Qanita memasuki kelasnya dengan perasaan yang kacau, ia tidak bisa tidur semalam ditambah perutnya terasa sangat nyeri. Ia sudah mencoba berbagai hal hingga bisa tidur pada pukul tiga pagi. Kedua orang tuanya sedang ada perjalanan bisnis jadi tidak tahu menahu tentang kondisinya saat ini.
Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kelas. Disana, Damar duduk di kursinya sembari menatapnya dengan sangat tajam.
Kenapa Damar menatapnya seperti itu, bukankah pemuda itu yang harusnya ia tatap dengan pandangan itu. Ia menghembuskan napas lelah, perutnya kembali nyeri, sesekali ia meringis kesakitan.
"Awas Dam" usirnya lemah.
Damar mengernyitkan dahinya saat melihat Qanita, ada yang salah dengan gadis ini. Wajahnya terlihat pucat dan dapat ia dengar sesekali gadis itu meringis kesakitan.
"Kenapa? Sakit? kalau sakit kenapa sekolah?" Damar bertanya tak sabar, bagaimana bisa gadis itu masih juga pergi ke sekolah jika sakit.
"Awas Damar" Ujar Qanita sekali lagi, pemuda itu tetap juga tak bangkit dari kursinya malah mengomelinya. Seakan perkataanya tadi dapat menyulut emosi Damar, pemuda itu tampak sangat marah.
"Kenapa gak di angkat waktu gue telpon tadi malam" wajah Damar memerah sekarang.
"Oh itu aku gak liat" balasnya santai, ia sudah tidak sanggup lagi berdiri jika Damar tetap melanjutkan pembicaraan yang tidak jelas ini.
"Gu..." belum sempat Damar protes, bu Yulia sudah masuk.
"Balik sana" Qanita mengarahkan telunjuknya ke arah kursi Damar.
Setelah Damar pergi Qanita segera duduk di kursinya, ia sudah tidak sanggup lagi berdiri.
"Ta, lo sakit?" tanya Ula yang baru saja kembali ke tempat duduknya, sedari tadi ia bahkan tidak berani untuk duduk di tempatnya karena Damar terlihat seperti binatang buas yang bisa langsung memakan orang yang yang mengganggunya detik itu juga.
"Gakpapa kok, Cuma sakit perut aja" Qanita memberi senyum lemah pada Ula yang terlihat mengkhawatirkannya.
"Yakin?" tanya Ula memastikan jika temannya ini baik-baik saja.
Qanita mengangguk lemah, selanjutnya mengambil buku pelajaran fisika, membuka halaman yang di perintahkan oleh bu Yulia.
Perutnya semakin sakit, ia meremas buku pelajaran fisika sembari meringis.
"Ta ta, kenapa ? sakit perutnya? Ke uks aja ya" Ula menepuk lengannya yang dibalasnya dengan anggukan lemah. Ia sudah tidak mungkin lagi mengikuti pelajaran.
"Bu Qanita sakit bu" Ujar Ula keras, menghentikan aksi mengajar bu Yulia di papan tulis.
Bu Yulia datang menghampiri.
"Sakit apa?" tanya bu Yulia pada Ula.
"Sakit perut sepertinya bu" balas Ula panik.
"Kamu tenang dulu la,Yauda bawa ke uks sekarang, ada dokter Fandi di uks" Bu Yulia menggeser tubuhnya agar Ula bisa membawa Qanita.
Dikarenakan kursi Qanita dekat dengan dinding, ia keluar setelah dipapah oleh Ula, kemudian terjatuh tepat di samping meja sebelah Ula.
Kakinya terlalu lemas, perutnya terasa sangat sakit.
Tiba-tiba saja ia melihat punggung Damar di depannya. Pemuda itu terlihat sangat panik.
"Naik" perintah pemuda itu.
Qanita tak bergeming di lantai hingga tarikan Ula dirasakannya. Ula menyenderkan tubuhnya ke punggung Damar kemudian mengambil jaketnya untuk menutupi rok Qanita yang pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS
Teen FictionDavira tak percaya hal ini terjadi di dunia nyata. Bagaimana mungkin ia menjadi Qanita salah satu karakter antogonis dalam novel berjudul "Simple Love". Qanita yang sempurna tapi tergila-gila pada Damar. Davira bertekad akan menjalani kehidupan yang...