RAYAN PART 27

90.1K 8.8K 1.1K
                                    

Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya<3

Update cepet nich👀

Happy reading❤️
•••
Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Vano masih setia duduk di samping brankar anak gadisnya dengan tangan yang senantiasa menggenggam tangan mungil milik Anin. Penampilannya sudah terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya. Setelah melakukan transfusi darah yang cukup banyak sehingga membuat tenaganya terkuras, pagi ini keadaan Vano sudah terlihat lebih baik.

Hanya ada Vano yang menjaga Anin saat ini, Hero dan Rayland sedang menjalankan kewajiban mereka sebagai pelajar. Pekerjaannya di perusahaan, ia limpahkan kepada asistennya untuk sementara. Yang ia pedulikan saat ini hanya Anin,Anin dan Anin. Bodoamat dengan asisten nya yang mungkin saat ini sedang stress karena berkas-berkas yang menumpuk.

Netranya tidak bergerak sedikitpun dari wajah Anin yang pucat. Setengah dari wajah gadis itu ditutupi oleh masker oksigen, pergelangan tangan kirinya terbalut perban yang cukup tebal akibat self-harm yang dilakukannya.

Vano mengelus tangan kanan Anin yang tertancap infus. Ia menyingkirkan anak rambut yang sedikit menutupi wajah Anin. Vano mengelus kening anaknya dengan lembut, Anin sempat mengalami demam tinggi dini hari tadi. "Cepet sembuh anak daddy." ucap Vano pelan dengan tatapan sendu. Lalu ia menelungkupkan kepalanya di pinggir brankar, mencoba memejamkan matanya.

Tak lama kemudian, kening gadis yang tadinya sedang tertidur pulas itu sedikit mengerut seolah menghalau pencahayaan yang masuk ke dalam netra birunya. Kedua kelopak mata itu berkedip-kedip untuk menormalkan penglihatannya.

Anin menelisik seisi ruangan beraroma obat-obatan ini, penglihatannya terhenti saat melihat daddy nya yang sedang tertidur di pinggir kasur yang sedang ia tempati. Anin menatap tangan yang digenggam oleh daddy nya dengan pandangan sendu.

Pikirannya berkecamuk, ia merasa sangat kecewa dengan Hero dan juga Vano. Namun disisi lain ia juga merasa sangat bersalah dengan mereka berdua karena melakukan tindakan itu lagi. Tanpa diperintah, air matanya mengucur deras membasahi kedua pipi putihnya. Isakan-isakan kecil itu berubah menjadi isakan yang lebih keras.

Vano terbangun dari tidurnya ketika mendengar isakan memilukan dari Anin.

"Hey, hey, kenapa?" tanya Vano dengan panik. Anin tidak menjawab, hanya isakan yang keluar dari bibirnya.  Vano mencoba membuka masker oksigen yang membungkus setengah wajah Anin.

Karena tidak mendengar jawaban dari Anin, dengan hati-hati Vano mencoba untuk memeluk punggung rapuh itu. Takut anaknya akan menghindar. Untungnya, Anin tidak menghindar. Ia malah makin mendusel-duselkan wajahnya di dada bidang Vano sambil menangis. Anin mengangkat tangannya mencoba membalas pelukan Vano.

Vano mencium puncak kepala Anin, lalu mengelus surai cokelat gelap milik Anin.

"Daddy, maaf."

Anin menangis dengan keras, bahunya bergemetar hebat.

"No,no it's okay! Maafin daddy juga ya." ucap Vano dengan suara paraunya. Anin bernafas dengan tidak beraturan karena menangis.

"Hey,hey udah. Pelan-pelan nafasnya, nanti kamu sesak." ucap Vano setelah menguraikan pelukannya. Kedua tangan besarnya beralih mengusap wajah anaknya yang basah karena air mata.

Anin memberikan tatapan seperti anak kucing yang meminta makan. Matanya seolah berkilau dengan bibir yang melengkung. Vano yang sudah tidak tahan akhirnya mencium pipi putih bersih milik Anin.

Cup!

"Jadi, daddy bisa jelasin apa sekarang?" tanya Anin dengan isakan-isakan kecil yang masih keluar dari bibirnya.

RAYAN ✔️ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang