuhi darah dan juga lebam.
"ANGGA"
Ia mengambil alkohol dan menetesinya ke kapas.
"Lihat kebawah" ujarnya
Angga langsung menuruti perintahnya, di antara alis dan mata pemuda itu ada luka yang tidak ia ketahui dari mana asalnya, intinya sekarang wajah bad boy kesukaan anak harapan bangsa itu hancur lebur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...