Bu Endah terlihat sangat bersemangat dalam mengajar matematika dikarenakan semua siswa dan siswi terlihat sangat fokus. Bu Endah adalah guru matematika di kelas sebelas dan sejauh ini bu Endah terlihat lebih baik dari pada bu Zahra.
Setelah menulis soal bu Endah menanyakan siapa yang bisa menjawab. Itu terlalu mudah untuknya, tetapi ia terlalu malas untuk bangkit dari tepat duduknya.
Elina terlihat mengangkat tangan, setelah dipersilahkan oleh bu Endah gadis itu maju dan menjawab soal tersebut tanpa hambatan. Elina tersenyum lebar saat mendengar pujian dari bu Endah.
Ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya tidak suka melihat Elina tetapi ia tidak tahu itu apa.
Bu Endah membagikan satu klip soal dan membagikan kelompok, satu kelompok terdiri dari dua orang. Qanita kedapatan satu kelompok dengan anak beasiswa yang bernama Sita, begitu ia melihat ke arah gadis itu, Sita langsung menunduk terlihat sangat takut terhadapnya.
Dan Damar satu kelompok dengan Elina. Apakah dunia novel ini terobsesi untuk menyatukan kedua peran utama.
Ia melihat ke arah Elina, gadis itu terlihat takut-takut menatap Damar sedangkan pemuda itu hanya melihat sekilas kemudian melongos.
Bunyi bel yang manandakan jam pelajaran berakhir membuat bu Endah merapikan semua barangnya dan mengingatkan kembali bahwa klip soal tersebut akan di kumpul minggu depan.
Setelah klip soal dibagikan oleh Adji yang ternyata adalah ketua kelas di Ipa 1, Qanita membolak-balikkan kertas tersebut. Terdapat seratus soal di dalam klip tersebut.
"Permisi" sebuah suara menelusup ke pendengarannya yang membuatnya mengalihkan perhatian yang semula pada klip soal tersebut ke arah gadis yang kini berdiri tepat di depannya. Sita, gadis beasiswa yang satu kelompok dengannya menatap Qanita ragu-ragu.
"Ya" jawab Qanita
"Kita mau ngerjain kapan tugas ini?"
Qanita rasa soal ini mudah dan pasti gadis di depannya ini juga pintar, jadi ia rasa ia tidak harus meluangkan waktu di luar jam sekolah hanya untuk mengerjakan soal itu.
"Gimana kalau kita bagi tugas aja?" usul Qanita
Sita terihat kebingungan.
"Jadi disini ada seratus soal, gue jawab lima puluh lo jawab lima puluh terus kita satuin deh"
"Ohh, aku sih boleh aja" Sita mengangguk
"Ok" putus Qanita, kemudian memilah kertas-kertas tersebut dan menyerahkan sebagian pada Sita.
Setelah gadis itu pergi meninggalkan mejanya, ia melihat Elina yang membawa klip soal berjalan ke arah Damar, wajahnya terlihat sumringah.
Ula sendiri sudah sibuk dengan teman kelompoknya yang belum ia kenal. Baru beberapa hari ia di kelas ini jadi masih banyak nama siswa dan siswi yang belum ia ketahui.
Qanita memfokuskan pandangannya ke arah Damar dan Elina, Damar hanya menjawab singkat pertanyaan yang diajukan oleh Elina, tiba- tiba saja mata Damar bertemu dengan matanya, ia langsung mengalihka pandangan, bisa-bisanya ia tertangkap basah tengah memperhatikan tokoh utama.
Adji memberitahu bahwa pelajaran selanjutnya seni budaya tidak masuk alias jam kosong dikarenakan bu Fani cuti melahirkan tetapi belum ada yang menggantikan hingga saat ini.
Berusaha utuk tidak mempedulikan interaksi antara keduanya, ia melihat Fira yang berjalan antusias ke arahnya.
"Kenapa Fir?"
"Setelah ini lo harus ke ruang kepala sekolah, sepertinya sekolah mau ngucapin selamat atau apa gue gak tau karena lo berhasil jadi juara pertama di olimpiade Fisika nasional kemarin" sekarang bahkan Fira setengah menjerit sehingga semua siswa fokus kearahnya dan kemudian membanjirinya denga ucapan selamat yang dibalasnya dengan ucapan terima kasih dan tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...