Papan mading penuh sesak dengan siswa dan siswi yang ingin melihat kelas mereka, ada wajah-wajah baru yang takut-takut untuk maju, ada juga yang memaksa untuk menerobos. Setelah berhasil melihat papan mading dan menemukan namanya yang sudah bisa ia duga di kelas unggulan, ia membiarkan siswa lain untuk juga melihat nama mereka.
Dan dapat dipastikan ia akan satu kelas dengan para tokoh utama, ia sudah tahu sedikit mengenai Damar tapi Elina masih menjadi misteri yang harus ia pecahkan, tidak ada gunanya lagi menghindar, cepat atau lambat ia juga akan berurusan dengan tokoh utama, dengan ia menghindari tokoh utama sama saja memberitahu semua orang bahwa ia takut. Namun dengan perannya sebagai antagonis, ia takut semuanya tidak berjalan sesuai rencana, ia hanya bisa menghela napas pasrah, yang terpenting ia tidak akan menganggu tokoh utama jika meraka tidak lebih dulu mengganggunya.
Tidak ada temannya yang akan masuk kelas unggulan, Kaivan dan Putra berhasil masuk ke Ipa 4 , Mira dan Freya berhasil masuk Ipa 3 sedangkan Hana tetap di Ipa 5. Hanya ia sendiri yang masuk ke Ipa 1. Ia sudah terlalu nyaman dengan teman-temannya dan sekarang ia harus mencari teman baru lagi, itu adalah suatu pekerjaan yang melelahkan. Anak-anak beasiswa juga kebanyakan berada di Ipa 1 dan jangan lupakan hari ini Elina akan berada di kelas yang sama dengannya, sebenarnya ia khawatir sekaligus penasaran dengan tampang dari tokoh utama.
Qanita sekarang sudah berdiri di depan kelas Ipa1, pastinya anak ipa 1 tidak banyak yang pindah ke kelas lain, kebanyakan dari mereka mampu mempertahankan kelas ini. Ia masuk ke dalam kelas, suasana terasa sangat berbeda dari kelasnya yang lama. Disini semua terlihat serius dan sangat kompetitif. Lihat saja di hari pertama sekolah mereka sedang membaca buku, ada juga yang berdiskusi soal yang sepertinya mereka adalah anak dari kalangan beasiswa, dikarenakan mereka terlihat berbeda, tidak ada sepatu dan tas branded sepertinya dan anak yang lain.
Ia mulai mengedarkan pandangan dan jatuh pada sebuah kursi kosong dekat dengan jendela, disebelahnya ada perempuan yang terlihat sibuk dengan bukunya.
"Hai" sapa Qanita ramah, ia manangkap gadis berambut hitam pendek itu lumayan ramah.
"Gue boleh duduk disini?" lanjutnya
Gadis yang belum ia ketahui namanya mengangguk pelan dan menggeser kursi yang sedang ia duduki agar Qanita bisa duduk di sampingnya.
"Makasih" ucap Qanita, kemudian ia mengulurkan tangan yang langsung disambut dengan baik oleh gadis itu
"Qanita"
Dapat ia lihat pupil mata gadis itu melebar, ia hanya mengangkat alis heran.
"Ula, lo bisa panggil gue Ula. Mmm gue tahu lo" kata gadis itu antusias
Qanita menampilkan raut bingung
"Ya gak cuma gue sih, sepertinya satu sekolah juga kenal lo" jelas gadis itu begitu melihat raut kebingungan di wajah Qanita.
Qanita yang dapat menangkap maksud dari Ula hanya tersenyum simpul. Belum sempat ia menjawab matanya menangkap seorang gadis cantik yang terlihat kebingungan di depan kelas. Firasatnya tidak enak, gadis itu mengedarkan pandangannya dan berhenti di sekelompok yang ia duga adalah anak beasiswa.
Gadis itu berjalan kesana dengan langkah ringan dan ceria. Ia melihat gadis itu menyapa anak-anak disana dan memilih duduk di meja yang terletak sangat jauh dengannya. Dilihat dari segi penampilan jelas gadis itu adalah anak beasiswa tetapi wajahnya yang cantik dan polos tampak memikat beberapa pemuda yang berada di kelas itu. Dan ya benar saja gadis itu memperkenalkan dirinya sebagai Elina yang dapat ia tangap di pendengarannya.
"Kenapa ta? Lo kenal?" Ula menyadari Qanita yang tak melepas pandangannya dari siswi yang baru saja masuk ke dalam kelas.
"Enggak" jawabnya "Tapi gue kayak gak pernah liat dia deh"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...