40. Sayang

968 89 132
                                    

vote komen dulu

<<<

"Rencana kita gagal. Nasya udah pacaran sama Galvin," ujar salah satu cowok pada temannya. Mereka berdua sedang berada di gudang sekolah yang sepi ini.

"Kita lanjut rencana selanjutnya," jawab cowok satu lagi dengan senyum smirknya. Dia mendekat ke arah cowok itu.

"Lo ajak dia jalan," lanjutnya menepuk pundak cowok itu. Cowok itu menyeritakan keningnya.

"Gimana caranya?" tanya cowok pertama yang berbicara menghadap cowok itu. Cowok yang ditanya masih tersenyum devil, belum menjawab pertanyaan cowok itu.

"Seminggu lagi," ujar cowok itu lalu menjelaskan tugas apa yang akan cowok itu lakukan untuk minggu depan.

Cowok yang mendengar itu langsung tersenyum mengikuti cowok satu lagi. Tawa jahat menggelegar di gudang sepi dan kotor itu. "Tunggu aja waktunya Galvin." Senyum sinis tercipta di wajah mereka masing-masing.

<<<

Galvin turun dari motornya. Setelah mengantarkan Nasya pulang dengan selamat ke rumahnya, tadi juga mereka ada berhenti untuk makan sebentar, Galvin memilih langsung pulang. Markas hari ini sedang sepi.

Galvin menyandang tasnya di bahu lalu berjalan santai ke rumah besarnya, dulu dia tinggal sendiri di sini, tapi sekarang ada omanya, Thalia, Mama Thalia, dan Papa Thalia. Jadi dia tidak kesepian lagi seperti dulu.

"Galvin." Panggilan lembut dari Omanya membuat Galvin mengalihkan perhatiannya. Omanya ini memang sudah tua, tapi mukanya yang awet muda membuat orang mengira usianya masih tiga puluh tahun.

"Oma." Galvin menyalam tangan Omanya dengan sopan dan omanya langsung mencium pipi Galvin, itulah hal yang biasanya Galvin lalukan jika pulang sekolah.

"Thalia mana?" tanya Omanya sambil melihat kebelakang. Tidak ada siapapun di belakang, dan Galvin jadi gelagapan sendiri, tidak tau harus menjawab apa.

Dia belum pulang? Udah jam enam? batin Galvin, ia jadi merasa bersalah tidak melihat Thalia pulang tadi.

"Kalian pulang bareng kan?" tanya omanya lagi pada Galvin. Memang, omanya meminta Galvin dan Thalia untuk pulang bersama setiap hari, tapi Galvin menolaknya saat omanya tidak melihat, dan pergi menjemput Nasya. Sementara Thalia, dia berangkat dan pulang sendiri, dia mengerti posisinya.

"Thalia di sini oma." Galvin menghembuskan nafas lega, untung saja Thalia datang tepat waktu, kalau tidak oma pasti akan sedih dan khawatir dengan keadaan Thalia. Galvin tidak ingin melihat omanya sedih lagi.

Sudah cukup ketika Galven koma dulu saja semua keluarganya sedih dan merasa khawatir, tidak ada air mata yang tidak keluar, semua orang pasti mengeluarkan air mata saat itu. Oma, Mamanya, Papanya, Thalia, bahkan semua keluarga besarnya.

Mereka takut terjadi sesuatu pada Galven karna tusukan itu. Tapi mereka juga selalu menampakkan senyuman kepalsuan pada Galvin saat itu. Dan Galvin tidak menginginkan hal itu terjadi untuk kedua kalinya.

"Oma kira Thalia pulang sendiri." Sindi mendekati Thalia yang masih berada di ambang pintu dan menciumnya seperti apa yang ia lakukan pada Galvin tadi. Memang semua cucu Sindi akan melakukan itu saat bertemu dengannya.

"Enggak lah oma, Galvin mana biarin Thalia pulang sendiri," tolaknya berbohong sambil tersenyum agar omanya percaya dengan kata-katanya, ia menatap Galvin yang juga menatap dirinya.

GALVINASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang